fbpx

Contoh Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013

Buku Petunjuk Pemotongan dan/atau Pemungutan PPh edisi revisi 2013
SOAL: PT Tinta Bersih adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang percetakan. Dibulan September 2013 dikontrak oleh PT Tunas Mekar untuk mencetak poster. Atas kontrak tersebut pada tanggal 3 Oktober 2013 PT Tunas Mekar membayar Rp300.000.000,00 kepada PT Tinta Bersih. Peredaran bruto bulan Oktober 2013 adalah Rp300.000.000,00
SPT Tahunan PPh badan PT Tinta Bersih melaporkan peredaran bruto perusahaan selama tahun 2012 sebesar Rp4.200.000.000,00.
Bagaimana kewajiban PPh terkait transaksi tersebut?
JAWAB:
Mengingat peredaran bruto pada tahun 2012 dibawah Rp.4.800.000.000,00, maka PT Tinta Bersih wajib melaksanakan ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013.
Dengan demikian atas penghasilan yang diterima atau diperoleh PT Tinta Bersih dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final sebesar 1% dari peredaran bruto setiap bulan.
Pajak Penghasilan yang bersifat final disetor sendiri oleh PT Bersih Tuntas, dengan perhitungannya sebagai berikut:   
1% X Rp300.000.000,00 = Rp3.000.000,00.
Kewajiban PT Bersih Tuntas adalah:
  1. menyetorkan PPh Pasal 4 ayat (2) atas usahanya sebesar Rp3.000.000,00 ke kas Negara melalui Kantor Pos atau bank yang ditunjuk Menteri Keuangan paling lama tanggal 15 November 2013;
  2. apabila Surat Setoran Pajak atau sarana administrasi lain yang dipersamakan telah mendapatkan validasi NTPN maka dianggap telah menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2) Masa Oktober 2013


Tulisan ini adalah salinan Buku Oasis yang diterbitkan DJP dan sudah diposting di pajaktaxes.blogspot.com

 

Contoh Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013, Banyak Outlet

Buku Petunjuk Pemotongan dan/atau Pemungutan PPh edisi revisi 2013
SOAL: Kris Andrean menjalankan usaha bengkel reparasi mobil sekaligus menjual suku cadang. Kris Andrean terdaftar sebagai Wajib Pajak sejak tahun 2010 dan memiliki 2 buah bengkel. Berdasarkan pencatatan tahun 2013 masing-masing bengkel memiliki peredaran bruto sebagai berikut:
Peredaran bruto bengkel Kupu-Kupu Terbang Rp150.000.000,00
Peredaran bruto bengkel Firdaus Magic Rp 100.000.000,00.
Pada bulan Januari 2014 Kris Andrean memperoleh peredaran bruto dari bengkel Kupu-Kupu Terbang sebesar Rp35.000.000,00 dan dari bengkel Firdaus Magic sebesar Rp15.000.000,00. Pada bulan Februari 2013 perusahaan swasta PT Dipity Rent Car melakukan perawatan dan reparasi mobil 5 (lima) mobil perusahaan di bengkel Kupu Kupu Terbang.  Tagihan yang dibuat PT Dipity atas jasa perawatan dan reparasi sebesar Rp2.500.000,00.
Pada tanggal 2 Januari 2014 Kris Andrean telah mengajukan permohonan pembebasan dari pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas jasa jasa perawatan dan reparasi mobil. Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat Kris Andrean menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan telah menerbitkan Surat Keterangan Bebas (SKB) berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-32/PJ/2013.
Bagaimanakah perlakuan PPh atas transaksi di atas?
JAWAB:
Peredaran bruto yang dijadikan dasar penentuan tarif PPh yang bersifat final :
Jumlah peredaran bruto bengkel Kupu-Kupu Terbang dan bengkel Firdaus magic, sehingga perhitungannya sebagai berikut:
Rp150.000.000,00 + Rp100.000.000,00 = Rp250.000.000,00
Karena peredaran bruto tahun 2013 tidak melebihi Rp4.800.000.00,00. Maka atas penghasilan Kris Andrean pada tahun 2014 dikenai Pajak Penghasilan bersifat final berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013.
Dengan demikian atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Kris Andrean dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final sebesar 1% dari peredaran bruto setiap bulan, Pajak Penghasilan yang bersifat final disetor sendiri oleh Kris Andrean, sehingga perhitungannya sebagai berikut:  
  • Bengkel Kupu-Kupu Terbang
Penghasilan atas jasa perawatan dan reparasi kepada PT Dipity Rent Car wajib dipotong PPh Pasal 21 sebesar 50% dari jumlah bruto. PT Dipity Rent Car wajib melakukan pemotongan PPh Pasal 21 atas jasa perawatan dan reparasi yang dibayarkan kepada Kris Andrean, namun demikian mengingat Kris Andrean mengajukan legalisasi Surat Keterangan Bebas Pajak Penghasilan Pasal 21 bulan Januari 2014 atas jasa perawatan dan reparasi kepada PT Dipity Rent Car, maka Kris Andrean tidak dipotong PPh Pasal 21 dengan menyetor 1% dari  peredaran bruto atas sewa alat kesehatan sebesar :
1% x Rp2.500.000,00= Rp25.000,00.
Besarnya peredaran bruto bulan Januari 2014:
Rp35.000.000,00 – Rp2.500.000,00 = Rp32.500.000,00
Besarnya PPh final yang wajib disetor sendiri oleh Kris Andrean untuk bengkel Kupu-Kupu Terbang adalah:
1% X Rp32.500.000,00 = Rp325.000,00.
Kewajiban Kris Andrean adalah:
  1. menyetorkan PPh Pasal 4 ayat (2) atas usahanya sebesar Rp325.000,00 ke kas Negara melalui Kantor Pos atau bank yang ditunjuk Menteri Keuangan paling lama tanggal 17 Februari 2014;
  2. apabila Surat Setoran Pajak atau sarana administrasi lain yang dipersamakan telah mendapatkan validasi NTPN maka dianggap telah menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2) Masa Januari 2014.
  • Bengkel Firdaus Magic
Besarnya PPh final yang wajib disetor sendiri oleh Kris Andrean untuk bengkel Firdaus Magic adalah:
1% X Rp15.000.000,00 = Rp150.000,00.
Kewajiban Kris Andrean adalah:
  1. menyetorkan PPh Pasal 4 ayat (2) atas usahanya sebesar Rp150.000,00 ke kas Negara melalui Kantor Pos atau bank yang ditunjuk Menteri Keuangan paling lama tanggal 17 Februari 2014;
  2. melaporkan SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2) Masa Januari 2014 ke KPP tempat Bengkel Firdaus Magic terdaftar karena Surat Setoran Pajak atau sarana administrasi lain yang dipersamakan telah tidak mendapatkan validasi NTPN paling lama tanggal 20 Februari 2014.

 

 
Tulisan ini adalah salinan Buku Oasis yang diterbitkan DJP dan sudah diposting di pajaktaxes.blogspot.com
 

Contoh Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013, Wajib Pajak Baru

Buku Petunjuk Pemotongan dan/atau Pemungutan PPh edisi revisi 2013
SOAL: PT Wiliam Kepler terdaftar sebagai Wajib Pajak pada bulan April 2013 dengan peredaran bruto selama 3 (tiga) bulan sebesar Rp 150.000.000,00. PT Wiliam Kepler bergerak dalam bidang usaha apotik. Pada bulan November 2013 menyewakan alat kesehatan yang dimiliki kepada Rumah Sakit Mitra Permata selama 1 tahun sebesar Rp100.000.000,00.
Total peredaran bruto  dari usaha apotik pada bulan November 2013 sebesar Rp60.000.000,00. Pada bulan Oktober 2013 PT Wiliam Kepler telah memiliki Surat Keterangan BebasPajak Penghasilan Pasal 23 berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-32/PJ/2013.
Bagaimana perlakuan PPh atas transaksi di atas?
JAWAB:
Peredaran bruto selama 3 bulan yang disetahunkan:
Rp150.000.000 X 12/3 = Rp600.000.000,00
Karena peredaran bruto disetahunkan untuk 3 bulan tersebut tidak melebihi Rp4.800.000.00,00, maka penghasilan yang diperoleh mulai pada bulan berlakunya Peraturan Pemerintah ini sampai dengan akhir tahun pajak bersangkutan (Juli s.d. Desember 2013) maka penghasilan yang diterima atau diperoleh dikenai Pajak Penghasilan bersifat final berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013.
Penghasilan atas menyewakan alat kesehatan kepada Rumah Sakit Mitra Permata wajib dipotong PPh Pasal 23 sebesar 2% dari jumlah bruto. Rumah Sakit Mitra Permata wajib melakukan pemotongan PPh Pasal 23 atas sewa alat kesehatan yang dibayarkan kepada PT Wiliam Kepler, namun demikian mengingat PT Wiliam Kepler mengajukan legalisasi Surat Keterangan Bebas Pajak Penghasilan Pasal 23 bulan November 2013 atas penghasilan dari menyewakan alat kesehatan kepada PT Wiliam Kepler, maka PT Wiliam Kepler tidak dipotong PPh Pasal 23 dengan menyetor 1% dari  peredaran bruto atas sewa alat kesehatan sebesar :
1% x Rp60.000.000,00= Rp600.000,00.
Besarnya peredaran bruto bulan November 2013:
Rp100.000.000,00-Rp60.000.000,00 = Rp40.000.000,00
Dengan demikian besarnya PPh final yang wajib  disetor sendiri oleh PT Wiliam Kepler adalah sebagai berikut:   
1% X Rp40.000.000,00 = Rp400.000,00.
Kewajiban PT Wiliam Kepler adalah:
  1. menyetorkan PPh Pasal 4 ayat (2) atas usahanya sebesar Rp400.000,00 ke kas Negara melalui Kantor Pos atau bank yang ditunjuk Menteri Keuangan paling lama tanggal 15 Agustus 2013;
  2. apabila Surat Setoran Pajak atau sarana administrasi lain yang dipersamakan telah mendapatkan validasi NTPN maka dianggap telah menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2) Masa Agustus 2013.
 
Catatan:
Dalam hal PT Wiliam Keples tidak memiliki legalisasi SKB, maka Rumah Sakit Mitra Permata tetap memotong PPh Pasal 23 atas sewa alat kesehatan.
Tulisan ini adalah salinan Buku Oasis yang diterbitkan DJP dan sudah diposting di pajaktaxes.blogspot.com

Contoh Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013, Rekanan Pemerintah

Buku Petunjuk Pemotongan dan/atau Pemungutan PPh edisi revisi 2013
SOAL: PT Merpati Arum Perkasa bergerak di bidang penjualan alat tulis kantor sejak tahun 2008. Peredaran bruto berdasarkan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Badan Tahun 2012 sebesar Rp3.600.000.000,00.
Penghasilan yang diterima atau diperoleh PT Merpati Arum Perkasa hanya dari penjualan alat tulis kantor. 
 
Total peredaran bruto atas penjualan alat tulis kantor pada bulan Oktober 2013 sebesar Rp500.000.000,00.
Pada tanggal 1 Oktober 2013 PT Merpati Arum Perkasa mengajukan permohonan pembebasan dari pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas penjualan alat tulis kantor kepada bendahara Pemerintah Kota Wates sebesar Rp40.000.000,00. 
Pada tanggal 7 Oktober 2013, Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat PT Merpati Arum Perkasa menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan telah menerbitkan Surat Keterangan Bebas (SKB) Pajak Penghasilan Pasal 22 karena PT Merpati Arum Perkasa telah memenuhi persyaratan yang diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-32/PJ/2013.
Bagaimana perlakuan PPh atas transaksi di atas?
JAWAB:
Penghasilan yang diterima atau diperoleh PT Merpati Arum Perkasa dari penjualan alat tulis kantor termasuk penghasilan yang diterima atau diperoleh dari usaha dan kriteria jumlah peredaran bruto yang diterima atau diperoleh pada tahun pajak sebelumnya tidak melebihi Rp4.800.000.000,00 maka PT Merpati Arum Perkasa memenuhi kriteria yang diatur dalam berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013.
Penghasilan atas penjualan alat tulis kantor kepada bendahara Pemerintah Kota Wates wajib dipungut PPh Pasal 22 sebesar 1,5% (satu koma lima persen) dari dari harga pembelian.
Bendahara Pemerintah Kota Wates wajib melakukan pemungutan PPh Pasal 22 atas pembelian alat tulis kantor yang dibayarkan kepada PT Merpati Arum Perkasa, namun demikian mengingat PT Merpati Arum Perkasa mengajukan legalisasi SuratKeterangan Bebas Pajak Penghasilan Pasal 22 bulan Oktober 2013 atas penjualan alat tulis kantor kepada bendahara Pemerintah Kota Wates, maka PT Merpati Arum Perkasa  tidak dipungut PPh Pasal 22 dengan menyetor 1% dari  harga pembelian alat tulis kantor sebesar :
1% x Rp40.000.000,00 = Rp400.000,00.
Besarnya peredaran bruto bulan Oktober 2013:
Rp500.000.000,00-Rp40.000.000,00 = Rp460.000.000,00
Dengan demikian besarnya PPh final yang wajib disetor sendiri oleh PT Merpati Arum Perkasa adalah sebagai berikut:   
1% X Rp460.000.000,00 = Rp4.600.000,00
Kewajiban PT Merpati Arum Perkasa adalah:
  1. menyetorkan PPh Pasal 4 ayat (2) atas usahanya sebesar Rp4.600.000,00 ke kas Negara melalui Kantor Pos atau bank yang ditunjuk Menteri Keuangan paling lama tanggal 15 November 2013;
  2. apabila Surat Setoran Pajak atau sarana administrasi lain yang dipersamakan telah mendapatkan validasi NTPN maka dianggap telah menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2) Masa Oktober 2013.
Tulisan ini adalah salinan Buku Oasis yang diterbitkan DJP dan sudah diposting di pajaktaxes.blogspot.com

Supaya Tidak Lebih Bayar

Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2013, banyak Wajib Pajak yang harus menghitung penghasilan hanya 1% saja.
Memang ada beberapa Wajib Pajak yang dirugikan dengan ketentuan ini disebabkan tarif flat.
Dalam kondisi usaha masih rugi, maka membayar PPh 1% dari omset tentu dianggap tidak adil karena seharusnya malah tidak bayar sama sekali. Masih rugi! Tetapi lebih banyak yang diuntungkan dengan berlakunya Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2013 karena jika menggunakan ketentuan umum UU PPh, tarif efektif akan lebih besar.
Artinya Wajib Pajak ini dapat diskon. Hanya saja ada beberapa ketentuan Pemotongan dan Pemungutan yang tarifnya masih lebih tinggi dari  Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2013. Akibatnya nanti bisa lebih bayar. Nah, bagaimana supaya tidak lebih bayar?

Tanggal 25 September 2013 telah diterbitkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. PER – 32/PJ/2013 tentang Tata Cara Pembebasan Dari Pemotongan Dan/Atau Pemungutan Pajak Penghasilan Bagi Wajib Pajak Yang Dikenai Pajak Penghasilan Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 Tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Usaha Yang Diterima Atau Diperoleh Wajib Pajak Yang Memiliki Peredaran Bruto Tertent. Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu yang dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final 1% dapat mengajukan permohonan pembebasan dari pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan yang tidak bersifat final kepada Direktur Jenderal Pajak.

Pemotongan PPh mana saja yang dapat dimintakan Surat Keterangan Bebas (SKB)? Permohonan SKB diajukan untuk setiap pemotongan dan/atau pemungutan menurut  PER – 32/PJ/2013 yaitu:
* Pajak Penghasilan Pasal 21,
* Pajak Penghasilan Pasal 22 dan Pasal 22 impor, dan/atau
* Pajak Penghasilan Pasal 23.

Berikut sedikit uraian tarif dan cara menghitung masing-masing jenis PPh supaya ada gambaran kelebihan pajaknya dibandingkan dengan Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2013.

Pajak Penghasilan Pasal 21
Ada beberapa Wajib Pajak Orang Pribadi yang bukan pegawai pada saat menerima penghasilan dipotong PPh Pasal 21 oleh pemberi penghasilan. Menurut Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. PER-31/PJ/2012 bahwa:
bukan pegawai adalah orang pribadi selain Pegawai Tetap dan Pegawai Tidak Tetap/Tenaga Kerja Lepas yang memperoleh penghasilan dengan nama dan dalam bentuk apapun dari Pemotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 sebagai imbalan jasa yang dilakukan berdasarkan perintah atau permintaan dari pemberi penghasilan.
Imbalan kepada Bukan Pegawai adalah penghasilan dengan nama dan dalam bentuk apapun yang terutang atau diberikan kepada Bukan Pegawai sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan yang dilakukan, antara lain berupa honorarium, komisi, fee, dan penghasilan sejenis lainnya.
Imbalan kepada Bukan Pegawai yang Bersifat Berkesinambungan adalah imbalan kepada Bukan Pegawai yang dibayar atau terutang lebih dari satu kali dalam satu tahun kalender sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan.

Atas penghasilan yang diterima bukan pegawai yang menerima imbalan berkesinambungan:
Penghasilan Kena Pajak (PKP) =  (50% x Penghasilan Bruto) – PTKP per bulan
PPh Pasal 21 Terutang = Jumlah kumulatif PKP x tarif Pasal 17

Atas penghasilan yang diterima bukan pegawai yang menerima imbalan TIDAK berkesinambungan:
PPh Pasal 21 Terutang = Penghasilan Bruto x 50%  x tarif Pasal 17

Pajak Penghasilan Pasal 22
PPh Pasal 22 yang dipotong oleh Bendaharawan Pemerintah dan Kuasa Pengguna Anggaran, serta Badan Usaha Milik Negara berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang dan/atau bahan-bahan untuk keperluan kegiatan usahanya.
PPh Pasal 22 terutang = 1,5% x harga pembelian tidak termasuk PPN

PPh Pasal 22 yang dipotong oleh Wajib Pajak Badan atas penjualan barang sangat mewah. Menurt PMK-253/2008, barang yang tergolong sangat mewah yaitu:
a. pesawat udara pribadi dengan harga jual lebih dari Rp20.000,000.000,00 (dua puluh milyar rupiah);
b. kapal pesiar dan sejenisnya dengan- harga jual lebih dari Rp10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah);
c. rumah beserta tanahnya dengan harga jual atau harga pengalihannya lebih dari Rp10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) dan luas bangunan lebih dari 500m2 (lima ratus meter persegi);
d.apartemen, kondominium, dan sejenisnya dengan harga jual atau pengalihannya lebih dari Rp10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) dan/ atau luas bangunan lebih dari 400 m2 (empat ratus meter persegi);
e. kendaraan bermotor roda empat pengangkutan orang kurang dari 10 orang berupa sedan, jeep, sport utility vehicle (suv), multi purpose vehicle (mpv), minibus dan sejenisnya dengan harga jual lebih dari Rp5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah) dan dengan kapasitas silinder lebih dari 3.000 cc.

Pajak Penghasilan Pasal 22 Impor
Importir API (angka pengenal impor) sebesar 2,5% (dua setengah persen) dari nilai impor, kecuali atas impor kedelai, gandum dan tepung terigu sebesar 0,5% (setengah persen) dari nilai impor;

Importir yang tidak menggunakan Angka Pengenal Impor (API), sebesar 7,5% (tujuh setengah persen) dari nilai impor;

Atas impor yang tidak dikuasai, sebesar 7,5% (tujuh setengah persen) dari harga jual lelang

Pajak Penghasilan Pasal 23
Objejak PPh Pasal 23 dapat dibagi dua:
passive income, yaitu deviden, bunga, royalti, sewa, dan hadiah
active income, yaitu jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain

Penghasilan yang bersinggungan dengan ketentuan Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2013 adalah yang penghasilan dari usaha alias active income. Ketentuan Pasal 23 UU PPh menentukan bahwa atas penghasilan tersebut dipotong sebesar 2% oleh pemberi penghasilan.Padahal bisa saja yang dipotong tersebut menghitung PPh terutangnya dengan ketentuan Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2013 yaitu hanya 1% saja! Akibatnya pada akhir tahun akan lebih bayar. Supaya tidak lebih bayar maka saat menerima penghasilan, tidak perlu dipotong.

Jenis penghasilan yang dipotong 2% yang termasuk usahayaitu:
[1.] Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta adalah  penghasilan yang diterima atau diperoleh sehubungan dengan kesepakatan untuk memberikan hak menggunakan harta selama jangka waktu tertentu baik dengan perjanjian tertulis maupun tidak tertulis sehingga harta tersebut hanya dapat digunakan oleh penerima hak selama jangka waktu yang telah disepakati ;

[2.] Jasa teknik adalah merupakan pemberian jasa dalam bentuk pemberian informasi yang berkenaan dengan pengalaman dalam bidang industri, perdagangan dan ilmu pengetahuan yang dapat meliputi :
a. pemberian informasi dalam pelaksanaan suatu proyek tertentu, seperti pemetaan dan/atau pencarian dengan bantuan gelombang seismik;
b. pemberian informasi dalam pembuatan suatu jenis produk tertentu, seperti pemberian informasi dalam bentuk gambar-gambar, petunjuk produksi, perhitungan-perhitungan dan sebagainya; atau
c. pemberian informasi yang berkaitan dengan pengalaman di bidang manajemen, seperti pemberian informasi melalui pelatihan atau seminar dengan peserta dan materi yang telah ditentukan oleh pengguna jasa.

[3.] Jasa manajemen adalah pemberian jasa dengan ikut serta secara langsung dalam pelaksanaan atau pengelolaan manajemen.

[4.] Jasa konsultan adalah pemberian advice (petunjuk, pertimbangan, atau nasihat) profesional dalam suatu bidang usaha, kegiatan, atau pekerjaan yang dilakukan oleh tenaga ahli atau perkumpulan tenaga ahli, yang tidak disertai dengan keterlibatan langsung para tenaga ahli tersebut dalam pelaksanaannya.

[5.] Jasa Lain, yaitu:
[5.a.] Jasa penilai (appraisal);
[5.b.] Jasa aktuaris;
[5.c.] Jasa akuntansi, pembukuan, dan asestasi laporan keuangan;
[5.d.] Jasa perancang (design);
[5.e.] Jasa pengeboran (drilling) di bidang penambangan minyak dan gas bumi (migas), kecuali yang dilakukan oleh bentuk usaha tetap;
[5.f.] Jasa penunjang di bidang penambangan migas;
[5.g.] Jasa penambangan dan jasa penunjang di bidang penambangan selain migas;
[5.h.] Jasa penunjang di bidang penerbangan dan bandar udara;
[5.i.] Jasa penebangan hutan;
[5.j.] Jasa pengolahan limbah;
[5.k.] Jasa penyedia tenaga kerja outsourcing services;
[5.l.] Jasa perantara dan/atau keagenan;
[5.m.] Jasa di bidang perdagangan surat-surat berharga, kecuali yang dilakukan oleh Bursa Efek, KSEI dan KPEI;
[5.n.] Jasa custodian/penyimpanan/penitipan, kecuai ayng dilakukan oleh KSEI;
[5.o.] Jasa pengisian suara (dubbing) dan/atau sulih suara;
[5.p.] Jasa mixing film;
[5.q.] Jasa sehubungan dengan software komputer, termasuk perawatan, pemeliharaan dan perbaikan;
[5.s.] Jasa instalasi/pemasangan mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC, dan/atau TV kabel, selain yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang lingkupnya di bidang konstruksi dan mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi;
[5.t.] Jasa perawatan/perbaikan/pemeliharaan mesin, perawatan, listrik, telepon, air, gas, AC, TV Kable, alat transportasi/kendaraan dan/atau bangunan selain yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang lingkupnya di bidang konstruksi dan mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi;
[5.u.] Jasa maklon;
[5.v.] Jasa penyelidikan dan keamanan;
[5.w.] Jasa penyelenggara kegiatan atau event organizer;
[5.x.] Jasa pengepakan;
[5.y.] Jasa penyediaan tempat dan / atau waktu dalam media masa, media luar ruang atau media lain untuk penyampaian informasi;
[5.z.] Jasa pembasmian hama;
[5.aa.] Jasa kebersihan atau cleaning service;
[5.ab.] Jasa catering atau tata boga.

Surat Keterangan Bebas 
Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu yang dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 dapat mengajukan permohonan pembebasan dari pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan yang tidak bersifat final kepada Direktur Jenderal Pajak. Pembebasan dari pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan diberikan oleh Direktur Jenderal Pajak melalui Surat Keterangan Bebas yang ditandatangani Kepala Kantor Pelayanan Pajak atas nama Direktur Jenderal Pajak.

Permohonan pembebasan dari pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan  diajukan secara tertulis kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak menyampaikan kewajiban Surat Pemberitahuan Tahunan dengan syarat:
[1.]  telah menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Tahun Pajak sebelum Tahun Pajak diajukan permohonan, untuk Wajib Pajak yang telah terdaftar pada Tahun Pajak sebelum Tahun Pajak diajukannya Surat Keterangan Bebas;

[2.] menyerahkan surat pernyataan yang ditandatangani Wajib Pajak atau kuasa Wajib Pajak yang menyatakan bahwa peredaran bruto usaha yang diterima atau diperoleh termasuk dalam kriteria untuk dikenai Pajak Penghasilan bersifat final disertai lampiran jumlah peredaran bruto setiap bulan sampai dengan bulan sebelum diajukannya Surat Keterangan Bebas, untuk Wajib Pajak yang terdaftar pada Tahun Pajak yang sama dengan Tahun Pajak saat diajukannya Surat Keterangan Bebas;

[3.] menyerahkan dokumen-dokumen pendukung transaksi seperti Surat Perintah Kerja, Surat Keterangan Pemenang Lelang dari Instansi Pemerintah, atau dokumen pendukung sejenis lainnya;

[4.] ditandatangani oleh Wajib Pajak, atau dalam hal permohonan ditandatangani oleh bukan Wajib Pajak harus dilampiri dengan Surat Kuasa Khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 Undang-Undang KUP

Permohonan  diajukan untuk setiap pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 21, Pasal 22, Pasal 22 impor, dan/atau Pasal 23. Kepala Kantor Pelayanan Pajak harus menentukan keputusan:
menerima, atau
menolak 
permohonan Wajib Pajak dalam jangka waktu 5 (lima) hari kerja sejak permohonan diterima lengkap. Jika lewat dari lima hari kerja belum juga ada keputusan permohonan maka permohonan dianggap diterima. Dan Kepala Kantor Pelayanan Pajak harus menerbitkan Surat Keterangan Bebas.

Satu hal yang mungkin menggembirakan bagi Wajib Pajak dan para petugas di KPP adalah ketentuan bahwa Surat Keterangan Bebas berlaku sampai dengan berakhirnya Tahun Pajak yang bersangkutan. Artinya tidak perlu mengajukan permohonan untuk setiap transaksi. Sekali terbit SKB di tahun yang bersangkutan maka berlaku sampai dengan 31 Desember.

Tulisan ini adalah salinan dari tulisan di pajaktaxes.blogspot.com
%d blogger menyukai ini: