fbpx

Pekerja Indonesia di Luar Negeri

Ini adalah kabar yang baik bagi para pekerja Indonesia yang bekerja di Luar Negeri. Telah keluar Peraturan Direktur Jenderal Pajak No PER-2/PJ/2009. Menurut bagian “menimbang” dari Perdirjen ini bahwa peraturan ini dikeluarkan dalam rangka memberikan kepastian hukum atas perlakuan Pajak Penghasilan bagi orang pribadi yang merupakan Warga Negara Indonesia yang bekerja di luar negeri lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan. Saya menggarisbawahi kata-kata “memberikan kepastian hukum”.

Inilah jawaban “keresahan” para pekerja Indonesia yang bekerja di luar negeri. Memang sudah seharusnya ketentuan perpajakan kita konsisten bahwa aturan 183 hari itu berlaku baik bagi setiap orang yang berada di Indonesia maupun orang yang berada di luar Indonesia. Jika berada di Indonesia 183 hari atau lebih maka menjadi subjek Pajak dalam negeri. Sebaliknya, jika berada di luar negeri 183 hari atau lebih maka menjadi subjek Pajak luar negeri.

Inti dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak No PER-2/PJ/2009 merupakan “penegasan” warga Warga Negara Indonesia yang bekerja di luar negeri lebih dari 183 hari merupakan subjek pajak luar negeri. Karena merupakan subjek pajak luar negeri maka atas penghasilan di negara tempat bekerja tersebut tidak perlu dilaporkan di Indonesia dan tidak dikenakan PPh di Indonesia. Supaya lebih jelas, saya kutip Pasal 1 sampai Pasal 4.

Pasal 1
Dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, yang dimaksud dengan Pekerja Indonesia di Luar Negeri adalah orang pribadi Warga Negara Indonesia yang bekerja di luar negeri lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan.

Pasal 2
Pekerja Indonesia di Luar Negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 merupakan Subjek Pajak Luar Negeri.

Pasal 3
Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Pekerja Indonesia di Luar Negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 sehubungan dengan pekerjaannya di luar negeri dan telah dikenai pajak di luar negeri, tidak dikenai Pajak Penghasilan di Indonesia.

Pasal 4
Dalam hal Pekerja Indonesia di Luar Negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia maka atas penghasilan tersebut dikenai Pajak Penghasilan sesuai ketentuan yang berlaku.

Saya ingatkan bahwa “status” subjek pajak luar negeri tidak memiliki kewajiban mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP. Memang ada dua subjek pajak luar negeri yaitu subjek pajak yang memperoleh penghasilan dari Indonesia melalui BUT dan subjek pajak luar negeri [SPLN] yang memperoleh penghasilan dari Indonesia tidak melalui BUT. Biar lebih gampang, kita istilahkan SPLN Non-BUT dan SPLN BUT. Nah, para pekerja ini semestinya SPLN Non-BUT. Mungkin akan berbeda jika para WNI tersebut di luar negeri bukan sebagai pekerja tapi pengusaha!

Subjek Pajak non BUT tidak memiliki kewajiban melaporkan penghasilan yang diperolehnya dari Indonesia karena kewajiban perpajakan atas penghasilan yang diperoleh dari Indonesia telah “dibebankan” kepada subjek pajak Indonesia yang memberikan penghasilan. Berikut kutipan dari memori penjelasan Pasal 2 UU PPh 1984:

Wajib Pajak dalam negeri wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan sebagai sarana untuk menetapkan pajak yang terutang dalam suatu tahun pajak, sedangkan Wajib Pajak luar negeri tidak wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan karena kewajiban pajaknya dipenuhi melalui pemotongan pajak yang bersifat final.

Di Perdirjan ini ada menyinggung tengan warga negera. Menurut saya, penyebutkan warga negara karena Perdirjen ini mengatur pekerja Indonesia. Seperti disebutkan di Pasal 1-nya bahwa yang dimaksud pekerja Indonesia adalah warga negera Indonesia yang bekerja di Luar Negeri. Tentu jika warga negara Cina bekerja di Singapura maka bukan pekerja Indonesia [sekedar contoh]!

Semoga Perdirjen ini semakin memperjelas!

Tulisan ini adalah salinan dari tulisan di pajaktaxes.blogspot.com

Author: Raden Agus Suparman

Pegawai DJP sejak 1993 sampai Maret 2022. Konsultan Pajak sejak April 2022. Alumni magister administrasi dan kebijakan perpajakan angkatan VI FISIP Universitas Indonesia. Perlu konsultasi? Sila kirim email ke kontak@aguspajak.com atau klik https://aguspajak.com/konsultasi/ atau melalui aplikasi chatting yang tersedia. Terima kasih sudah membaca tulisan saya di aguspajak.com Semoga aguspajak menjadi rujukan pengetahuan perpajakan.

67 thoughts on “Pekerja Indonesia di Luar Negeri”

  1. Pak Raden,

    Menyambung pertanyaan saya di bag PPh 26 …3minggu yl yg blm sempat pak Raden jawab ni…

    Mohon pendapatnya untuk kondisi berikut:

    Seorang TKI yang bekerja di luar negeri dan memenuhi persyaratan sebagai Subyek Pajak Luar Negeri sesuai dengan Perdirjen 02/PJ/2009, dan juga mendapatkan penghasilan di Indonesia sebagai distributor multi level marketing.

    Bagaimana dengan perhitungan, pembayaran dan pelaporan pajak PPhnya? Apakah pajak penghasilannya itu Pph 26, 20% dari penghasilan bruto?

    SPT mana yang harus digunakan untuk pelaporan, mengingat perusahaan MLM tersebut hanya memungut Pph 21 sesuai tarif yang berlaku untuk distributornya.

    Terima kasih banyak untuk bantuannya pak Raden.

  2. pak raden..bagaimana perlakuan bagi pekerja/TKI yang sudah punya NPWP sebelum di terbitkannya per02/2009?
    kalau sudah punya NPWP otomatis kan dia harus tetap lapor SPT,dan bila mau di hapus NPWPnya kan dia harus meninggal atau meninggalkan indonesia selamanya..
    ada beberapa orang yang bilang per-02 ini hanya berlaku bagi TKI yang belum punya NPWP..
    bagaimana menurut tanggapan anda??
    balas agak cepat ya pak…saya sangat2 butuh niiiih…
    thx b4…

  3. pak Raden, mau ikutan nanya nih:

    Dengan kondisi sebagai SPLN dalam 2 thn terakhir, berarti NPWP sudah tidak saya perlukan kepemilikannya lagi. Adakah perpu yang mengatur masalah penutupan atau penon-aktif-an NPWP yang sudah dimiliki bertahun2?

    Dari orang2 pajak (termasuk konsultan2nya) yang saya tahu, semua memberikan jawaban, bahwasanya NPWP itu sekali dapat, akan terus kita pegang sampai akhir hayat (atau setelah berubah WN). Dengan permohonan penutupan mereka perlu audit, dan menurut pengalaman temen2 yang sudah menutup NPWP mereka diharuskan membayar puluhan juta HANYA untuk menutup NPWP mereka.

    Padahal kalau di lihat dari PER posting pak Raden, sebagai SPLN, NPWP tidak terpakai, kenapa tidak sebaiknya di tutup saja??

    Ada issue lagi, setiap orang yang mau ke LN diwajibkan untuk mempunyai NPWP, karena kalau tidak akan dikenai biaya fiskal yang lebih mahal.

    Mohon petunjuknya pak Raden… 🙂
    Terima kasih sebelumnya

  4. mohon maaf sebelumnya … saya adalah pelaut .. ingin bertanya mengenai pph21 bagi pelaut yang bekerja di KAPAL ASING … di dlm penjelasan bapak pelaut tdk perlu membyr pph 21 namun ada begitu byk pelaut yg tetap membyr … saya jd bimbang … pertanyaan saya :
    1. Apakah uu mengenai pajak bagi pelaut (misal : per-2/pj/2009) dpt digunakan sampai hari ini … jika ya … mengapa para petugas pajak masih mengharuskn pelaut kpl asing untuk membyr pph21 ?
    2. Dan jika uu tersebut benar2 berlaku untuk para pelaut … mengapa petugas pajak tdk secara otomatis mengetahui nya shg pelaut bebas dr pph21
    3. Bagaimana solusi terbaik yg bisa anda berikan untuk mengatasi masalah ini ?
    4. dan jika sudah terlambat melapor / baru akan melapor di tahun 2015 ini ( karena saya bekerja sebagai pelaut sejak2011), bagaimana cara perhitungan pajak yg benar ?

