fbpx

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial

Pasal 4 ayat (3) huruf n UU PPh 1984 [amandemen 2008] berbunyi:

bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial kepada Wajib Pajak tertentu, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.

Berdasarkan kewenangan tersebut kemudian Menteri Keuangan menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan No. 247/PMK.03/2008. Berikut ringkasan yang saya buat:

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial [BPJS] adalah :
[a.] Perusahaan Perseroan (Persero) Jaminan Sosial Tenaga Kerja (JAMSOSTEK);
[b.] Perusahaan Perseroan (Persero) Tabungan dan Asuransi Pegawai Negeri (TASPEN);
[c.] Perusahaan Perseroan (Persero) Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ASABRI);
[d.] Perusahaan Perseroan (Persero) Asuransi Kesehatan Indonesia (ASKES); dan/atau
[e.] badan hukum lainnya yang dibentuk untuk menyelenggarakan Program JaminanSosial.

Sedangkan Wajib Pajak penerima penghasilan yang dikecualikan adalah :
(1) Wajib Pajak atau masyarakat yang tidak mampu yaitu Wajib Pajak dan/atau masyarakat yang hidup di bawah garis kemiskinan sesuai dengan kriteria dan data yang ditetapkan oleh Biro Pusat Statistik.

(2) Wajib Pajak atau masyarakat yang sedang mengalami bencana alam yaitu Wajib Pajak dan/atau masyarakat yang sedang tertimpa bencana yang diakibatkan peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan dan tanah longsor.

(3) Wajib Pajak atau masyarakat yang tertimpa musibah sebagaimana yaitu Wajib pajak dan/atau masyarakat yang tertimpa kecelakaan yang tidak dapat diperkirakan sebelumnya dan membahayakan atau mengancam keselamatan jiwa.

Sekali lagi, ketentuan bantuan atau santunan diatas untuk BPJS dan penerimanya.

Pertanyaan selanjutnya adalah apakah jika kita [Wajib Pajak bukan BPJS] memberikan bantuan bagi Wajib Pajak lain dianggap objek pajak bagi penerimanya?

Saya kutip Pasal 4 ayat (3) huruf a angka 1 UU PPh 1984,

Yang dikecualikan dari objek pajak adalah : .. bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima zakat yang berhak atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima sumbangan yang berhak, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah;

Menurut saya, ketentuan tersebut mengatur bahwa bantuan dan sumbangan dikecualikan dari objek pajak.

Perhatikan sesudah tanda koma kata “termasuk”! Kalimat sesudah tanda koma sampai tanda ; [titik koma] merupakan penjelas dari bantuan atau sumbangan. Kata “termasuk” sinonim dengan “antara lain”.

Artinya zakat dan sumbangan keagamaan adalah contoh bantuan dan sumbangan. Masih banyak contoh sumbangan lain.

Berdasarkan hal itu, saya berkesimpulan bahwa semua sumbangan dan bantuan bukan objek pajak bagi penerimanya.

TETAPI ternyata Menteri Keuangan telah menetapkan Wajib Pajak penerima mana yang dikecualikan sebagai objek pajak yaitu yang diatur di Peraturan Menteri Keuangan No. 245/PMK.03/2008 dan catatan saya sudah diposting.

Tulisan ini adalah salinan dari tulisan di pajaktaxes.blogspot.com

Author: Raden Agus Suparman

Pegawai DJP sejak 1993 sampai Maret 2022. Konsultan Pajak sejak April 2022. Alumni magister administrasi dan kebijakan perpajakan angkatan VI FISIP Universitas Indonesia. Perlu konsultasi? Sila kirim email ke kontak@aguspajak.com atau 08888110017 Terima kasih sudah membaca tulisan saya di aguspajak.com Semoga aguspajak menjadi rujukan pengetahuan perpajakan.

Eksplorasi konten lain dari Tax Advisor

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca