Banyak orang beranggapan bahwa warisan dari orang tua atau keluarga tidak pernah kena pajak. Padahal, dalam praktiknya, ada aturan khusus yang mengatur bagaimana harta warisan diperlakukan dalam sistem perpajakan di Indonesia. Kesalahpahaman ini sering menimbulkan masalah, mulai dari sengketa keluarga hingga persoalan dengan otoritas pajak.
Lalu, benarkah warisan selalu bebas pajak? Ataukah ada kondisi tertentu di mana penerima waris wajib melaporkan dan membayar pajak atas aset yang diperoleh?
Dalam artikel ini, kita akan membahas secara tuntas mengenai pajak warisan di Indonesia agar aman terhindar dari Pajak Penghasilan.
Warisan Bukan Objek Pajak
Tidak ada perdebatan lagi bahwa warisan merupakan penghasilan yang dikecualikan dari objek pajak. Hal ini diatur di Pasal 4 ayat (3) huruf b Undang-Undang Pajak Penghasilan.
Bunyi ketentuannya dari dulu hingga sekarang tidak ada perubahan. Secara kalimat lengkapnya begini, “Yang dikecualikan dari objek pajak adalah: warisan.”
Bagian penjelasan huruf b menyebutkan “cukup jelas”. Tidak ada syarat supaya dikecualikan.
Hukum Waris di Indonesia
Ketentuan perpajakan tidak mengatur tentang waris. Tapi hukum yang berlaku di Indonesia ada 3 yang mengatur masalah waris.
Apa dan bagaimana warisan? Jawabannya ada di ketiga hukum tersebut.
Hukum Waris Islam
Bagi pemeluk agama Islam, warisan wajib hukumnya dibagikan menurut kaidah fiqih yang sering disebut faraid.
Faraidh adalah istilah dalam hukum Islam yang merujuk pada aturan pembagian harta warisan berdasarkan syariat, terutama yang diatur dalam Al-Qur’an (QS. An-Nisa ayat 11, 12, dan 176), Hadis Nabi, serta ijma’ ulama.
Istilah ini berasal dari kata faradha yang berarti “menetapkan”, sehingga faraidh adalah pembagian yang sudah ditetapkan Allah.
Menurut Islam, warisan yang dibagi jika telah terpenuhi kewajiban. Kewajiban dimaksud adalah:
- Pelaksanaan wasiat (maksimal 1/3 dari harta, tidak kepada ahli waris kecuali disetujui ahli waris lain). Barulah setelah itu sisanya dibagikan kepada ahli waris.
- Biaya pemakaman pewaris (tajhiz al-mayyit).
- Pelunasan hutang pewaris.
Ahli Waris Ditentukan Syariat
Ahli waris dalam faraidh sudah ditentukan oleh Al-Qur’an dan Sunnah, terdiri dari:
- Ashabul Furudh → ahli waris yang mendapat bagian tertentu (misalnya: 1/2, 1/3, 1/4, 1/6, 1/8). Contoh: suami, istri, ayah, ibu, anak perempuan.
- ‘Ashabah → ahli waris yang mendapatkan sisa harta setelah ashabul furudh. Umumnya laki-laki lebih berperan dalam kategori ini.
- Dzawil Arham → kerabat jauh yang bisa mewarisi jika tidak ada ashabul furudh dan ‘ashabah.
Perbedaan Bagian Laki-laki dan Perempuan
Secara umum, laki-laki mendapat bagian dua kali lipat dari perempuan dalam tingkat ahli waris yang sama. Contoh: anak laki-laki dan anak perempuan → bagian laki-laki = 2:1.
Prinsip ini bukan diskriminasi, melainkan karena laki-laki dalam syariat Islam memiliki kewajiban nafkah terhadap keluarga.
Tabel Pembagian
| Ahli Waris | Bagian | Syarat |
|---|---|---|
| Suami | 1/2 | Jika pewaris tidak punya anak/cucu. |
| 1/4 | Jika pewaris punya anak/cucu. | |
| Istri | 1/4 | Jika pewaris tidak punya anak/cucu. |
| 1/8 | Jika pewaris punya anak/cucu. | |
| Ayah | 1/6 | Jika pewaris punya anak. |
| ‘Ashabah (sisa) | Jika pewaris tidak punya anak. | |
| Ibu | 1/3 | Jika pewaris tidak punya anak. |
| 1/6 | Jika pewaris punya anak. | |
| 1/6 | Jika pewaris meninggalkan beberapa saudara (≥2). | |
| Anak Laki-laki | ‘Ashabah | Mendapat sisa, dan 2 kali bagian anak perempuan. |
| Anak Perempuan (tunggal) | 1/2 | Jika sendirian tanpa anak laki-laki. |
| Anak Perempuan (≥2) | 2/3 | Dibagi rata jika ≥2, tanpa anak laki-laki. |
| Anak Perempuan (dengan anak laki-laki) | ‘Ashabah | Mendapat sisa, dengan perbandingan 2:1. |
| Saudara Laki-laki Seibu | 1/6 | Jika sendirian, tanpa anak & ayah. |
| 1/3 | Jika ≥2 orang, tanpa anak & ayah. | |
| Saudara Perempuan Kandung | 1/2 | Jika sendirian, tanpa anak & ayah. |
| 2/3 | Jika ≥2 orang, tanpa anak & ayah. | |
| ‘Ashabah | Jika bersama saudara laki-laki kandung (2:1). |
Hukum Waris di KUH Perdata
Secara historis dan praktik di Indonesia hukum waris KUH Perdata digunakan oleh warga negara:
- Warga negara Indonesia non-Muslim (umumnya keturunan Tionghoa, Eropa, atau lainnya) yang tidak terikat hukum adat tertentu.
- Warga negara asing yang tinggal di Indonesia (karena KUH Perdata awalnya ditujukan bagi golongan Eropa).
- Masyarakat yang secara yuridis memilih tunduk pada KUH Perdata (misalnya melalui perjanjian perkawinan campuran atau pilihan hukum).
Prinsip-Prinsip Utama Hukum Waris Perdata
Bahwa hukum waris berlaku jika pewaris telah meninggal dunia. Pasal 830 KUH Perdata: “Pewarisan hanya berlangsung karena kematian.”
Artinya, warisan baru terbuka setelah pewaris meninggal dunia.
Ada Hubungan Hukum Antara Pewaris dan Ahli Waris
Dalam hukum waris perdata, terdapat asas yang disebut asas “nasciturus pro iam nato habetur”
Yang dapat menjadi ahli waris adalah keluarga sedarah (nasciturus hingga derajat tertentu) dan pasangan sah.
Sistem Golongan Ahli Waris
Ahli waris menurut KUH Perdata dibagi dalam empat golongan:
- Golongan I → Anak (keturunan ke bawah) + pasangan (suami/istri yang hidup terlama).
- Golongan II → Orang tua (ayah & ibu) + saudara pewaris, termasuk keturunan saudara (keponakan).
- Golongan III → Kakek-nenek dan leluhur ke atas.
- Golongan IV → Paman, bibi, dan keturunannya yang lebih jauh.
👉 Prinsip golongan terdekat menutup golongan berikutnya berarti:
Selama masih ada ahli waris dari golongan yang lebih dekat, maka golongan di bawahnya tidak mendapat warisan sama sekali.
Prinsip ini didasarkan pada asas kedekatan hubungan darah dengan pewaris:
- Keturunan langsung (anak) dianggap paling berhak.
- Jika tidak ada, maka hak berpindah ke orang tua & saudara.
- Jika masih tidak ada, berpindah ke leluhur (kakek-nenek).
- Baru terakhir keluarga samping jauh (paman, bibi, sepupu).
| Golongan | Siapa Saja | Keterangan & Prinsip Penutupan |
|---|---|---|
| Golongan I | – Anak (dan keturunannya, misalnya cucu melalui plaatsvervulling) – Suami/istri yang hidup terlama | Selama ada anak (atau keturunannya), maka semua golongan di bawah tertutup. Pasangan selalu mewaris bersama anak. |
| Golongan II | – Orang tua (ayah & ibu) – Saudara kandung pewaris – Keponakan (anak saudara, melalui plaatsvervulling) | Berhak jika tidak ada golongan I. Jika masih ada orang tua/saudara, maka golongan III & IV tertutup. |
| Golongan III | – Kakek-nenek (dari pihak ayah maupun ibu) | Berhak jika golongan I & II tidak ada. Jika masih ada kakek-nenek, maka golongan IV tertutup. |
| Golongan IV | – Paman, bibi (saudara orang tua pewaris) – Sepupu (keturunan mereka, melalui plaatsvervulling) | Hanya berhak jika golongan I, II, III tidak ada. Ini golongan terakhir menurut KUH Perdata. |
Jadi, yang namanya warisan itu tidak bisa “suka-suka”. Tidak bisa seperti: tiba-tiba saya mendapatkan ahli waris, yang pewarisnya bukan keluarga.
Asas Legitime Portie
Asas Legitime Portie adalah asas dalam hukum waris (khususnya yang bersumber dari Kitab Undang-Undang Hukum Perdata/ KUHPerdata) yang mengatur bahwa ada bagian tertentu dari harta peninggalan pewaris yang wajib diberikan kepada ahli waris tertentu (legitimaris) dan tidak boleh dikurangi atau dihapuskan, meskipun pewaris membuat wasiat atau hibah.
Legitime Portie (LP) merupakan bagian mutlak (hak mutlak) ahli waris tertentu yang dilindungi undang-undang.
