Kebetulan Wajib Pajak tersebut sudah diperiksa dan telah diterbitkan SKPN dengan rugi [misalnya] 100 milyar rupiah.
Tetapi pada Laporan Keuangan yang telah diaudit ternyata Wajib Pajak tersebut mengalami kerugian HANYA [misalnya] 20 milyar rupiah saja.
Kemudian kantor pajak tersebut merasa mendapat DATA BARU.
Berdasarkan data baru [novum] tersebut, kemudian kantor pajak mengusulkan pemeriksaan ulang ke Dirjen Pajak.
Untuk melakukan pemeriksaan ulang memang harus ada novum dan persetujuan Dirjen Pajak.
Kemudian timbul pertanyaan :
[1] Apa produk hasil pemeriksaan ulang?
[2] Berdasarkan novum, bahwa Wajib Pajak tetap mengalami kerugian walaupun ruginya jauh lebih kecil.
Ada koreksi positif 80 milyar, tapi Wajib Pajak tetap rugi fiskal. Artinya tidak ada PPh terutang atau PPh kurang bayar.
Hasil pemeriksaan ulang tetap tidak kurang bayar. Jika demikian, produk hukum harus SKPN. Adakah produk hukum berupa SKP Nihil Tambahan?
Jawabannya tetap SKPN

Iya, Pak…
Setau saya SKPKB, SKPLB, sama SKPN itu setara…
Kalo mao diterbitin SKP lagi setelah terbit SKPKB, SKPLB, atau SKPN, ya itu mesti SKPKBT…
Bener ga, Pak?
Tapi nanti dulu deh, Pak…
Kalo misalkan awalnya terbit SKPLB, terus ada novum yang ngebikin LB-nya lebih besar, itu apakah akan diterbitkan SKPLB lagi (SKPLB tambahan)??
Kalo memang ada SKPLB tambahan, mengapa tak ada SKPN tambahan?
Kalo SKPKB kan sudah jelas…
Kalo awalnya terbit SKPKB, terus KB-nya nambah setelah ada novum, akan diterbitkan SKPKBT (SKPKB Tambahan)…
Bagaimana ini sebenarnya, Pak?
"Tambahan" itu cuma ada di KB.
Jadi, UU KUP kita cuma mengenal SKPKBT.
Begitulah maunya para pembuat UU.