Pembetulan SPT Karena Ketetapan Pajak

tax audit

Kompensasi kerugian merupakan hak Wajib Pajak. Kompensasi kerugian akan mengurangi penghasilan neto sebelum penghasilan kena pajak. Jika kerugian lebih bisa daripada penghasilan neto, tentu pada tahun tersebut Wajib Pajak tidak ada kewajiban membayar Pajak Penghasilan. Tetapi jika kompensasi kerugian tersebut dikoreksi maka Wajib Pajak harus melakukan pembetulan SPT.

Continue reading “Pembetulan SPT Karena Ketetapan Pajak”

Pembetulan SPT

gambar taxes 13

Manusia itu tempat salah. Saat kita lapor SPT, sangat mungkin ada kesalahan dalam pembuatan. Peraturan perundang-undangan perpajakan memungkinkan pembetulan SPT. SPT yang ada kesalahan ditimpa menjadi SPT yang benar.

Continue reading “Pembetulan SPT”

Wajib Pajak Yang Dikecualikan Dari Kewajiban Menyampaikan SPT

gambar taxes 16

Pasal 18 Peraturan Menteri Keuangan nomor 243/PMK.03/2014 mengatur Wajib Pajak yang dikecualikan dari Kewajiban Penyampaian SPT. Kriteria Wajib Pajak yang dikecualian yaitu Wajib Pajak orang pribadi yang dalam satu Tahun Pajak menerima atau memperoleh penghasilan neto tidak melebihi PTKP ; atau  Wajib Pajak orang pribadi yang tidak menjalankan kegiatan usaha atau tidak melakukan pekerjaan bebas.

Continue reading “Wajib Pajak Yang Dikecualikan Dari Kewajiban Menyampaikan SPT”

4 Hal Yang Menyebabkan SPT Dianggap Tidak Disampaikan

gambar taxes 12

Setiap Wajib Pajak wajib hukumnya mengisi, menandatangani, dan menyampaikan Surat Pemeritahuan (SPT). Kewajiban ini tercantum di Pasal 3 ayat (1) Undang-undang KUP. SPT harus diisi dengan benar, lengkap, jelas, dalam bahasa Indonesia, menggunakan huruf Latin, angka Arab, dan satuan mata uang Rupiah. Disampaikan ke kantor pajak atau melalui laman djponline.pajak.go.id

Continue reading “4 Hal Yang Menyebabkan SPT Dianggap Tidak Disampaikan”

Perbedaan SPT Pembetulan dan Pengungkapan Ketidakbenaran

Sekarang aku tahu pajak

Semua form Surat Pemberitahun (SPT) terdapat pilihan “Normal” atau “Pembetulan”. Untuk SPT yang berbentuk kertas, letaknya ada di bagian pojok kanan atas. SPT yang dibuat secara efiling biasa diisi atau dipilih pada bagian depan sebelum mengisi. SPT Normal maksudnya adalah SPT yang pertama kali dilaporkan. Pertama untuk tahun pajak tersebut jika itu SPT Tahunan. Pertama kali untuk masa pajak tersebut jika itu SPT Masa. Contoh SPT Tahunan PPh OP tahun pajak 2014, ada yang normal dan pembetulan. Atau SPT Masa PPN masa pajak Februari 2015 ada yang normal dan pembetulan. Normal hanya sekali. Sedangkan SPT pembetulan bisa berulang kali, tidak dibatasi.


Dasar hukum SPT Pembetulan adalah Pasal 8 ayat (1) UU KUP:

Wajib Pajak dengan kemauan sendiri dapat membetulkan Surat Pemberitahuan yang telah disampaikan dengan menyampaikan pernyataan tertulis, dengan syarat Direktur Jenderal Pajak belum melakukan tindakan pemeriksaan. 


Tidak ada batasan jumlah atau berapa kali SPT pembetulan boleh disampaikan. Artinya boleh berkali-kali sampai Wajib Pajak merasa benar. Sampai sebelum dilakukan pemeriksaan oleh kantor pajak.

Baik SPT normal maupun SPT pembetulan dibatasi oleh Pasal 3 ayat (7) Undang-Undang KUP. Artinya, SPT masih dapat diterima oleh kantor pajak jika tidak melanggar Pasal 3 ayat (7) Undang-Undang KUP. Berikut bunyi ketentuan dimaksud:

Surat Pemberitahuan dianggap tidak disampaikan apabila: 

  1. Surat Pemberitahuan tidak ditandatangani sebagaimana dimaksud pada ayat (1); 
  2. Surat Pemberitahuan tidak sepenuhnya dilampiri keterangan dan/atau dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (6); 
  3. Surat Pemberitahuan yang menyatakan lebih bayar disampaikan setelah 3 (tiga) tahun sesudah berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak, dan Wajib Pajak telah ditegur secara tertulis; atau 
  4. Surat Pemberitahuan disampaikan setelah Direktur Jenderal Pajak melakukan pemeriksaan atau menerbitkan surat ketetapan pajak. 


Pasal 8 ayat (1) menyebut “belum dilakukan tindakan pemeriksaan”. Sedangkan Pasal 3 ayat (7) memiliki redaksi yang berbeda, yaitu “setelah Direktur Jenderal Pajak melakukan pemeriksaan”. Batasan pemeriksaan ini kemdian lebih diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan nomor  243/PMK.03/2014, yaitu pada Pasal 19.

Menurut peraturan menteri keuangan, pemeriksaan termasuk pemeriksaan bukti permulaan. Dan mulainya pemeriksaan yang menyebabkan SPT tidak dapat diterima oleh kantor pajak yaitu sejak:

  • tanggal Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Pajak disampaikan kepada Wajib Pajak, wakil, kuasa, pegawai, atau anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak untuk pemeriksaan lapangan;
  • tanggal Wajib Pajak, wakil, kuasa dari Wajib Pajak, pegawai, atau anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak seharusnya datang memenuhi panggilan sesuai dengan tanggal yang ditentukan dalam Surat Panggilan Dalam Rangka Pemeriksaan Kantor.
  • Pemeriksaan bukti permulaan secara terbuka dimulai pada tanggal surat pemberitahuan Pemeriksaan Bukti Permulaan disampaikan kepada Wajib Pajak, wakil, kuasa, atau pihak yang dapat mewakili Wajib Pajak sesuai dengan peraturan perundang-undangan mengenai pemeriksaan bukti permulaan.




