Pemerintah telah melengkapi ketentuan amnesti pajak. Presiden Joko Widodo sudah menandatangani peraturan pemerintah nomor 6 tentang pengenaan pajak penghasilan atas penghasilan tertentu berupa harta bersih yang diperlakukan atau dianggap sebagai penghasilan. Peraturan pemerintah ini ditandatangani pada 6 September 2017. Apa saja isinya?
Sesuai judul peraturan pemerintah, ketentuan baru ini terkait harta bersih yang dianggap penghasilan. Ada harta yang dianggap penghasilan menurut peraturan. Dan peraturan tersebut dikenai pajak penghasilan.
Menurut bagian menimbang, peraturan ini diterbitkan untuk kepastian hukum pelaksanaan Pasal 13 dan Pasal 18 Undang-undang tentang Pengampunan Pajak.
OBJEK
Harta bersih yang diperlakukan atau dianggap sebagai penghasilan dibagi dua, yaitu
1. untuk Wajib Pajak yang ikut amnesti pajak :
- Gagal repatriasi/investasi/ holding 3 tahun;
- Belum/kurang ungkap Harta dalam SPH;
- SPT PPh Terakhir yang disampaikan setelah UU TA tidak benar;
- Penyesuaian nilai Harta berdasarkan Surat Pembetulan atas SKet
Dalam hal Wajib Pajak telah memperoleh Surat Keterangan kemudian ditemukan adanya data dan/atau informasi mengenai Harta yang belum atau kurang diungkapkan dalam Surat Pernyataan, atas Harta dimaksud dianggap sebagai tambahan penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak pada saat ditemukannya data dan/atau informasi mengenai Harta dimaksud.
Atas tambahan penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikenai pajak dan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
- Wajib Pajak badan sebesar 25% (dua puluh lima persen);
- Wajib Pajak orang pribadi sebesar 30% (tiga puluh persen); dan
- Wajib Pajak tertentu sebesar 12,5% (dua belas koma lima persen).
.
![]() |
Peraturan pemerintah menentukan kapan saat terutang atas tambahan penghasilan. Secara umum, saat terutang adalah saat diterbitkan Surat Perintah Pemeriksaan (SP2).