Site icon Konsultan Pajak di Botax Consulting Indonesia

Transfer Pricing dan TP Doc: Panduan Lengkap, Syarat, dan Aturan Terbaru di Indonesia

Iklan

Dalam dunia perpajakan korporasi, istilah Transfer Pricing sering menjadi momok tersendiri bagi perusahaan multinasional maupun perusahaan lokal yang memiliki transaksi afiliasi.

Salah satu kewajiban utama yang harus dipenuhi untuk memitigasi risiko tersebut adalah penyusunan TP Doc (Transfer Pricing Documentation).

Ketidakpahaman mengenai aturan ini bisa berujung pada sanksi administrasi yang berat.

Namun, apakah semua perusahaan wajib membuatnya? Dan apa saja komponen di dalamnya?

Artikel ini akan mengupas tuntas segala hal tentang Transfer Pricing dan kewajiban pembuatan TP Doc sesuai peraturan pajak terbaru di Indonesia.

Apa Itu Transfer Pricing?

Secara sederhana, Transfer Pricing adalah kebijakan harga dalam transaksi yang dilakukan antara pihak-pihak yang memiliki hubungan istimewa (afiliasi).

Transaksi ini bisa berupa penjualan barang, pemberian jasa, pembayaran royalti, hingga pinjaman dana.

Praktik ini sah secara hukum bisnis, namun menjadi perhatian khusus Direktorat Jenderal Pajak (DJP).

Mengapa? Karena praktik ini sering disalahgunakan untuk menggeser laba kena pajak dari Indonesia ke negara dengan tarif pajak lebih rendah (tax haven).

Penggeseran laba kena pajak dari Indonesia ke negara dengan tarif lebih rendah dapat dilakukan jika transaksi penjual dan pembeli terjadi hubungan istimewa.

Oleh karena itu, pemerintah menerapkan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha (PKKU) atau Arm’s Length Principle (ALP) untuk memastikan harga transaksi afiliasi sama wajarnya dengan transaksi antar pihak independen.

Tahap Awal: Penentuan Kewajiban TP Doc

TP Doc adalah dokumen yang wajib diselenggarakan oleh wajib pajak untuk membuktikan bahwa transaksi afiliasi mereka telah sesuai dengan prinsip kewajaran.

Di Indonesia, ketentuan mengenai TP Doc diatur secara ketat dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 172/PMK.03/2023 (PMK-172).

Dokumen ini menjadi “tameng” utama perusahaan saat menghadapi pemeriksaan pajak. Tanpa TP Doc yang memadai, petugas pajak berwenang menentukan kembali harga transaksi Anda, yang sering kali berujung pada Kurang Bayar pajak yang sangat besar.

Wajib Pajak wajib menyusun TP Doc jika memenuhi salah satu kriteria berikut pada tahun pajak sebelumnya:
• Peredaran bruto lebih dari Rp50 miliar.
• Nilai transaksi afiliasi lebih dari Rp20 miliar untuk barang berwujud, atau lebih dari Rp5 miliar untuk jasa, bunga, pemanfaatan barang tak berwujud, atau transaksi afiliasi lainnya

Identifikasi Transaksi Afiliasi

Saat menjelaskan transaksi barang/jasa, tujuan utamanya bukan menceritakan proses bisnis, tetapi:

membuktikan bahwa harga/imbalan ditetapkan sesuai Arm’s Length Principle (ALP).

Karena itu, penjelasan harus menjawab 5 pertanyaan kunci:

  1. Apa yang ditransaksikan?
  2. Siapa pihak-pihaknya?
  3. Bagaimana alur transaksi terjadi?
  4. Mengapa transaksi tersebut wajar secara bisnis?
  5. Berapa nilai dan bagaimana penentuan harganya?

Struktur Standar Penjelasan Transaksi BARANG

Tuliskan secara eksplisit:

Contoh narasi:

PT A melakukan pembelian barang berupa komponen elektronik (HS Code 8542) dari PT B (afiliasi) yang berdomisili di Singapura secara rutin setiap bulan dengan volume rata-rata 50.000 unit per bulan menggunakan skema Incoterms CIF Jakarta.

Jelaskan:

PT A bertindak sebagai distributor eksklusif di Indonesia, sedangkan PT B berfungsi sebagai principal dan produsen barang.

Jelaskan step-by-step:

  1. Pemesanan (purchase order)
  2. Produksi
  3. Pengiriman
  4. Penagihan
  5. Pembayaran

📌 Flow chart sangat disarankan untuk memperjelas.

Kaitkan transaksi dengan FAR:

Contoh:

Dalam transaksi ini, PT B menanggung risiko produksi dan kualitas, sedangkan PT A menanggung risiko pasar dan piutang usaha.

Jelaskan:

Harga pembelian ditetapkan berdasarkan kebijakan grup dengan metode Resale Price Method, mengingat PT A tidak menambah nilai signifikan atas barang selain aktivitas distribusi.

Contoh narasi transaksi BARANG:

Transaksi pembelian barang dari pihak afiliasi dilakukan secara berkesinambungan untuk mendukung kegiatan distribusi di Indonesia. PT A berperan sebagai distributor risiko terbatas (limited risk distributor), sementara PT B berperan sebagai principal. Harga barang ditentukan berdasarkan metode TNMM dengan indikator laba bersih terhadap penjualan, yang menunjukkan bahwa margin laba PT A berada dalam rentang wajar.

Struktur Standar Penjelasan Transaksi JASA

Jelaskan secara spesifik:

❌ Hindari: “management fee” tanpa penjelasan
✅ Gunakan: “strategic marketing support, termasuk penyusunan campaign plan dan market analysis”

Jawab:

Mengapa jasa ini dibutuhkan dan tidak bisa dilakukan sendiri?

Jasa diberikan karena PT A belum memiliki kapabilitas internal dalam analisis big data pemasaran regional.

Buktikan bahwa jasa:

Contoh:

Jasa ini menghasilkan peningkatan efisiensi biaya pemasaran sebesar 12% pada tahun berjalan.

Analisis fungsional jasa:

Mekanisme Penentuan Imbalan:

Jelaskan:

Penentuan nilai jasa harus menyajikan:

Contoh narasi transaksi JASA:

PT A menerima jasa dukungan manajemen dari PT C yang mencakup layanan perencanaan strategis dan pengendalian kinerja. Jasa tersebut memberikan manfaat ekonomi yang terukur dan tidak bersifat duplikasi atau shareholder activity. Imbalan jasa ditetapkan menggunakan metode Cost Plus dengan mark-up yang sebanding dengan perusahaan independen.

Struktur Standar Penjelasan Transaksi Royalti dan Lisensi

Semuanya bermula dari adanya Harta Tak Berwujud (Intangible Asset) atau Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) yang bernilai ekonomis.

Seseorang atau perusahaan tidak bisa memberikan lisensi atas sesuatu yang tidak mereka miliki atau kuasai.

Aset ini biasanya berupa:

Royalti adalah imbalan atas penggunaan informasi rahasia, pengalaman industri, atau HKI yang belum diungkapkan secara umum, termasuk lisensi untuk diperbanyak atau dimanfaatkan pihak lain.

Transaksi ini diidentifikasi jika melibatkan transfer hak penggunaan, bukan sekadar jual beli aset tetap

Know How Fee

Lisensi dianggap royalti jika memberikan hak eksploitasi komersial HKI (misalnya software untuk dijual ulang), dengan bukti berupa perjanjian kontrak dan substansi transfer pengetahuan.

Jika hanya untuk penggunaan internal tanpa hak reproduksi, diklasifikasikan sebagai jual beli biasa tanpa royalti.

Uji Eksistensi & Uji Manfaat (Benefit Test)

Pemeriksa pajak tidak akan peduli berapa persen royalti Anda jika Anda tidak bisa membuktikan bahwa harta tak berwujud itu benar-benar ada dan berguna.

  1. Eksistensi (Existence):
    • Apakah Harta Tak Berwujud (IP) itu benar-benar ada? (Buktikan dengan sertifikat merek, paten, atau dokumen know-how).
    • Siapa pemilik legalnya?
  2. Manfaat (Benefit Test):
    • Apakah penerima lisensi (Licensee) mendapatkan nilai ekonomi/komersial?
    • Indikator: Apakah dengan membayar royalti ini penjualan meningkat? Efisiensi naik? Atau profit margin membesar?
    • Jebakan: Jika perusahaan rugi terus bertahun-tahun tapi tetap bayar royalti, DJP biasanya akan menganggap royalti itu tidak wajar (koreksi menjadi 0%).

Analisis DEMPE (Sangat Penting!)

ni adalah standar global (BEPS Action 8-10) yang diadopsi Indonesia. Anda tidak boleh hanya melihat “siapa pemilik sertifikat merek di kertas”. Anda harus menganalisis fungsi DEMPE:

Contoh Kasus: Perusahaan Induk di Singapura punya merek. Tapi, Perusahaan Anak di Indonesia yang keluar uang buat iklan, bikin branding, dan menjaga kualitas (melakukan fungsi DEMPE).

Kesimpulan: Induk di Singapura tidak berhak mendapatkan royalti penuh, karena Anak Usaha di Indonesia yang bekerja keras menaikkan nilai merek tersebut.

Struktur Standar Penjelasan Transaksi Pinjaman Intra Grup

Transaksi pinjaman antar pihak afiliasi (Intra-Group Loan) adalah salah satu area yang paling agresif diperiksa oleh otoritas pajak (DJP) karena sifatnya yang mudah digeser-geser untuk memindahkan laba (melalui beban bunga).

Dalam penyusunan TP Doc, Anda tidak bisa sekadar bilang “Bunganya 5% karena deposito bank 4%”.

Itu tidak cukup. Ada struktur pengujian baku yang harus diikuti sesuai OECD Transfer Pricing Guidelines Bab X dan PMK-172.

Apakah Ini Benar-benar Pinjaman? (Delineation of Transaction)

Sebelum bicara soal “berapa bunganya”, DJP akan menguji dulu “apakah ini utang atau modal?”.

Analisis Peringkat Kredit (Credit Rating Analysis) – Paling Penting!

Ini adalah jantung dari transfer pricing untuk pinjaman. Anda tidak bisa membandingkan bunga pinjaman perusahaan Tbk (Blue Chip) dengan bunga pinjaman PT baru berdiri.

Dalam TP Doc, Anda harus melakukan:

Analisis Syarat & Ketentuan (Terms and Conditions)

Setelah tahu peringkat kredit peminjam (misal: BB+), Anda harus mencari data pembanding yang punya karakteristik sama (“Apple-to-Apple”). Faktor yang harus diuji:

  1. Mata Uang: Pinjaman Rupiah (IDR) bunganya pasti lebih tinggi dari USD atau JPY. Jangan bandingkan bunga Rupiah dengan LIBOR/SOFR.
  2. Jangka Waktu (Tenor): Pinjaman 1 tahun vs 10 tahun bunganya berbeda.
  3. Sifat Bunga: Tetap (Fixed) atau Mengambang (Floating).
  4. Tanggal Transaksi: Ini fatal. Jangan gunakan data bunga tahun 2024 untuk menguji pinjaman yang terjadi di tahun 2020. Kondisi makroekonomi sudah berubah.
  5. Subordinasi: Apakah ini pinjaman prioritas (Senior Loan) atau pinjaman yang dibayar belakangan (Subordinated Loan)?

Pencarian Pembanding (Benchmarking Strategy)

Metode yang wajib digunakan adalah CUP (Comparable Uncontrolled Price).

Penentuan Tingkat Bunga Wajar

Dari hasil pencarian di atas, Anda akan mendapatkan sekumpulan data (misalnya 15 obligasi pembanding). Buatlah rentang kewajaran (Interquartile Range):

Struktur Standar Penjelasan Transaksi Cost Sharing atau Cost Allocation

Menentukan kewajaran transaksi Cost Allocation (Alokasi Biaya) atau sering dikenal sebagai Management Fees atau Head Office Charges adalah salah satu area yang paling sering dikoreksi oleh auditor pajak (DJP) di Indonesia.

Mengapa? Karena transaksi ini sering dianggap sebagai cara mudah bagi perusahaan multinasional untuk “menyedot” laba dari Indonesia ke kantor pusat tanpa substansi yang jelas.

Dalam penyusunan TP Doc, Anda harus sangat berhati-hati membedakan antara Cost Allocation (Intra-Group Services) dengan Cost Contribution Arrangement (CCA). Meskipun mirip, keduanya berbeda secara konsep.

Uji Eksistensi & Manfaat (The Benefit Test)

Ini adalah “pintu gerbang” utama. Sebelum bicara soal harga atau rumus alokasi, Anda harus menjawab pertanyaan auditor: “Apakah jasa ini benar-benar ada dan apakah perusahaan anak di Indonesia membutuhkannya?”

Dalam TP Doc, Anda wajib membuktikan:

  1. Bukti Aktivitas: Ada e-mail, notulen rapat, laporan kerja, atau hasil training yang diberikan oleh Kantor Pusat. (Hanya invoice saja tidak cukup!).
  2. Nilai Ekonomi: Apakah jasa ini memberikan nilai tambah? Apakah jika Kantor Pusat tidak memberikannya, perusahaan anak di Indonesia harus membayarnya ke pihak ketiga atau merekrut karyawan sendiri?
    • Contoh: Jasa IT Support dari Pusat. Jika tidak ada, PT Indonesia harus menyewa vendor IT lokal. Maka, jasa ini lolos uji manfaat.
  3. Bukan Duplikasi: Pastikan PT Indonesia tidak memiliki departemen yang melakukan hal yang sama.
    • Red Flag: Kantor Pusat menagih “HR Services”, tapi PT Indonesia punya Manajer HRD lengkap dengan timnya. Ini akan dianggap duplikasi dan dikoreksi.

Eliminasi Shareholder Activities (Biaya Pemegang Saham)

Ini adalah poin paling krusial dalam Cost Allocation. Tidak semua biaya Kantor Pusat boleh dibebankan ke Anak Perusahaan.

Biaya yang TIDAK BOLEH ditagihkan (Non-Chargeable) adalah aktivitas yang semata-mata untuk kepentingan Induk sebagai pemegang saham, contohnya:

Di TP Doc: Anda harus membuat pernyataan tegas bahwa “Total biaya yang dialokasikan (Cost Pool) telah dikeluarkan dari biaya-biaya Shareholder Activities.”

Menentukan Cost Pool (Total Biaya yang Akan Dibagi)

Setelah membuang Shareholder Activities, sisa biayanya disebut Cost Pool.

Memilih Dasar Alokasi (Allocation Key)

Bagaimana membagi tagihan Cost Pool tadi ke berbagai anak perusahaan di seluruh dunia? Anda harus memilih Allocation Key yang paling mencerminkan konsumsi jasa (benefit received).

Kunci alokasi harus logis dan konsisten (“Apple-to-Apple”):

Jenis JasaAllocation Key yang Disarankan (Wajar)Allocation Key yang Dihindari (Sering Dikoreksi)
HRD / PersonaliaJumlah Karyawan (Headcount)Omzet Penjualan
IT SupportJumlah User / Jumlah PC / LisensiJumlah Karyawan (jika banyak buruh pabrik yang tidak pakai PC)
Marketing GlobalOmzet Penjualan (Sales Turnover)Laba Bersih
Procurement/LogistikVolume PembelianJumlah Karyawan
Sewa GedungLuas Lantai (Floor Space)Omzet Penjualan

Di TP Doc: Jelaskan mengapa Anda memilih kunci alokasi tersebut. Ini contoh narasi:

“Kami menggunakan Headcount untuk alokasi biaya HRD karena beban kerja departemen HRD berbanding lurus dengan jumlah karyawan yang diurus, bukan berdasarkan omzet penjualan.”

Menentukan Mark-up (Unsur Laba)

Apakah Kantor Pusat boleh mengambil untung?

Berapa Mark-up yang wajar?

  1. Jasa Bernilai Tambah Rendah (Low Value-Adding Intra-Group Services / LVIS):
    • Sifatnya rutin, pendukung, tidak berisiko tinggi (Contoh: Admin, IT support dasar, Akuntansi dasar).
    • OECD & Praktik Umum: Mark-up 5% biasanya diterima tanpa perlu benchmarking yang rumit (dikenal sebagai pendekatan Safe Harbor di banyak negara).
  2. Jasa Strategis/Teknis:
    • Contoh: Jasa R&D, Jasa Manajemen Strategis, Jasa Teknik.
    • Harus dilakukan Benchmarking (menggunakan database seperti Orbis/Rusd) untuk mencari perusahaan konsultan sejenis dan melihat berapa Net Cost Plus Mark-up mereka.

Struktur Standar Penjelasan Transaksi Intangible

Menguji kewajaran transaksi Harta Tak Berwujud (Intangible Assets) dalam TP Doc adalah “Raja Terakhir” dalam dunia Transfer Pricing.

Ini adalah area dengan risiko koreksi tertinggi karena sifat asetnya yang unik, sulit dicari pembandingnya, dan nilainya yang bisa sangat subjektif.

Transaksi intangibles bisa berupa dua hal:

  1. Lisensi (Sewa hak pakai -> bayar Royalti).
  2. Pengalihan/Penjualan (Jual putus -> bayar Harga Jual).

Identifikasi Aset (Identification of Intangibles)

Langkah pertama, definisikan dengan spesifik apa asetnya. Jangan hanya tulis “Merek”.

Poin Kunci di TP Doc: Jelaskan apakah aset ini unik dan bernilai tinggi? Semakin unik asetnya, semakin sulit menggunakan metode pembanding biasa (seperti TNMM).

Analisis DEMPE

Ini adalah inti dari pengujian. Di Indonesia, sekadar menjadi Pemilik Legal (namanya tertulis di sertifikat HAKI) tidak menjamin Anda berhak atas seluruh keuntungan aset tersebut.

Anda harus membedah siapa yang melakukan fungsi DEMPE:

Kesimpulan DEMPE dalam TP Doc:

Karakterisasi Transaksi

entukan jenis transaksinya:

Penyusunan MASTER FILE

Master File memberikan gambaran “Helicopter View” mengenai grup usaha secara global.

Berbeda dengan Local File yang fokus pada satu entitas, Master File menuntut Anda memahami bisnis grup secara keseluruhan.

Persiapan & Penentuan Kewajiban

Sebelum menulis, pastikan Anda memenuhi syarat. Di Indonesia, jika Anda wajib membuat Local File (transaksi afiliasi > Rp 20 Miliar barang / Rp 5 Miliar jasa), maka Anda OTOMATIS WAJIB membuat Master File.

Dokumen yang perlu dikumpulkan dari Kantor Pusat (Head Office):

  1. Bagan struktur grup legal (kepemilikan saham).
  2. Laporan Keuangan Konsolidasi (Audited Consolidated Financial Statements).
  3. Daftar Perjanjian Harta Tak Berwujud (Intangibles) antar grup.
  4. Kebijakan penetapan harga transfer (TP Policy) tingkat grup.
  5. Daftar Apa Saja (APA) yang dimiliki grup di negara lain.

Menyusun 5 Bagian Utama Master File

Master File wajib memuat 5 bab utama berikut ini. Saya akan jelaskan cara menyusunnya langkah demi langkah:

1. Struktur Organisasi (Organizational Structure)

Anda harus menggambarkan struktur hukum dan kepemilikan modal serta lokasi geografis entitas operasi.

2. Kegiatan Usaha Grup (Description of Group’s Business)

Ini adalah bagian terpanjang. Anda harus menceritakan bagaimana grup menghasilkan uang (profit drivers).

3. Harta Tak Berwujud (Intangibles)

Bagian ini sangat krusial karena sering menjadi sasaran koreksi pajak (lihat diskusi kita sebelumnya tentang Royalti).

4. Aktivitas Keuangan Antar Anggota Grup (Intercompany Financial Activities)

Bagian ini fokus pada bagaimana grup mendapatkan dan meminjamkan dana.

5. Posisi Keuangan dan Pajak Grup (Financial and Tax Positions)

Penyelarasan Narasi (Consistency Check)

Ini adalah langkah yang membedakan konsultan amatir dan ahli. Anda harus memastikan Konsistensi antara Master File dan Local File.

Contoh Cek Silang:

Finalisasi dan Bahasa

Bahasa: Sesuai PMK-172, Master File harus disajikan dalam Bahasa Indonesia. Jika dokumen asli dari Induk (Global Master File) berbahasa Inggris, Anda wajib menerjemahkannya.

Ketersediaan (Ex-Ante): Dokumen ini harus “tersedia” paling lambat 4 bulan setelah akhir tahun pajak (biasanya 30 April untuk tahun buku Desember).

Tanda Tangan: Tidak perlu ditandatangani terpisah, tapi dilampirkan dalam Ikhtisar Dokumen Induk & Lokal yang ditandatangani Direksi saat lapor SPT.

Penyusunan LOCAL FILE

Berbeda dengan Master File yang bicara “helikopter view” grup global, Local File fokus membedah “jeroan” satu entitas wajib pajak di Indonesia.

Dokumen ini harus sangat mendetail karena inilah yang akan dibedah pertama kali oleh Auditor Pajak (DJP) saat pemeriksaan.

Identitas dan Kegiatan Usaha (Business Overview)

Langkah pertama adalah mendeskripsikan “siapa Anda”. Jangan hanya copy-paste Akta Pendirian.

Anda harus menceritakan bisnis secara komersial.

Yang harus ditulis:

  1. Struktur Manajemen: Bagan organisasi perusahaan lokal (siapa lapor ke siapa).
  2. Deskripsi Bisnis: Apa produknya? Siapa pesaing utamanya di Indonesia? Bagaimana strategi pemasarannya?
  3. Keterlibatan dalam Grup: Apakah perusahaan lokal hanya “tukang jahit” (maklon), distributor risiko rendah, atau pemilik strategi penuh?

Identifikasi Transaksi Afiliasi

Anda harus mendaftar seluruh transaksi dengan pihak hubungan istimewa. Jangan ada yang terlewat.

Checklist Transaksi:

Analisis Fungsional (FAR Analysis) – Paling Kritis!

Ini adalah jantung dari Local File. Anda harus memetakan Fungsi, Aset, dan Risiko (FAR) untuk menentukan karakter perusahaan. Karakter ini akan menentukan seberapa besar laba yang pantas Anda dapatkan.

Gunakan format tabel perbandingan antara PT Lokal (Indonesia) vs Lawan Transaksi (Afiliasi).

Contoh Narasi FAR:

Kesimpulan Tahap Ini: Anda harus menyimpulkan karakter PT Indonesia. Apakah sebagai:

Pemilihan Metode Transfer Pricing

Berdasarkan karakterisasi di atas, pilih metode yang paling tepat (The Most Appropriate Method).

Hierarki Pemilihan (Sesuai PMK-172):

  1. CUP (Comparable Uncontrolled Price): Wajib dipakai jika ada barang identik.
  2. TNMM (Transactional Net Margin Method): Paling sering dipakai (90% kasus). Membandingkan laba bersih (Net Margin) dengan perusahaan sejenis.
  3. Cost Plus / Resale Price Method: Untuk manufaktur maklon atau distributor murni.
  4. Profit Split: Hanya untuk kasus sangat kompleks/terintegrasi.

Analisis Kesebandingan (Benchmarking Study)

Jika Anda menggunakan metode TNMM (membandingkan margin laba), Anda perlu mencari perusahaan pembanding (comparables).

Langkah Teknis Benchmarking:

  1. Database: Gunakan database komersial (seperti Orbis, Osiris, TP Catalyst). DJP juga menggunakan alat yang sama.
  2. Kriteria Pencarian (Screening):
    • Kode Industri (NACE/SIC Code) yang sama.
    • Wilayah (Prioritas Indonesia -> ASEAN -> Asia Pasifik).
    • Independensi (Pilih perusahaan yang tidak punya transaksi afiliasi >25%).
    • Ketersediaan Data Keuangan (3-5 tahun terakhir).
  3. Analisis Kuantitatif: Hitung PLI (Profit Level Indicator).
    • Untuk Manufaktur: Gunakan FCP (Full Cost Plus Mark-up) = Laba Operasi / Total Biaya.
    • Untuk Distributor: Gunakan OM (Operating Margin) = Laba Operasi / Penjualan.
  4. Hasil: Tentukan rentang kewajaran (Interquartile Range).

Laporan Keuangan Tersegmentasi (Segmented Financials)

Ini adalah aturan khusus Indonesia yang sangat ketat.

Jika PT Indonesia punya transaksi afiliasi dan independen sekaligus, atau punya beberapa jenis usaha (misal: Jual Mobil & Jual Jasa Servis), Anda WAJIB memecah laporan laba rugi.

Tabel Segmentasi harus menunjukkan:

Tujuannya: Agar DJP bisa melihat apakah margin laba transaksi afiliasi (Kolom A) sudah wajar atau belum, tanpa “tercemar” oleh transaksi independen.

Peristiwa Non-Keuangan (Non-Financial Events)

Jelaskan faktor eksternal yang mempengaruhi laba rugi tahun ini.

Exit mobile version