    Mohon maaf atas perincian pertanyaan yg mungkin kurang berkenan namun sekiranya penjelasan dr bapak raden dpt membantu saya dan para pelaut indonesia … terima kasih sebelumnya

  5. PPh pasal 21 adalah cicilan PPh yang dipotong oleh pemberi kerja. Sebelum penghasilan diterima oleh karyawan, majikan memotong sejumlah rupiah untuk disetorkan di kas negara.

    penerima penghasilan tetap wajib memperhitungkan, dan melaporkan penghasilan tersebut pada akhir tahun melalui media SPT Tahunan.

    atas pajak yang sudah dipotong oleh pemberi kerja maka boleh diperhitungkan. tetapi jika masih kurang, maka dibayar sendiri ke bank persepsi sebelum SPT Tahunan dilaporkan.

    Jadi, perhatikan siapa pemberi penghasilan….
    jangan lupa juga mencabut NPWP jika memang secara subjek sudah tidak memenuhi pasal 2 UU PPh, atau setidaknya meminta menjadi non-efektif (NE)

  6. terima kasih telah merespon pertanyaan sya … jadi dapat saya simpulkan sbb : karena saya adalah wni yang bertempat tinggal di Indonesia tetapi sumber penghasilan saya berasal dari luar negri dan bekerja dlm kurun waktu melebihi 183 hari berarti saya/ pelaut yang bekerja di kapal asing merupakan subjek pajak luar negri seperti yang tercantum dalam per-2/PJ/2009 … benar tidak pak?

  7. terima kasih banyak atas saran dan jawaban dr bapak … blog ini sangat berguna/ membantu sekali bagi masyarakat awam yg tdk/blm paham benar mengenai pajak … karena saya sudah tanya sana sini tp tdk ada tanggapan yg jelas … mohon maaf telah merepotkan bapak dan jika diijinkan saya akan share blog bapak ini di wall fb Group pelaut Indonesia … salam sukses buat bapak

  8. Pak Saya mau tanya, saya WNI yang wilayah kerjanya di Indonesia, kadang juga di luar negeri (saya bekerja sebagai tour leader) namun bekerja pada perusahaan yang berbasis di luar negeri. Gaji saya dikirim langsung ke rekening saya. Saya memiliki NPWP saat saya bekerja untuk perusahaan Indonesia. Sudah 3 tahun lalu saya bekerja di perusahaan asing yang sekarang. Aturan pajak mana yang saya ikuti? Terimakasih sebelumnya

  9. beda penghapusan dengan NE
    silakan minta status NE saja (bukan penghapusan).

    benar, NPWP sejak dapat sampai meninggal berlaku. Selama statusnya NPWP normal maka ybs wajib lapor SPT. Jika sudah memenuhi syarat sebagai subjek pajak luar negeri, baiknya minta NE saja biar tidak dikejar-kejar petugas pajak. Kasihan jauh ke luar negeri hehehehe…

  10. Peraturan Direktur Jenderal Pajak No PER-2/PJ/2009 sebenarnya kan penegasan dari UU PPh. Jadi substansinya sudah ada di UU PPh sejak UU PPh lahir tahun 1984

  11. NPWP itu sarana administrasi.
    NPWP tidak menentukan kewajiban perpajakan.
    Kewajiban perpajakan ada jika syarat-syarat objektif dan subjektif terpenuhi.

    untuk melaksanakan kewajiban tsb maka butuh NPWP. Itu saja

Comments are closed.

%d blogger menyukai ini: