Sebenarnya ada perlakuan terhadap subjek pajak Luar Negeri, yaitu pemotongan penghasilan dari bruto sebagaimana yang diatur oleh Pasal 26 UU PPh 1984, dan BUT (bentuk usaha tetap). BUT sebenarnya masuk kelompok subjek pajak Luar Negeri tetapi perlakuan perpajakan atau kewajiban perpajakan BUT disamakan dengan subjek pajak Dalam Negeri.
Ketentuan UU PPh 1984 khususnya PPh Pasal 26 hanya dapat dibatalkan dengan tax treaty. Tax treaty memang ketentuan khusus, tetapi fungsinya hanya untuk membatasi. Maksudnya, walaupun di tax treaty diatur suatu pajak terhadap jenis penghasilan tertentu tetapi jika tidak diatur di undang-undang domestik maka ketentuan dalam tax treaty tidak dapat dijalankan.
Tidak semua penghasilan yang diterima oleh Wajib Pajak Luar Negeri wajib dipotong PPh Pasal 26, tetapi hanya terhadap jenis-jenis pajak tertentu saja, yaitu:
[1]. Deviden, tarifnya 20% dari penghasilan bruto
[2]. Bunga, tarifnya 20% dari penghasilan bruto
[3]. Royalti, sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, tarifnya 20% dari penghasilan bruto
[4]. Imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan, tarifnya 20% dari penghasilan bruto
[5]. Hadiah dan penghargaan, tarifnya 20% dari penghasilan bruto
[6]. Pensiun dan pembayaran berkala lainnya, tarifnya 20% dari penghasilan bruto.
[7]. Penjualan Harta di Indonesia, kecuali yang diatur dalam Pasal 4 ayat (2) UU PPh 1984, tarifnya 20% dari perkiraan penghasilan neto
[8]. Premi Asuransi termasuk Premi Reasuransi :
[8a]. Dibayarkan tertanggung kepada Perusahaan Asuransi di LN baik secara langsung maupun melalui pialang, tarifnya 10% dari pembayaran premi bruto
[8b]. Dibayarkan Perusahaan Asuransi di Indonesia kepada Perusahaan asuransi di LN, tarifnya 2% dari pembayaran premi bruto
[8c]. Dibayarkan Perusahaan Reasuransi di Indonesia kepada Perusahaan Asuransi di LN, 1% dari pembayaran premi bruto
[9]. Penghasilan bersih BUT (setelah dipotong PPh badan), tarifnya 20%, kecuali ditanamkan kembali di Indonesia
Sampai saat ini, saya belum menemukan pengaturan lebih lanjut perkiraan penghasilan neto sebagaimana dimaksud pada nomor 7 diatas. Besar kemungkinan memang belum diatur oleh menteri keuangan.
asuransi apa ya?
siapa yang bayar?
siapa penerima penghasilan?
pemahaman saya, pihak pemberi penghasilan adalah karyawan BUT sedangkan penerima penghasilan Asuransi di Luar Negeri.
Kenapa pemberi penghasilan karyawan BUT?
Karena asuransi tersebut untuk karyawan BUT, walaupun dibayar di Perancis dan dilaporkan di Singapur oleh subjek pajak luar negeri. Ini sebenarnya penghasilan juga bagi karyawan BUT tersebut. Tunjangan asuransi pegawai.
Urutannya adalah BUT memberi penghasilan kepada karyawan, kemudian karyawan memberikan penghasilan tersebut ke perusahaan Asuransi di luar negeri.
oh, ya karena BUT memberika penghasilan ke karyawan maka BUT wajib memotong PPh Pasal 21, digunggungkan dengan gaji dan dihitung dalam form 1721-A1
Nah, dari Indonesia ke Luar Negeri ini yang menjadi objek PPh Pasal 26.
Saya kutip bagian Pasal 26 ayat (1) UU PPh:
"Atas penghasilan tersebut di bawah ini…yang dibayarkan … subjek pajak dalam negeri…dipotong pajak sebesar 20%"
tidak dibedakan subjek pajak badan atau orang pribadi
dear Pak Raden,
Blog Bapak amat banyak membantu sy soal pajak.
Sehub dg tax treaty ini, misalkan ada PT.A (pny npwp) joint dg PT.B (pny npwp) membentuk perush baru PT.AB (pny npwp). Sedangkan PT.A ini adalah anak perush korea selatan, A Ltd. Nah seiring berjalannya waktu PT.AB membutuhkan uang untuk operasional, pinjam uang ke A Ltd, dikenai bunga. Atas bunga ini dikenakan PPh 26 atas bunga sebesar 10 atau 20% tergantung ada tidaknya DGT asli? Ataukah jadi kena PPh 23 atas bunga 15% karena A Ltd dianggap pny BUT di Indonesia (PT.A), dan bukti potong dibuat atas nama PT.A? mengacu pada jawaban Bapak untuk pertanyaan Sdr.Anonim: "Jika telah memiliki BUT maka WP luar negeri tersebut harus diperlakukan seperti WP dalam negeri. Karena itu, dipotong PPh Pasal 23 dan atas penghasilan tersebut merupakan penghasilan BUT walaupun kita transaksi langsung ke pusat (tidak lewat BUT). Ini dikenal attraction force."
Karena yg pinjam ini perush joint ini sy jd takut salah pemahaman….
Mohon pencerahan Pak.
PT A itu beda entitas dengan BUT A.
BUT A adalah entitas A ltd yang berada di Indonesia.
Keberadaan BUT A hanya ada dalam administrasi pajak.
Secara hukum kedudukan A itu di Kodera.
BUT A pada prakteknya sering disebut "cabang"
karena itu BUT harus dikenai branch profit tax karena secara otomatis penghasilan setelah dikenai PPh Badan masuk sebagai penghasilan pusat di Korea.
Jadi attraction force tidak bisa "ditarik" ke PT A.
PT A itu anak perusahaan A ltd
Masing-masing berdiri sebagai badan hukum.
Penghasilan PT A setelah dikenai PPh Badan tidak otomatis masuk ke A Ltd sehingga pada anak perusahaan tidak dikenal branch profit tax
Dear Pak Raden,
Jika PT. X memiliki proyek pekerjaan di Thailand dan membayar imbalan jasa kepada perusahaan di Thailand (sebut saja company A) atas sesuatu pekerjaan yang dilaksanakan A di Thailand. Terhadap transaksi seperti ini, kewajiban pajak apakah yang harus dipenuhi oleh PT. X di Indonesia?
Company A tidak memiliki kedudukan apapun di Indonesia, seluruh pekerjaan dilakukan sepenuhnya di Thailand.
Mohon pencerahannya Pak.
Terima kasih atas bantuannya
ini proyek apa ya?
apakah konstruksi?
perlu dipastikan apakah proyek kita di Thailand memenuhi syarat BUT berdasarkan P3B Indonesia – Thailand. Jika memenuhi syarat BUT tentu otoritas pajak Thailand akan mengenakan PPh BUT dan branch frofit tax. Pajak ini kemudian dikreditkan di Indonesia sebagai PPh Pasal 24
Apakah ada withholding taxes dengan perusahaan A?
ini masuk jurisdiksi pajak Thailand.
sebaiknya konsultasi ke kansultan di Thailand.
Tetapi jika tidak ada isu BUT, maka pembayaran ke A wajib dikenakan PPh Pasal 26 karena kita (subjek pajak DN) memberikan penghasilan ke subjek pajak LN.
berbeda jika ada isyu BUT. Pembayaran ke perusahaan A diberikan oleh BUT
Malam pak raden… sy mo tanya…. berhubungan dg pph atas jasa dr vendor LN…
Jika PT kami beli mesin dr jepang dan di instalasi di indonesia oleh teknisi dr jepang… dikenakan tarif brp untuk pengerjaan dibawah dan di atas 60 hr… makasih….
Selamat sore pak Raden… saya mau tanya, ada dua subjek pajak yang mempunyai kedudukan di dua luar negeri yang berbeda, keduanya memberikan jasa jasa kepada wajib pajak di dalam negeri dengan jangka waktu 3 tahun sesuai perjanjian. Berdasarkan hal tersebut wajib pajak dalam negeri tersebut memotong PPh pasal 23 karena manganggap jasa tersebut dilakukan melebihi time test sehingga menjadi BUT sehingga dipersamakan dengan wajib pajak dalam negeri. Sampai sekarang BUT tersebut belum ber-NPWP. Pertanyaannya adalah Apakah dengan diberikan jasa yang dilakukan oleh WP luar ngeri tersebut BUT dapat timbul dengan serta merta dan dipotong PPh 23, atau DJP berwenang mengenakan pajak sesuai pasal 26 dan memungut PPN.
tidak dikenai pajak karena hanya 60 hari.
http://ketentuan.pajak.go.id/index.php?r=treaty/rinci&idcrypt=oZU=&lang=0
cek pasal 5 ayat 3
A building site or construction or installation project constitutes a permanent establishment only if it lasts more than six months.
harus punya NPWP BUT dulu baru boleh motong PPh Pasal 23.
Kalau tidak ada NPWP maka wajib potong PPh Pasal 26. MUngkin si penerima jasa tsb yang harus mengurus NPWP BUT.
BUT kan bukan hanya pajak pasal 23/26 😀
ada pajak laba cabang juga
nanti ada PPN juga
selamat siang pak,
menarik sekali pembahasannya pak.
saya mau bertanya mengenai pph 26 untuk royalti.
apakah membeli (dalam perjanjian untuk mendistribusikan) tayangan atau channel program dari Programer (HBO,FOX,dst) dikenakan PPH 26 (royalti)?
saya sempat berkonsultasi dengan AR, dia katakan dikenakan pph 26 yaitu royalti atas transaksi beli program/channell tersebut.
yang jadi pertanyaan juga adalah, jika dalam perjanjian kami disebutkan harga kontrak yang kami sepakati adalah 500 USD dengan term pembayaran adalah harga kontrak nett diluar WHT dan lain-lain, dan invoice yang kami terima nilainya 500 USD, apakah kami hanya perlu membayar 450 USD (asumsi P3B 10%) atau kami bayar full 500 USD dan 50 USD wht kami yang tanggung?
terima kasih
Halo Selamat Pagi bpk!
blog dan komen balasan bpk sangat bnyk membantu!
namun saya ada pertanyaan mengeneai pengisian formulir DGT-1.
Sekarang ini saya bekerja di perusahaan milik Korea dan kami ingin mengajukan tax treaty, di form DGT-1 PART VI bulir 40, disitu harus ditulisan jumlah IDR royalti yang kami terima setiap bulannya dr partner kami di indonesia.
Pertanyaan saya adalah:
1 karena DGT ini berlaku setahun, maka brp yg hrs saya tulisakan mengingat setiap bulan, jumlah yg kami terima berbeda2.
2. Apabila kami menggunakan sistem persentase untuk royalti, maka bagaimana untuk pengisian bulit tsb?
terima kasih dan mohon kesediaan bpk untuk menjawab.
Good Day!
Halo Selamat Pagi bpk!
blog dan komen balasan bpk sangat bnyk membantu!
namun saya ada pertanyaan mengeneai pengisian formulir DGT-1.
Sekarang ini saya bekerja di perusahaan milik Korea dan kami ingin mengajukan tax treaty, di form DGT-1 PART VI bulir 40, disitu harus ditulisan jumlah IDR royalti yang kami terima setiap bulannya dr partner kami di indonesia.
Pertanyaan saya adalah:
1 karena DGT ini berlaku setahun, maka brp yg hrs saya tulisakan mengingat setiap bulan, jumlah yg kami terima berbeda2.
2. Apabila kami menggunakan sistem persentase untuk royalti, maka bagaimana untuk pengisian bulit tsb?
terima kasih dan mohon kesediaan bpk untuk menjawab.
Good Day!
ditulis kira-kira total setahun saja.
bagian penjelasan (40) menyebut "agregat" artinya total.
saya kira, pencantuman angka tidak perlu persis sama dengan kenyataannya. cukup kira-kira saya.
Yang penting adalah saat bayar PPh Pasal 26 (jika ada) atau saat bayar PPN jasa luar negeri maka dasar pengenaan pajaknya sesuai dengan kenyataan sebenarnya.
halo bpk! terima kasih untuk balasannya.
namun masih ada pertanyaan untuk bpk:
1. di guide untuk pengisian, diutarakan "please fill aggregate amount of income liable to witholding tax under indonesian law within a period of month" berarti income per bulan kan? jd apakah sebaiknya diisi income per bulan based on average income?
2. apa blh dimasukkan dgn kurs USD?
3. apakah form DGT-1 ini valid untuk diisi oleh perusahaan asing di negara lain? atau setiap negara ada form DGT masing2 yg berbeda?
terima kasih