Ahli waris yang berhak disebut legitimaris, yaitu:
- Anak-anak sah (dan keturunannya jika anak sudah meninggal).
- Orang tua (bapak dan ibu) jika pewaris tidak punya anak.
- Kadang termasuk istri/suami (tergantung interpretasi).
Pewaris memang boleh membuat wasiat, hibah, atau memberikan harta kepada pihak lain, tetapi tidak boleh melanggar bagian Legitime Portie.
Jika pewaris melanggar (misalnya membagikan seluruh harta ke pihak luar lewat wasiat), maka legitimaris berhak menggugat agar wasiat/hibah itu dikurangi sampai hak LP terpenuhi.
Pentingnya Akta Waris
Akta Notaris pembagian waris (sering disebut Akta Pembagian Warisan atau Akta Pembagian Hak Bersama) adalah dokumen resmi yang dibuat di hadapan notaris untuk menetapkan dan mengesahkan pembagian harta peninggalan pewaris kepada ahli waris.
Kekuatan Hukum yang Pasti
- Akta notaris merupakan akta otentik yang mempunyai kekuatan pembuktian sempurna (Pasal 1868 KUHPerdata).
- Jika pembagian hanya dilakukan secara lisan atau tertulis biasa tanpa notaris, bisa diperdebatkan atau dibatalkan.
- Dengan akta notaris, kedudukan hukum para ahli waris menjadi jelas dan terlindungi.
Syarat Administrasi Pertanahan & Perbankan
Untuk membalik nama sertifikat tanah warisan ke atas nama ahli waris, BPN (Badan Pertanahan Nasional) mewajibkan adanya akta pembagian waris.
Untuk mencairkan tabungan, deposito, atau aset lain di bank atas nama pewaris, bank biasanya meminta akta waris sebagai syarat pencairan.
Kepatuhan Pajak dan Administrasi
Pembagian waris lewat akta notaris juga memudahkan penghitungan dan pembayaran Pajak Penghasilan (PPh) final atas pengalihan harta warisan yang dibagi.
Notaris memastikan bahwa proses tersebut sesuai dengan aturan perpajakan dan perdata.
Surat Keterangan Bebas
Surat Keterangan Bebas atau SKB merupakan surat yang ditanda-tangani oleh kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama (KPP Pratama) tempat pewaris berada.
SKB wajib diajukan oleh ahli waris kepada KPP Pratama dimana pewaris terdaftar. Jika selama hidup tidak pernah terdaftar, maka dapat dibuatkan Surat Pernyataan bahwa selama hidupnya memiliki penghasilan dibawah PTKP. Dan permohonan diajukan sesuai domisili pewaris.
Dasar pembuatan SKB adalah Akta Pembagian Warisan atau Akta Pembagian Hak Bersama.
Dua Transaksi Penjualan Warisan
Biasanya, jika warisan berbentuk barang, maka agar pembagian sesuai ketentuan, maka untuk memudahkan harta warisan dijual. Hasil penjualannya dibagikan kepada ahli waris.
Misal harta warisannya berupa tanah 30 hektar di pusat kota. Ini pasti nilainya besar. Dan semua ahli waris tentu berharap mendapatkan jatah sesuai ketentuan.
Maka tanah tersebut dijual. Dicari pembeli. Nanti, sertifikat tanah akan beralih dari pewaris, kepada pembeli.
Namun, dalam konteks hukum, penyerahan harta warisan ada dua tahap, yakni dari pewaris ke ahli waris. Dan dari ahli waris kepada pembeli.

Transaksi Yang Dibebaskan
Dari dua transaksi tersebut, transaksi yang bebaskan dari Pajak Penghasilan adalah transaksi dari pewaris kepada ahli waris.
Jadi Surat Keterangan Bebas atau SKB diberikan untuk transaksi dari pewaris kepada ahli waris. Saat menerima tanah dari pewaris, si ahli waris tidak dikenakan Pajak.
Namun, saat ahli waris jual kepada pembeli, ahli waris wajib tetap bayar Pajak.
Jadi, bukan berarti 100% bebas pajak ya!
Siapa Yang Bayar BPHTB?
BPHTB adalah bea perolehan hak atas tanah dan bangunan. Saya sering menyebutkan pajak atas dokumen SHM.
BPHTB dibayar oleh yang mengurus SHM (sertifikat hak milik) di Badan Pertanahan Nasional.
Jadi yang bayar BPHTB adalah pembeli.
Sedangkan yang bayar PPh adalah penjual. Namun, seringkali penjual “lari begitu saja”.
SHM tidak akan diproses kecuali PPh dan BPHTB dilunasi!
Jika penjual tanah “lari”, maka pembeli yang bayar PPh. Jika tidak dibayar, maka SHM tidak akan diproses.
