Beli Rumah dan Kuda Kavaleri untuk TNI Bebas PPN

Peraturan pemerintah sering kali dianggap sebagai dokumen yang padat, teknis, dan kurang menarik bagi publik. Namun, di balik pasal-pasal yang formal, terkadang tersembunyi kebijakan-kebijakan mengejutkan yang tidak hanya berdampak luas, tetapi juga mengungkapkan prioritas negara yang sangat beragam.

Baru-baru ini, Kementerian Keuangan merilis serangkaian Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang menjadi contoh sempurna fenomena ini.

Di satu sisi, pemerintah kembali meluncurkan insentif pajak yang sangat dinantikan oleh para pencari properti. Di sisi lain, sebuah aturan lain memberikan fasilitas pajak untuk pengadaan yang jauh lebih spesifik dan tidak biasa: kuda untuk Tentara Nasional Indonesia (TNI).

Penjajaran dua kebijakan ini menawarkan wawasan unik tentang bagaimana instrumen fiskal digunakan untuk dua tujuan yang fundamental berbeda: stimulus ekonomi makro yang bersifat luas dan menyasar publik, serta eksekusi anggaran mikro yang sempit dan spesifik untuk kebutuhan negara. 

Berikut adalah tiga fakta paling mengejutkan dan berdampak dari aturan pajak terbaru pemerintah.

Insentif PPN Kembali, Tapi Pahami Skemanya.

Pemerintah secara resmi mengembalikan salah satu insentif paling populer di sektor properti, yaitu Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) untuk pembelian rumah baru.

Berdasarkan PMK Nomor 60 Tahun 2025, fasilitas ini kembali hadir dengan beberapa ketentuan kunci yang harus dipahami calon pembeli.

Berikut adalah detail utamanya:

• Jenis Properti: Berlaku untuk rumah tapak dan satuan rumah susun baru yang diserahkan dalam kondisi siap huni.

• Periode: Periode krusialnya adalah 1 Juli hingga 31 Desember 2025, di mana harus terjadi penandatanganan akta jual beli (AJB) dan serah terima unit secara fisik (dibuktikan dengan Berita Acara Serah Terima).

• Batas Harga: Harga jual properti maksimal adalah Rp5 miliar.

Namun, bagian terpenting dari skema ini adalah cara penghitungan insentifnya. Pasal 7 ayat (1) dalam aturan tersebut menyatakan bahwa pemerintah menanggung 100% PPN yang terutang, tetapi hanya untuk bagian harga jual hingga Rp2 miliar.

Untuk memahaminya, mari kita lihat contoh: Jika Anda membeli rumah seharga Rp3 miliar, maka PPN untuk Rp2 miliar pertama dari harga tersebut akan ditanggung sepenuhnya oleh pemerintah.

Namun, Anda sebagai pembeli tetap wajib membayar PPN atas sisa harga sebesar Rp1 miliar. Artinya, dari total PPN 12% sebesar Rp330 juta, pemerintah menanggung sekitar Rp220 juta (PPN dari bagian Rp2 miliar), sementara pembeli tetap harus membayar PPN atas sisa Rp1 miliar, yaitu sekitar Rp110 juta.

Skema berjenjang ini menunjukkan upaya pemerintah untuk menyeimbangkan stimulus dengan kehati-hatian fiskal; insentif ini dirancang untuk menggerakkan segmen menengah-atas tanpa mensubsidi properti mewah secara berlebihan.

Berikut Salinda PMK sebelumnya:

Insentif Ini Terbuka untuk Penerima Manfaat Berulang

Ini adalah salah satu poin paling praktis dan mungkin mengejutkan bagi banyak calon pembeli. Menurut Pasal 5 ayat (2) PMK 60 Tahun 2025, seseorang yang sebelumnya pernah memanfaatkan insentif PPN ditanggung pemerintah dapat kembali memanfaatkan insentif yang berlaku di tahun 2025 ini, dengan syarat digunakan untuk pembelian unit rumah yang berbeda.

Aturan ini sangat liberal, seperti diilustrasikan dalam lampiran PMK itu sendiri. Contoh kasus ‘Tuan D’ menunjukkan seorang individu yang telah memanfaatkan insentif PPN di tahun 2021, 2023, 2024, dan awal 2025, tetap berhak mendapatkan insentif ini lagi untuk pembelian rumah yang berbeda di akhir 2025. Ini adalah bukti tak terbantahkan dari niat kebijakan tersebut.

Kebijakan ini menandai pergeseran strategis dari bantuan sosial, yang biasanya ditujukan untuk pembeli rumah pertama, menjadi stimulus ekonomi murni yang berfokus semata-mata pada maksimalisasi volume transaksi.

Dengan kata lain, fokusnya adalah pada percepatan aktivitas pasar properti secara keseluruhan.

PPN Kuda Kavaleri Ungkap Sisi Lain Kebijakan Fiskal

Di antara tumpukan dokumen peraturan, inilah temuan yang paling tidak terduga. Melalui PMK Nomor 61 Tahun 2025, pemerintah juga memberikan insentif pajak untuk kebutuhan pertahanan yang sangat spesifik.

Dinyatakan bahwa untuk mendukung kesiapan alat pertahanan, pemerintah akan menanggung 100% PPN atas pengadaan “hewan khusus tertentu berupa kuda serta perlengkapan pendukungnya” untuk Kementerian Pertahanan dan/atau TNI.

Tingkat kerincian dalam lampiran peraturan ini memberikan gambaran yang menarik tentang kebutuhan operasional kavaleri. Beberapa perlengkapan yang PPN-nya ditanggung pemerintah antara lain:

• Kuda Batalyon Kavaleri

• Jubah Kuda Untuk Upacara

• Suplemen Khusus

• Kantong Kotoran Kuda

• Kandang Kavaleri Kuda Portable

Regulasi ini adalah bukti nyata bahwa kebijakan fiskal tidak hanya beroperasi di level makro, tetapi juga berfungsi sebagai alat untuk menyelesaikan tantangan pengadaan yang sangat spesifik dan granular di dalam aparatur negara, hingga ke detail terkecil seperti kantong kotoran kuda.