Sedangkan pengungkapan ketidakbenaran pada dasarnya SPT pembetulan yang dilakukan pada saat pemeriksaan. Artinya bisa saja dengan format SPT tetapi tidak dianggap SPT. Tetapi bisa menjadi dianggap SPT oleh pemeriksa jika perhitungan SPT pembetulan dan perhitungan menurut pemeriksa sama persis.

Dasar hukum pengungkapan ketidakbenaran ada dua, yaitu Pasal 8 ayat (3) dan ayat (4) Undang-Undang KUP. Ayat (3) untuk SPT pembetulan yang disampaikan pada saat dilakukan pemeriksaan Bukti Permulaan. Sedangkan ayat (4) untuk SPT pembetulan yang disampaikan pada saat dilakukan pemeriksaan kantor atau pemeriksaan lapangan.

Semua pengungkatan ketidakbenaran harus disertai pembayaran sanksi. Jika tidak ada pembayaran sanksi maka tidak dianggap sebagai pengungkapan ketidakbenaran. Keharusan pembayaran sanksi disebut di Pasal 8 ayat (3) dan ayat (5) Undang-Undang KUP.

Jadi pada saat pengungkapan ketidakbenaran dilakukan oleh Wajib Pajak, selain SPT pembetulan juga harus ada 2 SSP, yaitu:

  • SSP atas pajak kurang bayar dengan kode jenis setoran 500. Contoh kode akun 411125 – 500 untuk kekurangan pembayaran pajak yang masih harus disetor yang tercantum dalam SPT PPh Orang Pribadi atas pengungkapan ketidakbenaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) atau Pasal 8 ayat (5) Undang-Undang KUP. 
  • SSP atas sanksi pengungkapan ketidakbenaran dengan kode jenis setoran 510. Kode Akun Pajak 411125 – 510 untuk pembayaran sanksi administrasi berupa denda atau kenaikan, atas pengungkapan ketidakbenaran pengisian SPT PPh Orang Pribadi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) dan Pasal 8 ayat (5) Undang-Undang KUP. Besarnya sanksi kenaikan adalah 150% pemeriksaan bukti permulaan dan 50% untuk pemeriksaan lapangan atau pemeriksaan kantor.
Jika dilihat dari jumlah sanksi yang dibayarkan maka sanksi pengungkapan ketidakbenaran memiliki sanksi lebih tinggi. Bahkan jika dibandingkan dengan sanksi SKPKB.

Hanya saja, pengungkapan ketidakbenaran merupakan itikad baik Wajib Pajak. Ada sebagian Wajib Pajak menganggap bahwa ketetapan pajak itu sanksi. Atau penetapan pajak oleh fiskus dianggap sebagai ketidakpatuhan perusahaan. Sehingga bagi Wajib Pajak yang memegang teguh citra good governance maka dihindari sejauh-jauhnya SKPKB.

Supaya tidak diterbitkan SKPKB, maka walaupun sudah dilakukan pemeriksaan lapangan oleh kantor pajak, Wajib Pajak bersedia bayar sanksi kenaikan 50% daripada menerima SKPKB dengan sanksi maksimal 48%. Pada sebagian Wajib Pajak, sanksi “moral” dengan cap tidak patuh sangat memberatkan.

Sedangkan pada saat pemeriksaan bukti permulaan motifnya beda lagi. Karena pemeriksaan bukti permulaan adalah mencari bukti-bukti tindak pidana pajak. Jika bukti-bukti itu sudah ditemukan, pemeriksa akan melanjutkan pada tindakan penyidikan.

Supaya tidak dilanjutkan dengan tindakan penyidikan pajak, maka Wajib Pajak dengan bersedia mengungkapkan ketidakbenaran dengan membayar kekurangan pajak disertai sanksi 150% dari kekurangan tersebut.

Dengan demikian, perbedaan SPT Pembetulan dan pengungkapan ketidakbenaran adalah pada motivasi:
  • Wajib Pajak melakukan pembetulan supaya tidak diperiksa atau pajak terutang ditetapkan oleh kantor pajak. Wajib Pajak mengutamakan kepatuhan sukarela.
  • Wajib Pajak melakukan pengungkapan ketidakbenaran untuk menghindari sanksi yang lebih tinggi.

 
 

 
 

    Wajib Pajak Yang Wajib Menyampaikan SPT

    Isilah SPT Tahunan dengan benar, lengkap, dan jelas

    Pada dasarnya setiap wajib pajak yang memiliki NPWP wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) ke kantor pajak. SPT ini adalah media untuk menyampaikan pajak yang sudah dibayar atau setidaknya penghasilan yang diterima atau diperoleh. Walaupun nihil. Hanya saja SPT yang wajib disampaikan itu bermacam-macam. Terutama bagi wajib pajak yang memiliki usaha.  Berikut ini adalah SPT yang wajib disampaikan ke kantor pajak berdasarkan penggolongan wajib pajak.



    SPT TAHUNAN:

    • Wajib Pajak orang pribadi wajib menyampaikan SPT Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak orang pribadi paling lama 3 (tiga) bulan setelah akhir Tahun Pajak.
    • Wajib Pajak badan wajib menyampaikan SPT Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak badan paling lama 4 (empat) bulan setelah akhir Tahun Pajak.

    Wajib Pajak dapat memperpanjang jangka waktu penyampaian SPT Tahunan  untuk paling lama 2 (dua) bulan sejak batas waktu penyampaian SPT Tahunan dengan cara menyampaikan pemberitahuan perpanjangan SPT Tahunan.

    Pemberitahuan perpanjangan SPT Tahunan disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak sebelum batas waktu penyampaian SPT Tahunan berakhir, dengan dilampiri:

    • penghitungan sementara pajak terutang dalam 1 (satu) Tahun Pajak yang batas waktu penyampaiannya diperpanjang;
    • laporan keuangan sementara; dan
    • Surat Setoran Pajak atau sarana administrasi lain yang kedudukannya disamakan dengan Surat Setoran Pajak sebagai bukti pelunasan kekurangan pembayaran pajak yang terutang, dalam hal terdapat kekurangan pembayaran pajak.

    Apabila SPT tidak disampaikan dalam jangka waktu penyampaian atau batas waktu perpanjangan penyampaian SPT, Wajib Pajak dikenai sanksi administrasi berupa denda sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 7 ayat (1) Undang­Undang KUP:

    Apabila Surat Pemberitahuan tidak disampaikan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) atau batas waktu perpanjangan penyampaian Surat Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (4), dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp 500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) untuk Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai, Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah) untuk Surat Pemberitahuan Masa lainnya, dan sebesar Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah) untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak badan serta sebesar Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah) untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak orang pribadi. 

    Menurut Peraturan Menteri Keuangan nomor 243/PMK.03/2014 bahwa pengenaan sanksi administrasi berupa denda tidak dilakukan terhadap:

    1. Wajib Pajak orang pribadi yang telah meninggal dunia;
    2. Wajib Pajak orang pribadi yang sudah tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas;
    3. Wajib Pajak orang pribadi yang berstatus sebagai warga negara asing yang tidak tinggal lagi di Indonesia;
    4. Bentuk Usaha Tetap yang tidak melakukan kegiatan lagi di Indonesia;
    5. Wajib Pajak badan yang tidak melakukan kegiatan usaha lagi tetapi belum dibubarkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
    6. Bendahara yang tidak melakukan pembayaran lagi;
    7. Wajib Pajak yang terkena bencana, yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan; atau
    8. Wajib Pajak lain karena kerusuhan massal, kebakaran, ledakan bom atau aksi terorisme, perang antarsuku, kegagalan sistem informasi administrasi penerimaan negara atau perpajakan, atau keadaan lain berdasarkan pertimbangan Direktur Jenderal Pajak.



    SPT MASA PPh
    Wajib Pajak orang pribadi atau badan, baik yang melakukan pembayaran pajak sendiri maupun yang ditunjuk sebagai Pemotong atau Pemungut PPh wajib melaporkan SPT Masa paling lama 20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak berakhir, yaitu:

    • PPh Pasal 4 ayat (2) yang dipotong;
    • PPh Pasal 4 ayat (2) yang dibayar sendiri;
    • PPh Pasal 15 yang dipotong;
    • PPh Pasal 15 yang dipotong;
    • PPh Pasal 15 yang dibayar sendiri;
    • PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 yang dipotong;
    • PPh Pasal 23 dan/atau PPh Pasal 26 yang dipotong; dan/atau
    • PPh Pasal 25 dibayar

    Wajib Pajak badan tertentu sebagai Pemungut Pajak wajib melaporkan PPh Pasal 22 yang dipungut dengan menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 22 paling lama 20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak berakhir.

    Bendahara wajib melaporkan PPh Pasal 22 yang dipungut dengan menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 22 paling lama 14 (empat belas) hari setelah Masa Pajak berakhir.



    SPT MASA PPN
    Pengusaha Kena Pajak wajib melaporkan PPN atau PPN dan PPnBM yang terutang dalam satu Masa Pajak, PPN yang terutang atas pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean, dan PPN kegiatan membangun sendiri dengan menggunakan SPT Masa PPN, paling lama akhir bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.


    Pemungut PPN wajib melaporkan PPN atau PPN dan PPnBM yang telah dipungut, ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Pemungut PPN terdaftar paling lama akhir bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.


    Orang pribadi atau badan yang bukan Pengusaha Kena Pajak wajib melaporkan PPN yang terutang atas kegiatan membangun sendiri (biasa disebut PPN KMS) yang telah disetor dengan menggunakan lembar ketiga Surat Setoran Pajak ke Kantor Pelayanan Pajak yang wilayahnya meliputi tempat bangunan tersebut, paling lama akhir bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.

    Orang pribadi atau badan yang bukan Pengusaha Kena Pajak wajib melaporkan PPN yang terutang atas pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean yang  telah disetor (biasa disebut PPN JLN), dengan menggunakan lembar ketiga Surat Setoran Pajak ke Kantor Pelayanan Pajak yang wilayahnya meliputi tempat tinggal orang pribadi atau tempat kedudukan badan tersebut, paling lama akhir bulan berikutnya setelah saat terutangnya pajak.



    Wajib Pajak Pajak Penghasilan Tertentu yang Dikecualikan dari Kewajiban Menyampaikan SPT PPh
    Wajib Pajak Pajak Penghasilan tertentu yang dikecualikan dari kewajiban menyampaikan SPT merupakan Wajib Pajak yang memenuhi kriteria sebagai berikut:

    • Wajib Pajak orang pribadi yang dalam satu Tahun Pajak menerima atau memperoleh penghasilan neto tidak melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 7 Undang-Undang PPh; atau
    • Wajib Pajak orang pribadi yang tidak menjalankan kegiatan usaha atau tidak melakukan pekerjaan bebas.

    Wajib Pajak orang pribadi yang dalam satu Tahun Pajak menerima atau memperoleh penghasilan neto tidak melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak dikecualikan dari kewajiban menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 25 dan SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Orang Pribadi.

    Wajib Pajak orang pribadi yang tidak menjalankan kegiatan usaha atau tidak melakukan pekerjaan bebas dikecualikan dari kewajiban menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 25.





    Tulisan ini adalah salinan dari tulisan di pajaktaxes.blogspot.com

     

    Jenis, Bentuk, dan Isi SPT

    Isilah SPT Tahunan Anda dengan benar, lengkap, dan jelas!

    Surat Pemberitahuan yang selanjutnya disebut SPT adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.

    etiap Wajib Pajak wajib mengisi SPT dengan benar, lengkap, dan jelas, dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah, dan menandatangani serta menyampaikannya ke kantor Direktorat Jenderal Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar atau dikukuhkan atau tempat lain yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak. Berikut ini copypaste dari Peraturan Menteri Keuangan nomor 243/PMK.03/2014 tentang SPT, khususnya terkait jenis, bentuk, dan isi SPT.

    Pada dasarnya SPT itu dapat dibagi dua:

    • SPT Tahunan
    • SPT Masa
    SPT Tahunan adalah SPT untuk suatu Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak. SPT Masa adalah SPT untuk suatu Masa Pajak.
     
    Tapi jika dilihat dari jenis pajak, SPT yang wajib disampaikan ke kantor pajak itu ada dua (juga):
    • SPT PPh
    • SPT PPN
    SPT Tahunan itu sudah pasti SPT Tahunan PPh. Hanya saja, SPT Tahunan dibagi lagi menjadi dua jenis subjek pajak, yaitu:
    • SPT Tahunan PPh Orang Pribadi (OP)
    • SPT Tahunan PPh Badan
     
    Orang pribadi itu sudah jelas. Maka tidak perlu didefinisikan. Pokoknya orang yang lahir atau dilahirkan. Sedangkan badan adalah badan hukum yang memiliki hak dan kewajiban menurut hukum yang berlaku. Tetapi secara definisi pajak:

    Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apa pun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.  

     
    menurut bentuknya, SPT terdiri dari SPT dalam bentuk formulir kertas dan SPT dalam bentuk dokumen elektronik. Nah dokumen elektonik ini biasa disebut e-SPT atau yang langsung diisi di web disebut efiling. Jika kita isi langsung di laman pajak maka kita tidak perlu lagi datang ke kantor pajak. Bisa diisi dimana saja, dan kapan saja.
    Isi SPT Tahunan PPh menurut Peraturan Menteri Keuangan nomor 243/PMK.03/2014 harus memuat data:
    • jenis pajak;
    • nama Wajib Pajak dan Nomor Pokok Wajib Pajak;
    • Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak yang bersangkutan;
    • tanda tangan Wajib Pajak atau kuasa Wajib Pajak;
    • jumlah peredaran usaha;
    • jumlah penghasilan, termasuk penghasilan yang bukan merupakan objek pajak;
    • jumlah Penghasilan Kena Pajak;
    • jumlah pajak yang terutang;
    • jumlah kredit pajak;
    • jumlah kekurangan atau kelebihan pajak;
    • jumlah harta dan kewajiban;
    • tanggal pembayaran Pajak Penghasilan Pasal 29; dan
    • data lainnya yang terkait dengan kegiatan usaha Wajib Pajak.
    format SPT Tahunan PPh OP untuk yang bukan pengusaha atau tidak punya usaha ada dua:
    sedangkan format SPT Tahunan PPh OP untuk yang memiliki usaha baik kecil maupun besar maka menggunakan FORMULIR 1770.
     
    Pada format Tahunan PPh OP ada yang baru di bagian DAFTAR HARTA dan DAFTAR HUTANG yaitu di 1770-IV atau 1770S-II
    hal yang baru di format SPT 2014 diantaranya adalah kode harta dan kode hutang
    ada kolom baru di SPT Tahunan PPh OP 2014 yaitu kode harta dan kode utang
     
    Daftar kode harta:
    Kas dan Setara Kas: 
    011: uang tunai
    012: tabungan
    013: giro
    014: deposito
    019: setara kas lainnya
    Piutang: 
    021: piutang
    022: piutang afiliasi (piutang kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (4) Undang-Undang PPh)
    029: piutang lainnya
    Investasi:
    031: saham yang dibeli untuk dijual kembali
    032: saham
    033: obligasi perusahaan
    034: obligasi pemerintah Indonesia (Obligasi Ritel Indonesia atau ORI, surat berharga syariah negara, dll)
    035: surat utang lainnya
    036: reksadana
    037: Instrumen derivatif (right, warran, kontrak berjangka, opsi, dll)
    038: penyertaan modal dalam perusahaan lain yang tidak atas saham meliputi penyertaan modal pada CV, Firma, dan sejenisnya
    039: Investasi lainnya
    Alat Transportasi:
    041: sepeda
    042: sepeda motor
    043: mobil
    049: alat transportasi lainnya
    Harta Bergerak Lainnya:
    051: logam mulia (emas batangan, emas perhiasan, platina batangan, platina perhiasan, logam mulia lainnya)
    052: batu mulia (intan, berlian, batu mulia lainnya)
    053: barang-barang seni dan antik (barang-barang seni, barang-barang antik)
    054: kapal pesiar, pesawat terbang, helikopter, jetski, peralatan olahraga khusus
    055: peralatan elektronik, furnitur
    059: harta bergerak lainnya
    Harta Tidak Bergerak
    061: tanah dan/atau bangunan untuk tempat tinggal.
    062: tanah dan/atau bangunan untuk usaha (toko, pabrik, gudang, dan sejenisnya)
    063: tanah atau lahan untuk usaha (lahan pertanian, perkebunan, perikanan darat, dan sejenisnya)
    069: harta tidak gerak lainnya
    Daftar Kode Utang:
    101 : Utang Bank / Lembaga Keuangan Bukan Bank (KPR, Leasing Kendaraan Bermotor, dan sejenisnya)
    102 : Kartu Kredit
    103 : Utang Afiliasi (Pinjaman dari pihak yang memiliki hubungan istimewa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (4) Undang-Undang PPh)
    109 : Utang Lainnya
    SPT Tahunan PPh Badan ada dua jenis, yaitu:
    • FORMULIR 1771  untuk yang menyelenggarakan pembukuan dalam mata uang rupiah
    • FORMULIR 1770$ untuk yang menyelenggarakan pembukuan dalam mata uang US Dolar.
    pembukuan dalam mata uang selain rupiah wajib hukumnya memiliki ijin dari DJP.
     
