fbpx

Perpajakan Kerja Sama Operasi

Kewajiban perajakan atas kerja sama operasi atau konsorsium

Kerja sama operasi adalah terjemahan dari joint operation. Istilah lain dari KSO adalah konsorsium. Menurut KBBI, konsorsium adalah perkongsian, himpunan beberapa pengusaha yang mengadakan usaha bersama.

Di blog sebelumnya, saya sudah menulis bahasan yang sama dengan judul Perlakuan Perpajakan Atas Konsorsium. Tulisan yang lama dipicu oleh Wajib Pajak yang saya awasi tetap bersikukuh bahwa dia tidak wajib menyampaikan SPT Tahunan karena memiliki nama konsorsium.

Sedangkan tulisan kali ini dipicu karena saya baru saja mengikuti e-learning internal DJP tentang Konsorsium. Kenapa saya tulis ulang? Menurut saya ada hal yang menarik yang perlu sampaikan.

Dasar Hukum KSO

Perdebatan tentang KSO sebenarnya karena tidak ada ketentuan perpajakan yang mengatur secara khusus. Semua berdasarkan logika perpajakan, kecuali definisi badan untuk PPN.

Definisi badan diatur di Pasal 1 angka 3 Undang-Undang KUP. Begini bunyinya:

Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apa pun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.

Bunyi yang sama ada di Penjelasan Pasal 2 ayat (1) huruf b Undang-Undang PPh. Juga diulang di Pasal 1 angka 13 Undang-Undang PPN.

Kemudian, Pasal 3 Peraturan Pemerintah nomor 1 tahun 2012 menyebutkan bahwa kerja sama operasi merupakan pengertian badan lainnya dan oleh karena itu jika KSO menyerahkan BKP atau JKP maka wajib dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak.

Jadi, menurut peraturan pemerintah ini tidak semua KSO wajib dikukuhkan sebagai PKP. Tetapi hanya KSO yang menyerahkan barang atau jasa saja.

Definisi badan ada perluasan di Peraturan Direktur Jenderal Pajak nomor 04/PJ/2020. Di peraturan ini, kerja sama operasi dan kantor perwakilan perusahaan asing (bukan BUT) contoh bentuk badan.

Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya, termasuk kontrak investasi kolektif, bentuk usaha tetap, kerja sama operasi (joint Operation), serta kantor perwakilan perusahaan asing dan kontrak investasi bersama.

Pasal 1 angka 9 PER-04/PJ/2020

KSO yang wajib PKP dan yang tidak wajib PKP

Bagian penjelasan peraturan pemerintah nomor 1 tahun 2012 memberikan contoh :

  • KSO yang wajib PKP
  • KSO yang tidak wajib PKP

Contoh bentuk kerja sama operasi (joint operation) yang wajib untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak:

PT ABC dan PT DEF membuat perjanjian kerja dengan pelanggan (pemilik proyek). Untuk melaksanakan proyek tersebut, PT ABC dan PT DEF membentuk joint operation.

Dalam perjanjian kerja dengan pelanggan (pemilik proyek) diatur bahwa semua transaksi penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak kepada pelanggan (pemilik proyek) dilakukan atas nama joint operation.

Berdasarkan hal di atas:

  • joint operation wajib dikukuhkan sebagai PKP;
  • atas penyerahan BKP/JKP kepada pelanggan (pemilik proyek), joint operation wajib menerbitkan Faktur Pajak.

Apabila dalam rangka joint operation tersebut, PT ABC atau PT DEF atas nama joint operation melakukan penyerahan langsung kepada pelanggan (pemilik proyek), maka penyerahan tersebut dianggap sebagai penyerahan dari PT ABC atau PT DEF kepada joint operation, sehingga PT ABC atau PT DEF harus membuat Faktur Pajak kepada joint operation dan joint operation membuat Faktur Pajak kepada pelanggan (pemilik proyek).

Contoh bentuk kerja sama operasi (joint operation) yang tidak wajib untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak:

PT X dan PT Y membuat perjanjian kerja sama dengan pelanggan (pemilik proyek). Untuk melaksanakan proyek tersebut, PT X dan PT Y membentuk joint operation.

Namun demikian, dalam pelaksanaannya semua transaksi dan dokumentasi terkait dengan perjanjian kerja sama dengan pelanggan (pemilik proyek) tersebut secara nyata hanya dilakukan atas nama PT X.

Karena joint operation secara nyata tidak melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak kepada pihak lain, maka dalam hal ini joint operation tidak wajib dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.

Contoh KSO dalam penjualan rumah

Berdasarnya contoh yang dijelaskan peraturan pemerintah diatas, kita bisa membuat logika yang sama untuk konsorsium penjualan tanah. Kasus ini sering ditanyakan tapi masih banyak yang belum tahu.

Tn Badu punya tanah luas dan tempatnya strategis untuk dibuatkan perumahan. Tn Agus seorang pengusaha real estat tertarik dengan lokasi tersebut.

Keduanya sepakat untuk membuat konsorsium, kerja sama. Tanah punya Tn Badu akan dihargai Rp400 juta (kepemilikan di konsorsium 40%). Tn Agus membuat rumah dengan modal Rp500 juta. Dan pada contoh kali ini, rumah yang dibuat oleh Tn Agus laku Rp1 miliar.

Contoh soal ini ada 2 perpajakan, yaitu pajak atas penyerahan tanah dan pajak atas penyerahan bangunan. Bagaimana aspek perpajakannya?

contoh 2 orang yang bekerja sama untuk menjual rumah

Jika penjualan rumah ini atas nama konsorsium, PPh terutang 2,5% atas penjualan rumah ditambah PPN 10%. Pada contoh ini konsorsium wajib PKP karena konsorsium menyerahkan BKP.

Semua penjualan atas konsorsium. Karena itu, kewajiban perpajakan juga harus ditunaikan atas nama konsorsium.

Kasus sedikit digeserkan. Penjualan bukan atas nama konsorsium tetapi Tn Agus yang menjual rumah.

Karena penjualan atas nama Tn Agus maka konsorsium tidak menyerahkan BKP. Konsorsium tidak wajib PKP.

Kewajiban perpajakan ditunaikan oleh Tn Agus. Jika omset Tn Agus diatas batasan pengusaha kecil, Rp4,8 miliar, maka Tn Agus wajib PKP.

Tetapi jika seperti contoh, Tn Agus hanya memiliki omset Rp1 miliar. Maka tidak wajib PKP.

Pajak yang harus dibayarkan adalah PPh atas penjualan rumah dengan tarif 2,5% dari Rp1 miliar. PPh ini dibayarkan oleh Tn Agus. Tetapi Tn Badu juga jual tanah dan seolah-olah dibeli oleh Tn Agus. Sehingga atas penjualan tanah oleh Tn Badu maka terutang PPh atas penjualan tanah sebesar 2,5% dari Rp400 juta.

Pada contoh kedua ini, sebenarnya konsorsium seperti tidak ada. Atau dianggap tidak ada. Dan pihak yang bertransaksi adalah Tn Badu dan Tn Agus, dan pembeli rumah.

Pendaftaran dan Pengukuhan PKP Konsorsium

Pendaftara Wajib Pajak memang melalui online laman ereg.pajak.go.id Tetapi tetap ada persyaratan untuk mendaftar. Silakan cek persyaratan di bawah ini.

Berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak nomor PER-04/PJ/2020, persyaratan untuk mendapatkan NPWP bagi kerja sama operasi yaitu:

  • fotokopi perjanjian kerjasama atau akta pendirian sebagai bentuk Kerja Sama Operasi (Joint Operation);
  • fotokopi Kartu NPWP masing-masing anggota bentuk Kerja Sama Operasi (Joint Operation) yang diwajibkan untuk memiliki NPWP;
  • dokumen yang menunjukkan identitas diri pengurus bentuk Kerja Sama Operasi (Joint Operation) dan salah satu pengurus dari masing-masing perusahaan anggota bentuk Kerja Sama Operasi (Joint Operation), meliputi: yaitu fotokopi Kartu NPWP (bagi WNI); atau fotokopi paspor (badi WNA); dan fotokopi Kartu NPWP, dalam hal WNA telah terdaftar sebagai WP.

Persyaratan permohonan pengukuhan PKP sama seperti persyaratan NPWP.

Tetapi di bagian pengukuhan PKP ada syarat lain agar PKP disetujui yaitu:

  1. seluruh anggota Kerja Sama Operasi (Joint Operation) telah menyampaikan SPT Tahunan Pajak Penghasilan untuk 2 (dua) Tahun Pajak terakhir yang telah menjadi kewajibannya dan jangka waktu penyampaiannya telah jatuh tempo sesuai dengan ketentuan perundang-undangan di bidang perpajakan;
  2. seluruh anggota Kerja Sama Operasi (Joint Operation) tidak mempunyai utang pajak, kecuali utang pajak yang telah memperoleh persetujuan untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak; dan
  3. seluruh pengurus atau penanggung jawab Kerja Sama Operasi (Joint Operation) memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada angka 1 dan angka 2

Kewajiban PPh KSO

Berdasarkan Pasal 6 ayat (3) PER-04/PJ/2020 bahwa kewajiban perpajakan untuk Kerja Sama Operasi (Joint Operation), meliputi:

  1. pemenuhan kewajiban Pajak Penghasilan Badan atas nama Kerja Sama Operasi (Joint Operation) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Pajak Penghasilan;
  2. pemotongan atau pemungutan Pajak Penghasilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pemotongan atau pemungutan Pajak Penghasilan; dan/atau
  3. pemungutan Pajak Pertambahan Nilai, dalam hal Kerja Sama Operasi (Joint Operation) melakukan penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak atas nama Kerja Sama Operasi (Joint Operation) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Pajak Pertambahan Nilai.

Kewajiban menurut PER-04/PJ/2020 sempat muncul di e-learning yang kemarin saya pelajari. Ini penampakkannya:

KSO wajib menunaikan kewajiban PPh Badan

Di penjelasan video e-learning disebutkan bahwa KSO disamakan dengan pengertian badan lainnya. Sebagai subjek pajak badan, maka kewajiban perpajakan atas badan itu juga melekat. Ini yang saya maksud logika pajak.

Tetapi logika pajak ini tidak konsisten. Karena pada saat pembahasan Bukti Potong PPh, seperti PPh Pasal 4 ayat (2) atau Pasal 23, maka Bukti Potong harus atas nama anggota KSO. Bukan atas nama KSO.

KSO tidak dipotong PPh Pasal 4 ayat (2) atau PPh Pasal 23. Jadi Bukti Potong atas jasa yang diberikan KSO justru menggunakan NPWP anggota KSO

Bagaimana jika pemotong (dalam hal ini pengguna jasa KSO) salah membuat Bukti Potong PPh?

Sepanjang pemotong belum lapor di SPT Masa PPh Pasal 23 atau Pasal 4(2), maka atas bukti potong tersebut dapat dimintakan ke pemotong untuk dibetulkan. Artinya yang asalnya atas nama KSO, menjadi atas nama anggota KSO.

KSO dapat meminta Pemotong Pajak Penghasilan untuk membagi Bukti Potong PPh sepanjang Pemotong belum lapor SPT Masa
Hasil pembetulan Bukti Potong Pajak Penghasilan menjadi atas nama masing-masing anggota KSO

Berbeda dengan diatas, ada Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak nomor SE-44/PJ./1994 yang memberikan petunjuk pemecahan Bukti Potong KSO. Menurut SE-44/PJ./1994 bahwa tahapan pemecahan Bukti Potong PPh sebagai berikut:

  1. KSO mengajukan permohonan pemecahan Bukti Potong ke KPP dimana KSO terdaftar.
  2. KPP konfirmasi Bukti Potong ke KPP dimana pemotong terdaftar.
  3. KPP dimana KSO terdaftar menerbitkan SKKPP dan dilakukan Pemindahbukuan ke masing-masing anggota KSO.
  4. Pemindahbukuan tidak boleh dilakukan ke jenis pajak lain yang menjadi kewajiban KSO.
  5. KPP mengirimkan Bukti Pemindahbukuan ke masing-masing anggota KSO.
  6. Anggota KSO mengkreditkan Bukti Potong di SPT Tahunan PPh Badan.

Ternyata prosedur yang dimaksud di SE-44/PJ./2020 adalah prosedur pemecahan Bukti Potong Pajak Penghasilan jika pemotong sudah melaporkan Bukti Potong di SPT Masa.

Hak dan Kewajiban KSO sebagai Badan

Karena KSO diperlakukan sebagai badan, maka semua hak-hak Wajib Pajak badan juga berlaku untuk KSO. Apa hak-hak tersebut:

  1. Hak Keberatan sesuai Pasal 25 Undang-Undang KUP
  2. Hak Banding sesuai Pasal 27 Undang-KUP
  3. Hak Peninjualan Kembali sesuai Undang-Undang Pengadilan Pajak
  4. Hak Restitusi
  5. Dan hak lainnya yang dijamin Undang-Undang KUP yang melekat ke Wajib Pajak badan.
Hak KSO dipersamakan dengan WP Badan sesuai ketentuan

Nah, kewajibannya berupa pelaporan juga dipersamakan dengan kewajiban Wajib Pajak Badan. Baik kewajiban penyampaian Surat Pemberitahuan maupun pengungkapan ketidakbenaran

Indonesia Menganut Classical System

Di artikel Perlakuan Perpajakan Atas Konsorsium saya menyinggung classical system yang harus diingat. Sistem ini menjadi dasar kebijakan perpajakan.

Classical system adalah sistem pemisahan yang tegas antara entitas usaha di satu sisi dengan pemilik modal di sisi lain. Baik entitas usaha maupun pemilik modal masing-masing sebagai subjek pajak terpisah. Masing-masing memiliki kewajiban pelaporan SPT Tahunan. Masing-masing menghitung penghasilan neto.

Mengutif dari laman ddtc.co.id yang mengutip IBFD International Tax Glossary, classical system adalah suatu sistem perpajakan, di mana pajak dikenakan atas laba yang dihasilkan di tingkat perusahaan. Kemudian, pajak dikenakan lagi atas laba bersih (income after tax) di tingkat pemegang saham orang pribadi.

Sementara itu, menurut Cnossen (1996) classical system adalah suatu sistem yang mengenakan pajak dua kali atas penghasilan yang bersumber dari perseroan, yaitu pada tingkat perseroan dan pada tingkat pemegang saham saat dibagikan sebagai dividen. Dengan demikian, classical system memandang perseroan sebagai entitas yang terpisah dengan pemiliknya.

Dengan demikian, jika kita konsisten dengan frase “dipersamakan dengan badan” maka anggota KSO sebagai pemegang saham, sementara KSO setara dengan perseroan.

Jika KSO diperlakukan sebagai wajib pajak badan, maka dia harus menghitung penghasilan neto kemudian membayar PPh badan. Dan wajib menyelenggarakan pembukuan sesuai dengan Pasal 28 Undang-Undang KUP.

Author: Raden Agus Suparman

Pegawai DJP sejak 1993 sampai Maret 2022. Konsultan Pajak sejak April 2022. Alumni magister administrasi dan kebijakan perpajakan angkatan VI FISIP Universitas Indonesia. Perlu konsultasi? Sila kirim email ke kontak@aguspajak.com atau 08888110017 Terima kasih sudah membaca tulisan saya di aguspajak.com Semoga aguspajak menjadi rujukan pengetahuan perpajakan.

9 thoughts on “Perpajakan Kerja Sama Operasi”

  1. Terima kasih pak Agus atas artikelnya….mohon penjelasan atas masalah yg kami hadapi berkaitan dengan KSO/JO sbb:

    Apabila hasil pemeriksaan dlm rangka penutupan JO muncul utang pajak (SKPKB PPh dan PPN) bagaimana pelunasannya pak bila:

    1. Hasil JO sudah dibagi habis ke anggota, apakah ditanggung masing2 anggota sesuai porsi di JO?
    2. Anggota JO sbg Leader (porsi 70%) sdh pulang ke LN, apakah anggota JO (porsi 30%) dapat dikenakan tanggung jawab renteng?
    3. Apakah para anggota JO (khususnya porsi 30%) termasuk dalam pengertian Pengurus sesuai dengan KUP Pasal 32 ayat (1) huruf a dan/atau ayat (4) ?

    Terima kasih.

    1. Sebenarnya ini urusan antar anggota JO. Harus dilihat lagi agreement pembentukan JO. Apakah agreement diatur kewajiban terkait perpajakan. Jika tidak diatur, tentu menjadi beban anggota yang di Indonesia walupun porsinya hanya 30%

      Pengurus adalah orang atau individu. Bukan badan hukum. Siapa pengurus JO? Dia yang mengajukan NPWP JO bisa disebut pengurus (saat daftar NPWP terdaftar sebagai pengurus).

    2. apakah hanya JO yang berhak untuk mengkerditkan PM?? atau apakah bisa perusahaan utam jga mengkreditkan nya??

  2. Halo Pak, terimakasih atas artikelnya. Saya mau tanya, secara perpajakan, laba/rugi atas KSO tersebut apakah harus diakui oleh masing-masing anggota setiap tahunnya? Apakah ada aturan yang mengatur tentang hal ini?

    Terima kasih.

  3. disebutkan bahwa bukti potong atas nama masing2 anggota kso/jo, nah bagaimana cara penghitungan pph badan di spt tahunannya apakah bisa mengkreditkan bukti potong tersebut?

    1. prinsipnya penghasilan dan kredit pajak harus sama, entitas yang sama.
      Jika kita melaporkan penghasilan, maka atas penghasilan tersebut yang PPh nya sudah dipotong maka dapat dikreditkan.

  4. apakah KSO wajib mempunyai NPWP tersendiri dan dikukuhkan sebagai PKP atas NPWP tersebut ?

Comments are closed.

Eksplorasi konten lain dari Tax Advisor

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca