fbpx

Alasan Diterbitkannya SKPKB Oleh Dirjen Pajak

gambar taxes 9

Dasar hukum diterbitkannya surat ketetapan pajak kurang bayar (SKPKB) oleh Direktur Jenderal Pajak adalah Pasal 13 Undang-Undang KUP. Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak, Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan SKPKB. Masa pajak, bagian tahun pajak atau tahun pajak mengacu ke SPT. Tetapi tidak semua SPT harus diterbitkan surat ketetapan pajak. Direktur Jenderal Pajak memiliki alasan tertentu untuk menerbitkan SKPKB.

Penerbitan suatu ketetapan pajak hanya terbatas pada Wajib Pajak:

  • terdapat ketidakbenaran pengisian SPT,
  • kantor pajak menemukan data fiskal yang tidak dilaporkan oleh Wajib Pajak di SPT.

Menurut Pasal 13 ayat (1) Undang-undang KUP:

Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak, Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar dalam hal-hal sebagai berikut:

  1. apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain pajak yang terutang tidak atau kurang dibayar;
  2. apabila Surat Pemberitahuan tidak disampaikan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) dan setelah ditegur secara tertulis tidak disampaikan pada waktunya sebagaimana ditentukan dalam Surat Teguran;
  3. apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain mengenai Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah ternyata tidak seharusnya dikompensasikan selisih lebih pajak atau tidak seharusnya dikenai tarif 0% (nol persen);
  4. apabila kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 atau Pasal 29 tidak dipenuhi sehingga tidak dapat diketahui besarnya pajak yang terutang; atau
  5. apabila kepada Wajib Pajak diterbitkan Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak secara jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4a).

Alasan pertama diterbitkannya SKPKB adalah hasil pemeriksaan pajak bahwa pajak terutang kurang dibayar oleh Wajib Pajak. Keterangan lain pada ayat ini sekarang dilakukan pemeriksaan data konkret.

Istilah data konkret berasal dari penjelasan Pasal 13 ayat (1) Undang-Undang KUKP.

Keterangan lain tersebut adalah data konkret yang diperoleh atau dimiliki oleh Direktur Jenderal Pajak, antara lain berupa hasil konfirmasi faktur pajak dan bukti pemotongan Pajak Penghasilan. Wewenang yang diberikan oleh ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan kepada Direktur Jenderal Pajak untuk melakukan koreksi fiskal tersebut dibatasi sampai dengan kurun waktu 5 (lima) tahun.

Peraturan Pemerintah nomor 74 tahun 2014 merinci maksud data konkret, yaitu:

  • hasil klarifikasi/konfirmasi Faktur Pajak;
  • bukti pemotongan Pajak Penghasilan;
  • data perpajakan terkait dengan Wajib Pajak yang tidak menyampaikan SPT dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) UU KUP dan setelah ditegur secara tertulis Wajib Pajak tidak menyampaikan SPT pada waktunya sebagaimana ditentukan dalam surat teguran; atau
  • bukti transaksi atau data yang dapat digunakan untuk menghitung kewajiban perpajakan Wajib Pajak.

Pengalaman selama ini, kebanyakan pemeriksaan data konkret berasal dari faktur pajak yang tidak dilaporkan di SPT Masa PPN. Sistem faktur pajak elektronik memudahkan petugas pajak untuk memonitor faktur pajak yang sudah diterbitkan oleh PKP. Artinya, PKP sudah memungut PPN tetapi belum disetorkan ke Kas Negara. Maka ditagih dengan SKPKB.

Alasan kedua diterbitkannya SKPKB adalah adanya Surat Teguran. Wajib Pajak tidak menyampaikan SPT sesuai batas akhir penyampaian SPT.  Kantor pajak menerbitkan Surat Teguran untuk menyampaikan SPT. Wajib Pajak tidak menyampaikan SPT sesuai waktu yang ditentukan dalam Surat Teguran.

Dalam hal sudah mendapat Surat Teguran, kemudian Wajib Pajak tidak menyampaikan SPT, selanjutnya dilakukan pemeriksaan maka ada sanksi administrasi yang dapat dikenai yaitu:

  • 50% dari PPh yang tidak atau kurang dibayar dalam satu tahun pajak;
  • 100% dari PPh yang tidak atau kurang dipotong, tidak atau kurang dipungut, tidak atau kurang disetor;
  • 100% dari PPN yang tidak atau kurang dibayar.

Alasan ketiga diterbitkannya SKPKB adalah PPN atau PPnBM yang tidak seharusnya dikompensasi atau tidak seharusnya dikenai tarif 0% (ekspor). Penerbitan SKPKB ini berdasarkan hasil pemeriksaan pajak, baik pemeriksaan biasa maupun pemeriksaan data konkret. Pada saat menghitung pajak yang kurang bayar, pemeriksa menambahkan sanksi administrasi sebesar 100% dari PPN dan PPnBM yang tidak atau kurang dibayar.

Alasan keempat diterbitkannya SKPKB adalah Wajib Pajak tidak sepenuhnya menyelenggarakan pembukuan sehingga tidak dapat diketahui besarnya pajak yang terutang. Kuncinya adalah pemeriksa tidak dapat menghitung pajak terutang sesuai keadaan sebenarnya berdasarkan pembukuan. Karena tidak dapat menghitung dari pembukuan, maka pemeriksa menghitung pajak tidak berdasarkan pembukuan tetapi berdasarkan penghitungan secara jabatan.

Alasan kelima diterbitkannya SKPKB adalah Wajib Pajak sudah memenuhi syarat objektif dan subjektif untuk berNPWP atau dikukuhkan sebagai PKP. Ini salah satu alasan bahwa walaupun Wajib Pajak sudah memilih untuk dikukuhkan sebagai PKP, tetapi dalam hal kantor pajak memiliki bukti bahwa sebelum PKP sudah memenuhi persyaratan PKP maka terhadap Wajib Pajak tersebut harus diterbitkan SKPKB. Begitu juga dengan yang baru terdaftar. SKPKB dapat diterbitkan ke tahun pajak sebelum NPWP terbit.

 

Author: Raden Agus Suparman

Pegawai DJP sejak 1993 sampai Maret 2022. Konsultan Pajak sejak April 2022. Alumni magister administrasi dan kebijakan perpajakan angkatan VI FISIP Universitas Indonesia. Perlu konsultasi? Sila kirim email ke kontak@aguspajak.com atau 08888110017 Terima kasih sudah membaca tulisan saya di aguspajak.com Semoga aguspajak menjadi rujukan pengetahuan perpajakan.

Eksplorasi konten lain dari Tax Advisor

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca