fbpx

Adakah Daluwarsa Penerbitan STP?

SKPKB daluwarsa setelah 5 tahun setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak. Hal ini diatur di Pasal 13 ayat (1) Undang-Undang KUP. Hak penagihan pajak (termasuk bunga, denda, kenaikan, dan biaya penagihan pajak) juga berakhir setelah 5 tahun sejak penerbitan STP, SKPKB, serta SKPKBT, dan Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, serta Putusan Peninjauan Kembali. Tapi Adakah daluwarsa penerbitan STP?

Undang-Undang KUP sebenarnya tidak mengatur adanya daluwarsa penertiban STP. Hanya saja, Pasal 14 ayat (2) Undang-Undang KUP menyebutkan bahwa STP mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan surat ketetapan pajak.

Direktur Jenderal Pajak kemudian membuat surat penegasan S-411/PJ.02/2016 tanggal 2 Mei 2016 bahwa berdasarkan:

  • asas hukum yang menyatakan bahwa apabila gugur perkara pokok, maka gugur pula perkara assessor-nya (perkara yang menumpanginya). Dalam hukum pajak, apabila pokok pajak telah hapus, seharusnya atas sanksi administrasi yang mengikuti juga hapus pula;
  • asas hukum Litis Finiri Oportet yang pada intinya menyatakan bahwa setiap perkara harus ada akhirnya;

maka daluwarsa penetapan pajak dimaknai sebagai daluwarsa penerbitan surat ketetapan pajak dan Surat Tagihan Pajak.

Dengan demikian, daluwarsa penerbitan Surat Tagihan Pajak untuk tahun pajak 2008 dan sesudahnya:

  • STP Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9, dan Pasal 14 diterbitkan paling lama 5 tahun setelah saat terutangnya pajak, atau berakhir masa pajak, bagian tahun pajak, atau tahun pajak.
  • STP Pasal 19 diterbitkan paling lama 5 tahun sejak SKPKB, SKPKBT, SK Pembetulan, SK Keberatan, Putusan Banding, serta Putusan Peninjauan Kembali, kecuali ada kondisi yang menyebabkan tertangguh.

Pasal 19 ayat (1) Undang-Undang KUP berbunyi:

Apabila Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, serta Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding atau Putusan Peninjauan Kembali, yang menyebabkan jumlah pajak yang masih harus dibayar bertambah, pada saat jatuh tempo pelunasan tidak atau kurang dibayar, atas jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar itu dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan untuk seluruh masa, yang dihitung dari tanggal jatuh tempo sampai dengan tanggal pelunasan atau tanggal diterbitkannya Surat Tagihan Pajak, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan.

Sedangkan kondisi yang menyebabkan tertangguhnya daluwarsa penagihan pajak diatur di Pasal 22 ayat (2) Undang-Undang KUP, yaitu:

  1. diterbitkan Surat Paksa;
  2. ada pengakuan utang pajak dari Wajib Pajak baik langsung maupun tidak langsung;
  3. diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5), atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (4); atau
  4. dilakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan.

Jika kantor pajak menerbitkan Surat Paksa, maka “argo” 5 tahun dimulai kembali sejak tanggal pemberitahuan Surat Paksa.

Wajib Pajak menyatakan pengakuan utang pajak dengan cara mengajukan permohonan angsuran atau penundaan pembayaran utang pajak sebelum tanggal jatuh tempo pembayaran. Dalam hal seperti itu, daluwarsa penagihan pajak dihitung sejak tanggal surat permohonan angsuran atau penundaan pembayaran utang pajak diterima oleh Direktur Jenderal Pajak.

 

Author: Raden Agus Suparman

Pegawai DJP sejak 1993 sampai Maret 2022. Konsultan Pajak sejak April 2022. Alumni magister administrasi dan kebijakan perpajakan angkatan VI FISIP Universitas Indonesia. Perlu konsultasi? Sila kirim email ke kontak@aguspajak.com atau 08888110017 Terima kasih sudah membaca tulisan saya di aguspajak.com Semoga aguspajak menjadi rujukan pengetahuan perpajakan.

Eksplorasi konten lain dari Tax Advisor

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca