I. Pendahuluan
Laporan ini bertujuan untuk menganalisis dinamika fiskal Indonesia pada awal tahun 2025, dengan fokus pada tantangan pencapaian target penerimaan pajak, kemunculan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pengampunan Pajak, dan implementasi sistem administrasi perpajakan baru, Coretax. Analisis ini didasarkan pada data kinerja fiskal kuartal pertama (Q1) 2025, perkembangan legislatif terkait pengampunan pajak, serta informasi mengenai peluncuran dan tujuan sistem Coretax, sebagaimana terangkum dari berbagai sumber berita dan dokumen publik yang tersedia hingga awal Mei 2025.
Konteks utama analisis ini adalah adanya kekhawatiran mengenai potensi tidak tercapainya target penerimaan pajak tahun 2025, meskipun Direktorat Jenderal Pajak (DJP) melakukan upaya ekstra. Bersamaan dengan itu, muncul inisiatif legislatif untuk memperkenalkan kembali program pengampunan pajak, yang salah satu tujuannya adalah meningkatkan penerimaan. Selain itu, tahun 2025 menandai dimulainya era baru administrasi perpajakan melalui implementasi Coretax, sebuah sistem yang diharapkan membawa perubahan fundamental.
Laporan ini akan mengkaji data realisasi penerimaan pajak Q1 2025 terhadap target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), menelaah status dan tujuan RUU Pengampunan Pajak yang diusulkan, menguraikan implementasi dan dampak awal Coretax, serta menganalisis potensi keterkaitan antara ketiga elemen tersebut. Pertanyaan sentral yang dijawab adalah bagaimana kinerja fiskal awal 2025, rencana pengampunan pajak, dan peluncuran Coretax saling berinteraksi, serta implikasinya terhadap arah kebijakan dan prospek penerimaan pajak Indonesia.
II. Penerimaan Pajak Indonesia 2025: Kinerja dan Prospek
A. Realisasi Q1 2025 vs. Target
Kinerja penerimaan pajak Indonesia pada awal tahun 2025 menunjukkan tantangan yang signifikan dalam mencapai target yang telah ditetapkan dalam APBN. Hingga akhir Maret 2025 (Q1), realisasi penerimaan pajak tercatat sebesar Rp 322,6 triliun (1). Angka ini hanya setara dengan 14,7% dari target penerimaan pajak tahunan dalam APBN 2025, yang dipatok sebesar Rp 2.189,3 triliun (atau Rp 2.189 T) (1). Target ini sendiri dirancang dengan asumsi pertumbuhan sebesar 13,9% dari outlook penerimaan tahun 2024 (4).
Jika dibandingkan dengan periode waktu (tiga bulan atau seperempat tahun), capaian 14,7% ini berada jauh di bawah target proporsional 25%. Meskipun penerimaan pajak tidak selalu terdistribusi secara merata sepanjang tahun, selisih yang cukup besar di awal periode ini mengindikasikan adanya tekanan berat untuk mengejar ketertinggalan di kuartal-kuartal berikutnya agar target tahunan dapat tercapai.
Secara agregat, total pendapatan negara dan hibah hingga akhir Maret 2025 mencapai Rp 516,1 triliun, atau 17,2% dari target tahunan sebesar Rp 3.005,1 triliun (1). Pendapatan ini terdiri dari penerimaan pajak (Rp 322,6 T), penerimaan kepabeanan dan cukai (Rp 77,5 T), serta Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) (Rp 115,9 T) (1). Di sisi lain, realisasi belanja negara tercatat sebesar Rp 620,3 triliun, atau 17,1% dari pagu APBN 2025 sebesar Rp 3.621,3 triliun (3).
Kombinasi antara realisasi pendapatan yang lebih rendah dari belanja pada Q1 2025 mengakibatkan defisit APBN sebesar Rp 104,2 triliun pada akhir Maret 2025 (2). Defisit ini setara dengan 0,43% dari Produk Domestik Bruto (PDB) (5). Terjadinya defisit di awal tahun ini patut dicatat, mengingat desain APBN 2025 berdasarkan Undang-undang Nomor 62 tahun 2024 menargetkan keseimbangan primer negatif sebesar Rp 63,3 triliun untuk keseluruhan tahun (7). Defisit yang muncul lebih awal dari proyeksi ini, bahkan lebih besar dari defisit per akhir Januari 2025 yang sebesar Rp 23,45 triliun (11), semakin mempertegas tekanan pada sisi penerimaan negara, khususnya pajak.
Tabel 1: Kinerja APBN – Q1 2025 vs. Target Tahunan
| Item | Realisasi Q1 2025 (Rp Triliun) | Target Tahunan 2025 (Rp Triliun) | % Target Tercapai (Q1) |
| Penerimaan Pajak | 322,6 | 2.189,3 | 14,7% |
| Penerimaan Kepabeanan & Cukai | 77,5 | Data tidak tersedia | Data tidak tersedia |
| PNBP | 115,9 | Data tidak tersedia | Data tidak tersedia |
| Total Pendapatan Negara | 516,1 | 3.005,1 | 17,2% |
| Belanja Negara | 620,3 | 3.621,3 | 17,1% |
| Defisit APBN | 104,2 | 616,2 (Desain) | 16,9% (dari Desain) |
Catatan: Data target Kepabeanan & Cukai serta PNBP tidak secara eksplisit disebutkan dalam sumber yang dirujuk untuk tabel ini, namun total pendapatan negara dan targetnya tersedia. Target defisit APBN 2025 adalah Rp 616,2 T.5
Tabel di atas memberikan gambaran kuantitatif mengenai situasi fiskal pada awal 2025. Rendahnya persentase pencapaian target penerimaan pajak (14,7%) menjadi sorotan utama, yang berkontribusi pada terjadinya defisit anggaran lebih dini.
B. Tren Awal dan Volatilitas
Kinerja penerimaan pajak di awal tahun 2025 menunjukkan volatilitas yang cukup tinggi. Periode Januari 2025 mencatat kinerja yang sangat lemah, dengan pertumbuhan penerimaan pajak terkontraksi atau minus 41,86% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (11). Data spesifik Januari menunjukkan penerimaan PPh nonmigas hanya mencapai Rp 109,28 triliun atau 6,67% dari target, PPN dan PPnBM Rp 24,62 triliun atau 2,6% dari target, dan PBB Rp 2,22 triliun atau 6,37% dari target (11). Kinerja buruk ini berlanjut hingga Februari, di mana data kumulatif Januari-Februari 2025 dilaporkan anjlok signifikan, disebutkan dalam sebuah referensi berita mencapai 30% (11).
Namun, terdapat indikasi perbaikan (“membaik”) kinerja penerimaan pajak yang tercatat khusus pada bulan Maret 2025 (7). Penerimaan pajak bruto pada bulan Maret dilaporkan tumbuh positif (7). Perbaikan atau “rebound” pada bulan Maret ini diatribusikan pada beberapa jenis pajak, terutama Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 (pajak karyawan), PPh Pasal 25/29 Badan (angsuran pajak perusahaan, khususnya dari sektor pertambangan), dan Pajak Pertambahan Nilai Dalam Negeri (PPN DN) (9).
Pola kinerja yang sangat lemah di Januari-Februari, yang bertepatan dengan peluncuran sistem Coretax pada 1 Januari 2025 (12), menguatkan dugaan bahwa disrupsi awal akibat implementasi sistem baru ini berdampak negatif terhadap kelancaran proses pelaporan dan pembayaran pajak, sehingga menekan realisasi penerimaan (10). Sumber secara eksplisit mengaitkan data penerimaan yang “buram” atau suram di awal tahun dengan masalah implementasi Coretax (10). Sumber lain juga menyebutkan adanya kendala transisi Coretax dan potensi penghapusan sanksi atas keterlambatan terkait sistem (15). Perbaikan di bulan Maret dapat mencerminkan mulai stabilnya sistem, adaptasi Wajib Pajak dan DJP, atau pengaruh faktor eksternal seperti kenaikan harga komoditas yang mendorong penerimaan dari sektor pertambangan (9). Klaim DJP pada pertengahan Maret bahwa sistem Coretax sudah jauh lebih stabil juga mendukung interpretasi ini (18). Namun, pemulihan ini masih perlu diuji keberlanjutannya di bulan-bulan berikutnya.
C. Proyeksi Pakar dan Tantangan
Meskipun awal tahun menunjukkan kinerja yang berat, beberapa pakar masih memproyeksikan adanya perbaikan penerimaan pajak di bulan-bulan mendatang. Ada optimisme bahwa target penerimaan 2025 masih dapat tercapai dan Indonesia bisa terhindar dari “kutukan shortfall” (realisasi di bawah target), asalkan tren positif yang terlihat di bulan Maret dapat terus berlanjut didukung oleh terjaganya pertumbuhan ekonomi dan konsumsi dalam negeri (9).
Namun, optimisme ini bersifat kondisional dan dibayangi oleh berbagai tantangan. Proyeksi ekonomi global yang relatif stagnan dapat membatasi ruang pertumbuhan ekonomi domestik (4). Normalisasi harga komoditas setelah periode booming hingga 2023 juga menjadi faktor penekan penerimaan, terutama dari sektor sumber daya alam (4). Proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia dari lembaga internasional seperti Bank Dunia (sebesar 4,7% untuk tahun berjalan) juga lebih rendah dibandingkan asumsi pemerintah (2). Selain itu, terdapat kekhawatiran mengenai keamanan APBN jika penerimaan pajak terus berjalan lambat (“seret”) yang dapat memperlebar defisit anggaran (9).
Melihat kondisi ini, prediksi awal mengenai potensi tidak tercapainya target penerimaan pajak 2025, bahkan dengan upaya ekstra dari DJP, tampak memiliki dasar yang kuat. Kesenjangan yang signifikan pada Q1, ditambah dengan tantangan ekonomi eksternal dan internal serta ketidakpastian pasca-implementasi Coretax, menciptakan risiko penurunan (downside risks) yang nyata terhadap pencapaian target.
D. Strategi Pemerintah
Menghadapi tantangan tersebut, pemerintah dan DJP menerapkan berbagai strategi untuk mengamankan target penerimaan pajak 2025. Fokus utama adalah mendorong pertumbuhan penerimaan dari PPh nonmigas serta PPN & PPnBM, yang diharapkan sejalan dengan aktivitas ekonomi (4). Upaya standar penegakan hukum (law enforcement) melalui pemeriksaan dan pengawasan Wajib Pajak terus dilakukan ([User Query Point 1]). Hal ini juga didukung oleh fungsi-fungsi dalam Coretax seperti manajemen risiko kepatuhan (Compliance Risk Management) dan audit (19). DJP juga melaksanakan program bersama antar unit di Kementerian Keuangan untuk melakukan analisis, pengawasan, pemeriksaan, penagihan, dan intelijen terhadap lebih dari 2.000 Wajib Pajak yang teridentifikasi berisiko tinggi (18).
Implementasi Coretax itu sendiri merupakan inisiatif strategis jangka panjang yang fundamental, bertujuan untuk membangun sistem administrasi yang lebih efisien, akuntabel, dan terintegrasi, yang pada akhirnya diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan sukarela dan penerimaan negara (13). Di samping itu, RUU Pengampunan Pajak kini tengah dipersiapkan di ranah legislatif sebagai opsi kebijakan tambahan (23 – 24).
Dengan demikian, strategi pemerintah bertumpu pada kombinasi antara harapan pertumbuhan ekonomi organik yang akan mendorong basis pajak utama (PPh dan PPN), efektivitas jangka panjang dari sistem Coretax setelah stabil, upaya penegakan hukum yang berkelanjutan, serta persiapan instrumen kebijakan khusus berupa pengampunan pajak yang dapat digunakan untuk mendongkrak penerimaan di tengah prospek yang menantang.
III. Rencana Pengampunan Pajak 2025: Status dan Tujuan
Seiring dengan tantangan penerimaan pajak, wacana mengenai program pengampunan pajak kembali mengemuka pada akhir 2024 dan awal 2025.
A. Status Legislatif
Informasi dari berbagai sumber mengonfirmasi bahwa RUU tentang Pengampunan Pajak (Tax Amnesty) telah secara resmi dimasukkan sebagai salah satu prioritas dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) tahun 2025 (23). RUU ini juga menjadi bagian dari Prolegnas jangka menengah untuk periode 2025-2029 (6).
Inisiatif pengusulan RUU ini berasal dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), khususnya diusulkan oleh Komisi XI yang membidangi keuangan dan perbankan, dan diproses melalui Badan Legislasi (Baleg) (23). Ketua Baleg DPR RI, Bob Hasan, pada November 2024 menjelaskan bahwa Komisi XI secara resmi telah menyampaikan surat untuk memprioritaskan RUU Pengampunan Pajak, menggantikan usulan RUU lain sebelumnya (23).
Pembahasan RUU ini antara DPR dan pemerintah dijadwalkan akan dimulai pada tahun 2025 (28). Harapannya adalah agar dapat disepakati tahun pajak mana yang akan dicakup oleh program pengampunan ini, dengan kemungkinan menggunakan tahun 2024 sebagai batas waktu (cut-off) pengungkapan (29). Pemerintah, melalui Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan (Menko Polhukam) Budi Gunawan pada awal Januari 2025, juga mengindikasikan bahwa persiapan untuk program pengampunan pajak ini telah dimulai (30).
Meskipun RUU ini telah menjadi prioritas, pada rapat Panitia Kerja (Panja) penyusunan Prolegnas Prioritas 2025 di Baleg pada November 2024, kesepakatan final mengenai RUU ini dilaporkan belum tercapai sepenuhnya pada saat itu (27). Namun, laporan-laporan berikutnya menegaskan kembali status prioritasnya dan rencana dimulainya pembahasan pada Januari 2025 (23). Beberapa sumber juga mencatat bahwa program ini tidak akan berlaku pada tahun berjalan (2024), yang konsisten dengan rencana implementasi pada tahun 2025 atau setelahnya (31). Kejelasan status legislatif ini memvalidasi informasi mengenai adanya RUU Pengampunan Pajak yang diinisiasi oleh DPR/Baleg.
B. Tujuan yang Dinyatakan
Rencana pengampunan pajak ini dilandasi oleh beberapa tujuan utama yang dinyatakan secara eksplisit. Tujuan yang paling konsisten disebutkan adalah untuk meningkatkan penerimaan perpajakan (24). Tambahan penerimaan ini diharapkan dapat mendukung pembiayaan pembangunan nasional (25). Mengingat adanya tekanan pada penerimaan di awal 2025, aspek peningkatan pendapatan ini menjadi sangat relevan.
Selain peningkatan penerimaan jangka pendek, program ini juga dibingkai dalam konteks reformasi perpajakan yang lebih luas. Tujuan lainnya mencakup upaya mewujudkan sistem perpajakan yang lebih berkeadilan, memperluas basis data perpajakan (tax base broadening), meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak (tax compliance), serta menciptakan basis data perpajakan yang valid, komprehensif, dan terintegrasi (25). Pengampunan pajak dipandang sebagai kebijakan strategis untuk mendukung agenda pembangunan ekonomi nasional (25) dan mungkin juga sejalan dengan visi dan misi pemerintahan baru (29).
Beberapa pandangan juga mengaitkan pengampunan pajak ini sebagai kesempatan bagi Wajib Pajak untuk “membersihkan” catatan kepatuhan masa lalu (“membersihkan hati masing-masing”) sebelum menghadapi era penegakan hukum yang berpotensi lebih ketat, terutama dengan adanya sistem Coretax (29). Program ini juga diharapkan dapat menjaring aset-aset yang mungkin belum sempat diungkapkan pada program pengampunan pajak atau pengungkapan sukarela sebelumnya (28). Dengan demikian, meskipun peningkatan penerimaan menjadi sorotan utama, program ini juga dikemas dengan tujuan reformasi dan peningkatan kepatuhan jangka panjang.
C. Konteks Historis
Usulan pengampunan pajak pada tahun 2025 bukanlah yang pertama kali di Indonesia. Pemerintah sebelumnya telah melaksanakan program serupa sebanyak dua kali dalam dekade terakhir. Pertama adalah program Pengampunan Pajak (Tax Amnesty) yang berlangsung pada periode 2016-2017, didasarkan pada Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2016 (25). Kedua adalah Program Pengungkapan Sukarela (PPS) pada tahun 2022, yang sering dianggap sebagai Tax Amnesty Jilid II, berdasarkan UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) (25).
Program pengampunan pajak 2016-2017 dilaporkan berhasil mengumpulkan penerimaan PPh dari uang tebusan sebesar Rp 61,01 triliun (25). Namun, persepsi mengenai keberhasilan atau kegagalan program-program sebelumnya masih menjadi perdebatan (28).
Munculnya usulan untuk program ketiga kalinya (sering disebut “Jilid III” 17) dalam kurun waktu kurang dari sepuluh tahun menunjukkan bahwa pengampunan pajak telah menjadi instrumen kebijakan yang berulang. Hal ini dapat diinterpretasikan sebagai respons terhadap tantangan yang persisten dalam hal kepatuhan pajak sukarela atau keterbatasan administrasi perpajakan yang ada sebelum era Coretax. Frekuensi penggunaan instrumen ini juga menimbulkan pertanyaan tentang efektivitas jangka panjangnya dibandingkan dengan upaya perbaikan fundamental pada sistem administrasi dan penegakan hukum pajak.
IV. Implementasi Coretax: Modernisasi Administrasi Perpajakan
Tahun 2025 menjadi tonggak penting dalam reformasi perpajakan Indonesia dengan diluncurkannya sistem inti administrasi perpajakan yang baru, dikenal sebagai Coretax.
A. Gambaran Umum Sistem dan Tujuan
Coretax, atau Core Tax Administration System (CTAS), merupakan bagian dari proyek besar Pembaruan Sistem Inti Administrasi Perpajakan (PSIAP) (19). Sistem ini secara resmi diluncurkan secara nasional pada 1 Januari 2025 (12), setelah diresmikan oleh Presiden Prabowo Subianto pada 31 Desember 2024 (12). Coretax dirancang sebagai platform digital terintegrasi yang mencakup hampir seluruh proses bisnis inti administrasi perpajakan.
Fungsi yang terintegrasi dalam Coretax meliputi pendaftaran Wajib Pajak (WP), pengelolaan dan pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan dan Masa, pembayaran pajak, pengelolaan akun Wajib Pajak (Taxpayer Account Management/TAM), manajemen risiko kepatuhan (Compliance Risk Management/CRM), pemeriksaan (audit), penagihan pajak, layanan perpajakan digital, dukungan proses keberatan dan banding, pertukaran informasi otomatis antarnegara (Automatic Exchange of Information/AEoI), serta fungsi intelijen dan analisis data perpajakan (13).
Tujuan utama pembangunan Coretax adalah untuk memodernisasi sistem administrasi perpajakan yang sebelumnya dianggap sudah usang (ketinggalan zaman), belum terintegrasi, dan tidak didukung infrastruktur yang memadai (19). Dengan sistem baru ini, DJP menargetkan peningkatan efisiensi dan efektivitas operasional, peningkatan kepatuhan sukarela Wajib Pajak, peningkatan kualitas layanan kepada WP (misalnya, mengurangi potensi sengketa dan biaya kepatuhan), peningkatan kemampuan analisis data untuk pengambilan kebijakan dan pengawasan, serta peningkatan kredibilitas dan akuntabilitas institusi DJP (13). Muara dari semua perbaikan ini adalah optimalisasi penerimaan negara (19).
Akses ke layanan Coretax disediakan melalui portal web coretaxdjp.pajak.go.id (20) atau melalui laman landas pajak.go.id/portal-layanan-wp (32). Pengguna lama layanan DJPOnline perlu melakukan pengaturan ulang kata sandi, sementara WP yang belum pernah menggunakan layanan online atau WP baru perlu melakukan aktivasi akun atau pendaftaran melalui portal tersebut (12). DJP menyediakan berbagai buku panduan penggunaan dan saluran dukungan (Kring Pajak, live chat, email, media sosial, kantor pajak terdekat) untuk membantu WP beradaptasi dengan sistem baru ini (12).
B. Linimasa Implementasi dan Transisi
Implementasi Coretax merupakan hasil dari proses panjang yang didasari oleh Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2018 dan berbagai keputusan Menteri Keuangan (14). Proses persiapan dan pengembangan sistem berlangsung dalam beberapa tahapan sejak awal 2021 hingga 2023, melibatkan perancangan proses bisnis, teknologi, infrastruktur, hingga pelatihan pegawai DJP (19). Uji coba sistem secara nasional dilaksanakan pada akhir tahun 2024, dimulai pada 16 Desember 2024, sebagai langkah final sebelum peluncuran penuh (13).
Sistem Coretax resmi beroperasi secara nasional mulai 1 Januari 2025, melayani seluruh administrasi perpajakan untuk masa pajak Januari 2025 dan seterusnya (12). Namun, fase awal implementasi sistem berskala masif ini tidak berjalan mulus. Berbagai laporan mengindikasikan adanya masalah teknis, kendala penggunaan, dan gangguan (“bermasalah,” “kendala,” “masalah”) yang dihadapi oleh Wajib Pajak pada minggu-minggu pertama peluncuran (10). Permasalahan ini dikhawatirkan tidak hanya menyulitkan WP tetapi juga berpotensi mengganggu kelancaran pelaporan dan pembayaran pajak, yang pada gilirannya dapat mempengaruhi realisasi penerimaan negara di awal tahun, seperti yang tercermin pada data Januari-Februari 2025.
Menyikapi kendala ini, DJP mengambil langkah-langkah transisional. Pemerintah menegaskan komitmen untuk tidak membebani Wajib Pajak selama masa adaptasi ini (16). Salah satu kebijakan penting adalah memastikan tidak ada pengenaan sanksi administrasi atas keterlambatan yang disebabkan oleh masalah pada sistem Coretax, misalnya keterlambatan penerbitan faktur pajak elektronik (e-faktur) atau pelaporan (15). DJP juga terus menyediakan dukungan teknis dan informasi perkembangan sistem (21). Pada pertengahan Maret 2025, DJP mengklaim bahwa sistem Coretax sudah menunjukkan perbaikan stabilitas yang signifikan (18).
Implementasi Coretax jelas merupakan sebuah perubahan fundamental dan transformasi digital besar-besaran dalam administrasi perpajakan Indonesia. Tujuan jangka panjangnya sangat ambisius dan sejalan dengan praktik tata kelola modern. Namun, tantangan pada fase awal peluncuran (teething problems) adalah hal yang kerap terjadi pada proyek IT skala besar, yang membawa risiko operasional jangka pendek, termasuk potensi dampak pada kelancaran arus penerimaan pajak.
V. Menganalisis Keterkaitan: Coretax, Pengampunan Pajak, dan Penerimaan
Ketiga elemen utama yang dibahas – tantangan penerimaan pajak 2025, rencana pengampunan pajak, dan implementasi Coretax – tampak saling terkait dan memengaruhi satu sama lain.
A. Mengevaluasi Hubungan Coretax dan Pengampunan Pajak
Salah satu klaim yang muncul adalah bahwa implementasi Coretax menjadi alasan utama di balik rencana pengampunan pajak 2025. Meskipun tidak ada sumber yang secara eksplisit menyatakan Coretax sebagai satu-satunya penyebab, terdapat logika strategis yang kuat yang menghubungkan keduanya.
Coretax dirancang untuk secara signifikan meningkatkan kemampuan DJP dalam mengintegrasikan data, memantau kepatuhan melalui Taxpayer Account Management (TAM) dan Compliance Risk Management (CRM), serta melakukan penegakan hukum yang lebih efektif berbasis data (13). Dengan kemampuan pengawasan dan deteksi yang jauh lebih kuat di bawah Coretax, risiko bagi Wajib Pajak yang selama ini tidak patuh akan meningkat secara drastis.
Dalam konteks ini, menawarkan program pengampunan pajak sebelum sistem Coretax beroperasi penuh dan stabil dapat menjadi strategi “wortel dan tongkat” (carrot and stick). Ini memberikan kesempatan terakhir (“last chance”) bagi Wajib Pajak untuk secara sukarela mendeklarasikan aset atau penghasilan yang belum dilaporkan dengan tarif tebusan yang relatif rendah, sebelum mereka menghadapi risiko pemeriksaan dan sanksi yang lebih berat di bawah sistem baru yang lebih canggih.
Beberapa tujuan pengampunan pajak juga secara inheren terkait dengan Coretax. Misalnya, tujuan untuk menciptakan “basis data perpajakan yang valid dan terintegrasi” (25) sangat selaras dengan arsitektur Coretax yang berbasis data terpusat. Data yang diperoleh dari program pengampunan pajak berpotensi dimasukkan ke dalam sistem Coretax untuk meningkatkan profil risiko Wajib Pajak dan mendukung upaya kepatuhan di masa depan (18). Narasi mengenai “membersihkan catatan masa lalu” sebelum penegakan yang lebih ketat (29) juga memperkuat kaitan strategis ini.
Oleh karena itu, meskipun faktor lain seperti tekanan penerimaan dan pertimbangan politik juga berperan, implementasi Coretax memberikan justifikasi strategis yang kuat dan masuk akal untuk waktu pengusulan RUU Pengampunan Pajak pada tahun 2025. Coretax kemungkinan besar menjadi faktor pendorong utama atau setidaknya kontributor signifikan dalam keputusan untuk mengajukan kembali kebijakan pengampunan pajak.
B. Peran Pengampunan Pajak dalam Menutup Kesenjangan Penerimaan
Secara eksplisit dinyatakan bahwa salah satu tujuan utama RUU Pengampunan Pajak adalah untuk meningkatkan penerimaan negara (24). Tujuan ini menjadi sangat krusial mengingat kondisi fiskal awal 2025. Dengan realisasi penerimaan pajak Q1 yang hanya mencapai 14,7% dari target (1) dan adanya tantangan ekonomi serta disrupsi Coretax, pencapaian target tahunan sebesar Rp 2.189,3 triliun terlihat semakin berat.
Dalam situasi ini, program pengampunan pajak dapat diposisikan sebagai instrumen kebijakan untuk memberikan suntikan penerimaan yang signifikan dalam jangka pendek. Mekanismenya adalah melalui pembayaran uang tebusan (seperti PPh pada program 2016-17 25) atas harta yang diungkapkan. Selain itu, dengan masuknya aset atau penghasilan baru ke dalam sistem perpajakan, program ini juga berpotensi memperluas basis pajak (tax base) yang dapat dikenakan pajak secara reguler di masa mendatang, terutama dengan dukungan sistem Coretax yang lebih baik.
Dengan demikian, menghadapi pelemahan penerimaan di awal tahun dan hambatan transisi Coretax, pengampunan pajak berfungsi sebagai opsi intervensi kebijakan potensial untuk membantu menutup kesenjangan fiskal dan mencapai target penerimaan 2025 yang ambisius. Waktu pengusulannya tampaknya dipengaruhi baik oleh peluncuran Coretax maupun oleh tekanan fiskal yang mendesak.
C. Sintesis: Interaksi Antar Faktor
Situasi fiskal Indonesia pada awal 2025 ditandai oleh target penerimaan yang tinggi, namun menghadapi tekanan dari kondisi ekonomi dan gangguan signifikan akibat implementasi sistem Coretax. Rencana pengampunan pajak muncul sebagai respons kebijakan yang multifungsi. Di satu sisi, ia bertujuan mengatasi tekanan penerimaan jangka pendek. Di sisi lain, ia berfungsi memfasilitasi transisi ke rezim Coretax yang lebih ketat dengan mendorong pengungkapan sukarela sebelum kemampuan pengawasan DJP meningkat drastis. Program ini juga sejalan dengan tujuan reformasi perpajakan yang lebih luas.
Keberhasilan pencapaian target penerimaan 2025 tampaknya akan sangat bergantung pada kombinasi beberapa faktor: keberlanjutan pemulihan ekonomi, kecepatan stabilisasi dan efektivitas penggunaan sistem Coretax oleh DJP dan Wajib Pajak, serta keberhasilan desain dan implementasi program pengampunan pajak (jika RUU ini disahkan dan dijalankan). Mengingat kompleksitas dan tantangan yang ada pada setiap faktor ini, prediksi awal mengenai potensi terjadinya shortfall penerimaan pada tahun 2025 tetap merupakan kemungkinan yang nyata.
VI. Kesimpulan
Berdasarkan analisis terhadap sumber-sumber yang tersedia, berikut adalah rangkuman temuan :
- Prediksi Shortfall Penerimaan Pajak 2025: Prediksi ini masuk akal (plausible). Data Q1 2025 menunjukkan kesenjangan signifikan (realisasi 14,7% vs target proporsional 25%). Gangguan awal implementasi Coretax kemungkinan besar turut menekan penerimaan di Januari-Februari. Meskipun ada perbaikan di bulan Maret, pemulihan ini bersifat kondisional dan masih dibayangi risiko ekonomi serta tantangan adaptasi Coretax (1).
- Informasi RUU Pengampunan Pajak oleh DPR/Baleg: RUU Pengampunan Pajak secara resmi telah dimasukkan dalam Prolegnas Prioritas 2025, diinisiasi oleh DPR melalui Komisi XI dan Baleg (23).
- Tujuan Pengampunan Pajak (Meningkatkan Penerimaan): Peningkatan penerimaan pajak secara eksplisit dinyatakan sebagai salah satu tujuan utama dari RUU Pengampunan Pajak yang diusulkan (24).
- Alasan Pengampunan Pajak (Implementasi Coretax): Ini merupakan faktor pendorong strategis yang masuk akal, namun kemungkinan bukan satu-satunya alasan. Namun, waktu peluncuran Coretax dan peningkatan kemampuan pengawasannya memberikan logika strategis yang kuat untuk menawarkan pengampunan pajak sebagai ‘kesempatan terakhir’ sebelum penegakan hukum yang lebih ketat, di samping tujuan peningkatan penerimaan dan reformasi lainnya (13).
Sebagai penutup, perlu ditekankan bahwa analisis ini didasarkan sepenuhnya pada informasi yang tersedia hingga awal Mei 2025. Situasi fiskal dan perkembangan kebijakan bersifat dinamis. Realisasi penerimaan pajak 2025 serta nasib dan dampak RUU Pengampunan Pajak dapat terus berkembang seiring berjalannya waktu.
Karya yang dikutip
- Kuartal I 2025, Kemenkeu Catat Penerimaan Pajak 14,7% dari Target APBN – Ortax, diakses Mei 3, 2025, https://ortax.org/kuartal-i-kemenkeu-catat-penerimaan-pajak-14-7-persen-dari-target-apbn
- Realisasi Penerimaan Pajak Capai Rp322,6 Triliun pada Kuartal I/2025 – DDTC News, diakses Mei 3, 2025, https://news.ddtc.co.id/berita/nasional/1810415/realisasi-penerimaan-pajak-capai-rp3226-triliun-pada-kuartal-i2025
- Sri Mulyani: Penerimaan Pajak Membaik, Triwulan I 2025 Terkumpul Rp 322,6 Triliun, diakses Mei 3, 2025, https://www.tempo.co/ekonomi/sri-mulyani-penerimaan-pajak-membaik-triwulan-i-2025-terkumpul-rp-322-6-triliun-1257397
- Berikut Tantangan dan Strategi Pemerintah Capai Target Penerimaan Pajak 2025, diakses Mei 3, 2025, https://keuangan.kontan.co.id/news/berikut-tantangan-dan-strategi-pemerintah-capai-target-penerimaan-pajak-2025
- Breaking News! APBN Tekor Rp 104 Triliun di Akhir Maret 2025 – CNBC Indonesia, diakses Mei 3, 2025, https://www.cnbcindonesia.com/news/20250430124737-4-629926/breaking-news-apbn-tekor-rp-104-triliun-di-akhir-maret-2025
- Selain “Tax Amnesty”, Revisi UU HPP Masuk dalam Prolegnas 2025-2029 – PAJAK.COM, diakses Mei 3, 2025, https://www.pajak.com/pajak/selain-tax-amnesty-revisi-uu-hpp-masuk-dalam-prolegnas-2025-2029/
- Realisasi APBN hingga Maret 2025 Tetap Terjaga, Menkeu: APBN Bekerja Sebagai Counter Cyclical Hadapi Tantangan Global – Kementerian Keuangan, diakses Mei 3, 2025, https://www.kemenkeu.go.id/informasi-publik/publikasi/berita-utama/apbn-kita-april-25-postur
- Berikut Tantangan dan Strategi Pemerintah Capai Target Penerimaan Pajak 2025, diakses Mei 3, 2025, https://www.kemenkeu.go.id/informasi-publik/publikasi/berita-utama/Strategi-Pemerintah-Capai-Target-Penerimaan
- Prediksi Penerimaan Pajak 2025, Bakal Terhindar dari ‘Kutukan’ Shortfall? – Ekonomi, diakses Mei 3, 2025, https://ekonomi.bisnis.com/read/20250501/259/1873670/prediksi-penerimaan-pajak-2025-bakal-terhindar-dari-kutukan-shortfall
- Buram Penerimaan Pajak di Tengah Masalah Coretax, APBN KiTa Tak Kunjung Rilis, diakses Mei 3, 2025, https://ekonomi.bisnis.com/read/20250307/259/1859048/buram-penerimaan-pajak-di-tengah-masalah-coretax-apbn-kita-tak-kunjung-rilis
- Pertumbuhan Penerimaan Pajak Januari 2025 Minus 41,86% – MUC Consulting, diakses Mei 3, 2025, https://muc.co.id/id/article/pertumbuhan-penerimaan-pajak-januari-2025-minus-4186
- Implementasi Coretax DJP | Direktorat Jenderal Pajak, diakses Mei 3, 2025, https://www.pajak.go.id/coretaxdjp
- Coretax Siap Uji Coba Secara Nasional Mulai 16 Desember 2024 – Pajakku, diakses Mei 3, 2025, https://www.pajakku.com/read/5a05eb32-9979-48ae-a7ce-5ef4154e19cb/Coretax-Siap-Uji-Coba-Secara-Nasional-Mulai-16-Desember-2024
- Implementasi Coretax DJP, Ini Keputusan yang Ditetapkan Sri Mulyani – DDTC News, diakses Mei 3, 2025, https://news.ddtc.co.id/berita/nasional/1808089/implementasi-coretax-djp-ini-keputusan-yang-ditetapkan-sri-mulyani
- Mengenal Coretax dan Dasar Hukumnya – Hukumonline, diakses Mei 3, 2025, https://www.hukumonline.com/berita/a/mengenal-coretax-dan-dasar-hukumnya-lt6789163906aa9/
- Masa Transisi Coretax Sebagai Solusi Adaptasi Pajak, Berlaku Sampai Kapan? – FlazzTax, diakses Mei 3, 2025, https://flazztax.com/2025/01/24/masa-transisi-coretax-sebagai-solusi-adaptasi-pajak-berlaku-sampai-kapan/
- Menko Airlangga Buka Suara Soal Isu Pembahasan “Tax Amnesty” Jilid III – PAJAK.COM, diakses Mei 3, 2025, https://www.pajak.com/pajak/menko-airlangga-buka-suara-soal-isu-pembahasan-tax-amnesty-jilid-iii/
- Tujuan Deposit Coretax Harus Jelas, Data Tax Amnesty untuk Kepatuhan – DDTC News, diakses Mei 3, 2025, https://news.ddtc.co.id/berita/nasional/1809460/tujuan-deposit-coretax-harus-jelas-data-tax-amnesty-untuk-kepatuhan
- PSIAP DJP: Pengertian, Manfaat, dan Implementasinya – Mekari Klikpajak, diakses Mei 3, 2025, https://klikpajak.id/blog/psiap-djp/
- Coretax – Direktorat Jenderal Pajak, diakses Mei 3, 2025, https://www.pajak.go.id/reformdjp/Coretax/
- Coretax – Direktorat Jenderal Pajak, diakses Mei 3, 2025, https://pajak.go.id/coretax
- Apa Itu Core Tax System? – Pajakku, diakses Mei 3, 2025, https://www.pajakku.com/read/62d8afa8a9ea8709cb18b2c7/Apa-Itu-Core-Tax-System
- RUU tentang Pengampunan Pajak (Tax Amnesty) – PERPUSTAKAAN DPR RI, diakses Mei 3, 2025, https://perpustakaan.dpr.go.id/sipinter/index/pdf/id/167
- RUU tentang Pengampunan Pajak (Tax Amnesty) – SIPINTER | Sistem Paket Informasi Terkini, diakses Mei 3, 2025, https://perpustakaan.dpr.go.id/sipinter/index/detail/id/167
- RUU Pengampunan Pajak Jadi Prioritas Prolegnas 2025, Apa Dampaknya? – Pajakku, diakses Mei 3, 2025, https://www.pajakku.com/read/425d3e5c-2e4f-4a5a-8d65-9e29cad8d1a2/RUU-Pengampunan-Pajak-Jadi-Prioritas-Prolegnas-2025-Apa-Dampaknya?
- RUU Tax Amnesty Masuk Prolegnas Prioritas 2025 – Ortax, diakses Mei 3, 2025, https://ortax.org/penyusunan-prolegnas-ruu-tax-amnesty-masuk-prioritas-2025
- Rapat Panja Prolegnas Prioritas 2025 Belum Sepakati RUU Tax Amnesty – DDTC News, diakses Mei 3, 2025, https://news.ddtc.co.id/berita/nasional/1806952/rapat-panja-prolegnas-prioritas-2025-belum-sepakati-ruu-tax-amnesty
- DPR Bahas Tax Amnesty Jilid III Mulai Januari 2025, Ini Bocorannya – CNBC Indonesia, diakses Mei 3, 2025, https://www.cnbcindonesia.com/news/20241130075751-4-592328/dpr-bahas-tax-amnesty-jilid-iii-mulai-januari-2025-ini-bocorannya
- RUU Pengampunan Pajak untuk Dukung Visi dan Misi Pemerintahan Baru – DDTC News, diakses Mei 3, 2025, https://news.ddtc.co.id/berita/nasional/1806981/ruu-pengampunan-pajak-untuk-dukung-visi-dan-misi-pemerintahan-baru
- Pemerintah Mulai Siapkan Program Pengampunan Pajak – DDTC News, diakses Mei 3, 2025, https://news.ddtc.co.id/berita/nasional/1807992/pemerintah-mulai-siapkan-program-pengampunan-pajak
- DPR Pastikan Tax Amnesty Jilid III Tak Berlaku Tahun Ini – pengampunan pajak, diakses Mei 3, 2025, https://pengampunanpajak.com/2025/04/22/dpr-pastikan-tax-amnesty-jilid-iii-tak-berlaku-tahun-ini/
- Implementasi Coretax DJP | Direktorat Jenderal Pajak, diakses Mei 3, 2025, https://pajak.go.id/id/pengumuman/implementasi-coretax-djp
Catatan:
Konten ini 100% ditulis oleh Gemini. Saya hanya memberikan ide.