    Sedangkan SPT Masa terdiri dari:
    • SPT Masa PPh
    • SPT Masa PPN
    • SPT Masa PPN Pemungut
     
    Isi SPT Masa PPh menurut Peraturan Menteri Keuangan nomor 243/PMK.03/2014 harus memuat data:
    • jenis pajak;
    • nama Wajib Pajak dan Nomor Pokok Wajib Pajak;
    • Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak yang bersangkutan;
    • tanda tangan Wajib Pajak atau kuasa Wajib Pajak;
    • jumlah objek pajak, jumlah pajak yang terutang, dan/atau jumlah pajak dibayar;
    • tanggal pembayaran atau penyetoran; dan
    • data lainnya yang terkait dengan kegiatan usaha Wajib Pajak.

    Isi SPT Masa PPN menurut Peraturan Menteri Keuangan nomor 243/PMK.03/2014 harus memuat data:

    • jenis pajak;
    • nama Wajib Pajak dan Nomor Pokok Wajib Pajak;
    • Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak yang bersangkutan;
    • tanda tangan Wajib Pajak atau kuasa Wajib Pajak;
    • jumlah penyerahan;
    • jumlah Dasar Pengenaan Pajak;
    • jumlah Pajak Keluaran;
    • jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan;
    • jumlah kekurangan atau kelebihan pajak;
    • jumlah kekurangan atau kelebihan pajak;
    • tanggal penyetoran; dan
    • data lainnya yang terkait dengan kegiatan usaha Wajib Pajak.

    Isi SPT Masa PPN Pemungut menurut Peraturan Menteri Keuangan nomor 243/PMK.03/2014 harus memuat data:

    • jenis pajak;
    • nama Wajib Pajak dan Nomor Pokok Wajib Pajak;
    • Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak yang bersangkutan;
    • tanda tangan Wajib Pajak atau kuasa Wajib Pajak;
    • jumlah Dasar Pengenaan Pajak;
    • jumlah pajak yang dipungut;
    • jumlah pajak yang disetor;
    • tanggal pemungutan;
    • tanggal penyetoran; dan
    • data lainnya yang terkait dengan kegiatan usaha Wajib Pajak.

     

    Tandan tangan SPT boleh menggunakan tanda tangan biasa atau yang sering disebut “tanda tangan basah”, boleh juga dengan stempel, dan tanda tangan elektronik. Hal ini sesuai dengan Pasal 3 ayat (1b) Undang-Undang KUP:

    Penandatanganan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan secara biasa, dengan tanda tangan stempel, atau tanda tangan elektronik atau digital, yang semuanya mempunyai kekuatan hukum yang sama, yang tata cara pelaksanaannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan. 

     
     


    Tulisan ini adalah salinan dari tulisan di pajaktaxes.blogspot.com

     

     
     

    Pembetulan SPT

    Pada dasarnya, Pembetulan SPT hanya dapat dilakukan sebelum ada pemeriksaan. Contoh, SPT tahun pajak 2010 masih dapat dilakukan Pembetulan SPT sebelum ada pemeriksaan atas tahun pajak 2010. SPT yang disampaikan pada saat pemeriksaan dan pemeriksaan Bukti Permulaan disebut Pengungkapan Ketidakbenaran. Bukan Pembetulan SPT. Tetapi, bisa jadi Pembetulan SPT justru setelah ada surat ketetapan pajak.

    Pasal 3 ayat (7) UU KUP berbunyi:

    Surat Pemberitahuan dianggap tidak disampaikan apabila:a. Surat Pemberitahuan tidak ditandatangani sebagaimana dimaksud pada ayat (1);b. Surat Pemberitahuan tidak sepenuhnya dilampiri keterangan dan/atau dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (6);c. Surat Pemberitahuan yang menyatakan lebih bayar disampaikan setelah 3 (tiga) tahun sesudah berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak, dan Wajib Pajak telah ditegur secara tertulis; ataud. Surat Pemberitahuan disampaikan setelah Direktur Jenderal Pajak melakukan pemeriksaan atau menerbitkan surat ketetapan pajak.

    Ternyata, Peraturan Pemerintah No. 74 Tahun 2011 mengatur lebih lanjut bahwa pembetulan SPT bukan hanya sebelum pemeriksaan tetapi ditambah dengan sebelum ada verifikasi dan pemeriksaan bukti permulaan. Ketentuan ini diatur di Pasal 5 PP 74 tahun 2011.

    Di pasal berikutnya, Pasal 6 Peraturan Pemerintah No. 74 Tahun 2011 mengatur bahwa kompensasi kerugian tidak harus urut. Bisa saja kerugian tahun pajak 2009 dikompensasi ke tahun pajak 2011. Yang penting, jangka waktu kompensasi masih dalam jangka waktu 5 tahun. Jadi kerugian tahun pajak 2009 maksimal dapat dikompensasi ke tahun pajak 2014. Tetapi alokasinya tidak harus urut dari 2010. Bisa loncat ke tahun pajak 2011 atau langsung 2012. di bagian penjelasan Pasal 6 Peraturan Pemerintah No. 74 Tahun 2011 diberikan contoh. Saya copas contoh dimaksud:

    Perlakuan terhadap rugi fiskal berdasarkan surat ketetapan pajak Tahun Pajak 2009 yang belum dikompensasikan sebesar Rp 30.000.000,00 (Rp 230.000.000,00 – Rp 200.000.000,00) dapat dikompensasikan pada Tahun Pajak 2011 mengingat berdasarkan Pasal 6 ayat (2) Undang-Undang Pajak Penghasilan 1984 dan perubahannya rugi fiskal dapat dikompensasikan selama 5 (lima) tahun.

    Pasal 6 peraturan pemerintah ini mengatur masalah Pembetulan SPT yang terkait dengan kompensasi kerugian. Misalkan tadinya kompensasi kerugian hanya Rp.200juta tetapi setelah diperiksa, kemudian keberatan dan putusan banding menyatakan bahwa kompensasi kerugian malah menjadi Rp.230juta. Maka kompensasi yang Rp.30juta tersebut tidak harus dikompensasi ke tahun pajak 2010 tetapi dapat ke tahun pajak 2011 seperti contoh di bagian penjelasan peraturan pemerintah ini.

    Menurut saya, contoh ini juga bisa dijadikan acuan bahwa masalah kompensasi kerugian di SPT Tahunan PPh tidak harus urut kacang. Bisa loncat-loncat tahun pajak. Yang penting periode kompensasi kerugian dalam jangka waktu 5 tahun.

    Jika tahun pajak 2010 sedang diperiksa, dan terdapat surat ketetapan pajak tahun pajak 2009, apakah hasil pemeriksaan yang tertuang dalam surat ketetapan pajak dapat dikompensasi ke tahun 2010? Bisa! Bukan hanya proses pemeriksaan, bahwa tahun proses keberatan dan banding pun kompensasi tersebut dapat diakui.

    Tentu saja karena tahun pajak berikutnya sedang diperiksa atau proses keberatan maka pengakuan kompensasi kerugian tersebut tidak dengan melakukan Pembetulan SPT. Tetapi secara jabatan oleh pejabat DJP. Berikut kondisi pengakuan kompensasi kerugian yang dapat diakui oleh pejabat DJP:

    Membuat SPT OP

    Apakah anda masih bingung cara mengisi SPT? Atau bahkan masih cari-cari formulir SPT? Jangan khawatir, saya bimbing cara mendapatkannya.

    Pertama, dapatkan file eSPT.

    Jika belum punya silakan unduh :
    1. Form 1770
    Form 1770 adalah SPT Tahunan PPh Orang Pribadi yang memiliki usaha atau pekerjaan bebas yang menyelenggarakan pembukuan. Boleh dibilang, inilah media pelaporan pajak bagi para pengusaha / wiraswasta / juragan / majikan.

    2. Form 1770S
    Form 1770S adalah SPT Tahunan PPh Orang Pribadi yang berstatus pegawai. Inilah media pelaporan pajak bagi para buruh dan pegawai.

    3. Form 1770SS
    Form 1770SS adalah media pelaporan pajak bagi Wajib Pajak Orang Pribadi yang mempunyai penghasilan hanya dari satu pemberi kerja dengan jumlah penghasilan bruto dari pekerjaan tidak lebih dari Rp60.000.000 [ini menurut PER-34/PJ/2010].

    Jadi perbedaan antara 1770S dan 1770SS adalah batasan penghasilan. Jika 1770S tidak ada batasan (unlimited) penghasilan yang diterima oleh pegawai, maka 177SS hanya mereka yang memiliki penghasilan setahun tidak lebih dari enam puluh juta rupiah saja.

    Kalau formulir SPT sudah punya, maka silakan unduh file powerpoint tata cara pengisian SPT. Ada dua file powerpoint, yaitu :
    1. Simulasi Pengisian SPT PPh OP
    2. Simulasi Pengisian 1770 S dan 1770 SS

    File powerpoint diatas bukan buatan saya. Tapi dibuat oleh P2 Humas Kantor Pusat DJP.

    Saya pikir, file seperti ini wajib disebarluaskan untuk membantu para Wajib Pajak.

    Kalau Wajib Pajak bingung membuat SPT, sudah pasti tingkat kepatuhan formal berupa penyampaian SPT akan kecil.

    Bikin SPT masih bingung, terus bayar pajaknya kapan?

    Walaupun tidak semua yang bikin SPT bayar pajak!

    Tetapi ada juga yang bayar pajak tapi tidak lapor SPT, terutama Wajib Pajak yang bayar PPh atas penjualan tanah dan atau bangunan.

    Anda akan dibimbing tahap demi tahap cara pengisian SPT. Bahkan diingatkan bagian mana saja yang harus diisi.

    Tentu saja dalam prakteknya tidak harus “plek” persis sama dengan simulasi dari kantor pusat DJP. Setidaknya mirip-mirip atau bedanya tidak terlalu jauh 🙂

    Setelah formulir SPT tersedia dan sudah paham cara pembuatannya, maka tahap selanjutnya adalah mengumpulkan bukti potong dan Surat Setoran Pajak [SSP].

    Bukti potong untuk Wajib Pajak pekerja adalah bukti potong yang dibuat oleh pengusaha / majikan / pemberi kerja.

    Biasanya, bendahara pemberi kerja sudah menghitung berapa PPh terutang (formulir A1). Tinggal pindahkan angka-angka dari A1 ke 1770S atau 1770SS.

    Setelah membuat SPT dan ternyata hasil perhitungan SPT tersebut kurang bayar, maka kekurangan tersebut harus dilunasi sebelum SPT tersebut dilaporkan.

    Bagi Wajib Pajak orang pribadi, pelaporan SPT paling lambat 31 Maret. B

    isa saja kita setor kekurangan PPh pada tanggal 31 Maret pagi dan melaporkan pada sore harinya, tapi harus diantisipasi antrian di bank persepsi saat akan bayar pajak!

    Jangan-jangan karena panjangnya antrian ditambah ada gangguan on-line, maka tidak sempet bayar tanggal tersebut.

    Posting terkait cara pembuatan SPT OP :
    1. Membuat Daftar Harta
    2. Menghitung Penghasilan dari Biaya Hidup
    3. Melaporkan Penghasilan Istri
    4. Bukti Potong sebagai Kredit Pajak

    selamat membuat SPT
    Kalau mau format SPT dalam bentuk Excel, silakan diunduh :
    1. form 1770
    2. form 1770S
    3. form 1770SS

    Tulisan ini adalah salinan dari tulisan di pajaktaxes.blogspot.com

    Flow Chat SPT

    Bagaimana perjalanan SPT Wajib Pajak sebelum diarsip?
    Bagi yang berminat, silakan perhatikan flow chat diatas. Supaya lebih jelas, mungkin bisa diperbesar dengan cara diklik dibagian gambar.
    Bukti bahwa kita sudah lapor SPT adalah :
    [1]. Bukti Kirim via Pos
    [2]. Tanda Terima SPT Tahunan bagi SPT yang diterima via Drop Box
    [3]. Bukti Penerimaan Surat (BPS) bagi SPT yang diterima di KPP
    Account Representative (AR) yang bertugas melakukan penelitian SPT kita akan membuat Surat Permintaan Kelengkapan SPT jika SPT kita dianggap belum lengkap. Surat ini ditandatangani oleh Kepala Kantor. 
    Jika tidak mendapat surat dari KPP, berarti SPT kita sudah diarsip di gudang atau sudah discan di Pusat Pengolahan Data dan Dokumen Perpajakan. Hanya saja, saya sendiri tidak tahu berapa lama SPT sampai di gudang.
    Salaam
    Tulisan ini adalah salinan dari tulisan di pajaktaxes.blogspot.com

    SPT anda benar

    Bulan Februari dan Maret biasanya banyak yang bertanya masalah SPT. Khusus pegawai DJP saat terakhir melaporkan SPT “dimajukan” menjadi bulan Febuari. Maksudnya supaya memberi contoh kepada Wajib Pajak yang lain. Khusus tahun ini tanggal 23 Februari 2010 adalah tanggal terakhir lapor SPT. Sepanjang yang saya tahu dari teman-teman DJP, kebanyakan menyampaikan SPT via Kantor Pos atau Tiki. Jarang ada yang mengirim langsung ke KPP atau drop box. Mungkin ini kebiasaan untuk mendapatkan bukti kirim sebagai tanda bahwa yang bersangkutan sudah lapor.

    Banyak yang bertanya, “Formulir mana yang harus saya gunakan? Sebenarnya di atas form 1770, 1770S, dan 1770SS sudah disebutkan peruntukkan masing-masing formulir. Tetapi masih banyak yang bertanya. Bahkan seorang teman sekantor juga masih “berdebat” apakah pakai form 1770S atau 1770SS. Saya sendiri dari dulu sampai sekarang menggunakan form 1770S. Tetapi ada juga yang berpendapat cukup pakai 1770SS.
    Sebenarnya masalah formulir tidak perlu dipermasalah. Tidak ada satu pun sanksi yang dapat diberikan kepada Wajib Pajak gara-gara salah formulir! Ini yang menjadi acuan saya. Bahkan secara berkelakar seorang teman pernah bilang, “Masih untung lapor.”
    Permasalah di SPT itu dari dulu sampai sekarang adalah masalah isi. Angka-angka yang dilaporkan di SPT itulah yang menjadi masalah. Bukan formulir. Saya sudah jadi pemeriksa pajak sejak tahun 1995, tapi saya tidak pernah mempermasalahkan format SPT. Saya juga sampai sekarang belum pernah mendengar ada teman pemeriksa pajak yang mempermasalahkan format SPT.
    Jadi, menurut saya, tidak perlu ragu lapor SPT. Form mana saja yang paling disukai. Yang penting isinya benar. Angka-angkanya mencerminkan keadaan yang sebenarnya. Tentu saran ini tidak berlaku bagi mereka yang melakukan pekerjaan bebas. Apalagi yang melakukan pembukuan. Hal ini berkaitan dengan pengakuan biaya usaha. Biaya-biaya usaha tentu harus dirinci supaya petugas bisa mengerti darimana penghasilan neto dihitung.
    Setelah SPT anda diterima oleh kantor pajak, maka SPT tersebut akan diteliti. Bagi mereka yang menyampaikan SPT via Pos, Tiki, Dropbox, dan KPP lain (selain KPP dimana kita terdaftar) maka SPT tersebut “dianggap benar” sepanjang :
    [1]. Tidak ada surat dari KPP terdaftar yang meminta kelengkapan SPT.
    Jika ada surat permintaan kelengkapan lampiran SPT, maka SPT kita dianggap belum disampaikan karena dianggap belum lengkap. Kita wajib melengkapi sesuai permintaan dari KPP terdaftar.
    [2]. Tidak ada pemeriksaan.
    Tentu tidak setiap SPT yang disampaikan ke KPP akan diperiksa. Hanya Wajib Pajak tertentu yang diperiksa sesuai kebijakan pemeriksaan dari Kantor Pusat DJP. Nah, bagi mereka yang diperiksa oleh pemeriksa pajak, maka pendapat akhir ada di pemeriksa pajak. Koreksi fiskal yang dilakukan oleh pemeriksa pajak merupakan “pembetulan” fiskus atas SPT Wajib Pajak!
    [3]. Tidak ada himbauan.
    Berkaitan dengan data pihak ketiga yang makin lengkap dimiliki kantor pajak, bisa saja kita mendapatkan Surat Himbauan dari KPP terdaftar bahwa SPT kita belum benar. Dan kita disurut melakukan pembetulan. Seharusnya, kantor pajak menyebutkan dasar kenapa kantor pajak menganggap SPT kita belum benar. Pada dasarnya, jika tidak ada data pembanding, SPT kita tetap dianggap benar. Kantor pajak harus memiliki data pembanding yang membuktikan bahwa SPT kita tidak benar. Berbeda dengan pemeriksaan, Surat Hibauan tentu meminta kesukarelaan atau kesadaran dari Wajib Pajak.
    Sudahkah anda menyampaikan SPT?
    Tulisan ini adalah salinan dari tulisan di pajaktaxes.blogspot.com

    Kelemahan Manual


    Apakah anda sudah mendengar e-SPT? Elektronik SPT atau e-SPT adalah aplikasi yang dibuat oleh Direktorat Jenderal [DJP] untuk digunakan oleh Wajib Pajak untuk kemudahan menyampaikan SPT. Menurut DJP, kelebihan e-SPT adalah:

    [a]. Penyampaian SPT dapat dilakukan secara cepat dan aman, karena lampiran dalam bentuk media CD/disket.
    [b]. Data perpajakan terorganisasi dengan baik.
    [c]. Sistem aplikasi e-SPT mengorganisasikan data perpajakan perusahaan dengan baik dan sistematis.
    [d]. Penghitungan dilakukan secara cepat dan tepat karena menggunakan sistem komputer.
    [e]. Kemudahan dalam membuat Laporan Pajak.
    [f]. Data yang disampaikan WP selalu lengkap, karena penomoran formulir dengan menggunakan sistem komputer.
    [g]. Menghindari pemborosan penggunaan kertas.
    [h]. Berkurangnya pekerjaan-pekerjaan klerikal perekaman SPT yang memakan sumber daya yang cukup banyak.
    Bagi saya sebagai pegawai DJP poin penting adanya e-SPT adalah tidak ada pekerjaan yang dilakukan berulang-ulang. Data-data yang disampaikan oleh Wajib Pajak bagi DJP tentu sangat bermanfaat untuk mengontrol kewajiban perpajakan. Tetapi jika data yang disampaikan itu dalam bentuk kertas, maka untuk mengolah SPT tersebut tentu DJP harus mengentri kembali ke komputer supaya bisa dilakukan analisa.
    Sebelum komputer menjadi kebutuhan pokok di perkantoran seperti sekarang, tentu fisik SPT sudah cukup bagi DJP. Dan analisa yang digunakan pun dilakukan secara manual. Walaupun demikian, untuk pengujian kepatuhan sering kali data SPT tersebut harus disalin.
    Seingat saya, sejak tahun 2002 DJP telah mencoba sistem komputerisasi data perpajakan. Termasuk komputerisasi data perpajakan. Untuk mensukseskan program itu, kemudian ditugaskan kepada KPP untuk merekam data SPT. Tetapi karena data SPT yang harus dientri amat sangat banyak dibandingkan dengan petugas KPP, ternyata sampai dengan akhir tahun 2009 kemarin banyak KPP yang belum tuntas!
    Periode ini adalah periode peralihan antara sistem manual dengan sistem digital. Wajib Pajak menyampaikan data ke kantor pajak melalui media SPT yang ditanda tangan. Kemudian kantor pajak melakukan perekaman supaya data tersebut masuk ke sistem. Nah, inilah pekerjaan yang paling dikeluhkan oleh pegawai DJP. Perekaman! Pada huruf [h]. diatas DJP sudah mengakui secara terbuka bahwa pekerjaan klerikal perekaman SPT memakan sumber daya yang cukup banyak.
    Selain itu, ada kelemahan dalam sistem perekaman oleh DJP. Pertama faktor manusiawi. Maksudnya, pegawai DJP bisa jadi salah melakukan perekaman terutama salah angka. Kedua faktor kesengajaan, yaitu jika pegawai DJP “di-ijin-kan” menginput data WP, maka ada kemungkinkan ada pegawai DJP yang tidak memiliki itikad baik. Data SPT dimanipulasi dalam sistem komputer untuk keperluan tertentu.
    Sebagai contoh, sebagai pemeriksa pajak, saya sering melakukan konfirmasi pajak masukan ke KPP atau melalui sistem intranet. Sebelumnya, jika ada perbedaan yang saya anggap tidak material, maka kesalahan tersebut diabaikan [dianggap sama]. Dasarnya, saya pikir itu kesalahan manusiawi dan tidak ada kesengajaan untuk “dibedakan”. Kesalahan yang tidak dianggap material misalnya : PT SELALULABA tertulis SELALULABA [tanpa PT], atau PT. SELALULABA [ada tanda titik setelah PT], atau PT SELALU LABA [ada spasi sebelu LABA]. Atau perbedaan tanggal faktur tapi dengan nilai rupiah sama. Nah ternyata perbedaan-perbedaan tersebut ada kemungkinan disengaja untuk keperluan tertentu. Dan ini memang kelemahan sistem intranet. Hanya sedikit orang yang tahu. Syukur sekali ada program PINTAR yang akan mengganti sistem sebelumnya.
    Salah satu keuntungan penggunaan e-SPT adalah data-data yang disampaikan oleh Wajib Pajak tidak bisa dirubah oleh kantor pajak. Data yang disampaikan oleh Wajib Pajak jika disampaikan dalam bentuk fisik SPT masih bisa dirubah oleh pegawai KPP jika ada kesalahan perhitungan matematika [tambah, kurang, bagi, kali]. Artinya, tetap ada celah perubahan data. Tetapi dengan e-SPT data tersebut tidak bisa diapa-apakan oleh pegawai KPP. Sedangkan kemungkinan kesalahan matematika seperti manual tidak dimungkinkan lagi karena secara default by system [bener ga istilahnya?] sudah dikoreksi aplikasi e-SPT.
    Semoga e-SPT semakin populer di masyarakat Wajib Pajak! Untuk informasi lebih lanjut tentang e-SPT, silakan tanya langsung ke petugas e-SPT di KPP masing-masing [ada petugas khusus e-SPT] atau kontak langsung ke kantor pusat di (021) 52904806 ext 3446.
    Tulisan ini adalah salinan dari tulisan di pajaktaxes.blogspot.com

    Penyampaian SPT

    Tingkat kepatuhan Wajib Pajak biasanya diukur dengan kepatuhan menyampaikan SPT, baik SPT Masa maupun SPT Tahunan. Karena itu, UU KUP memberikan sanksi bagi mereka yang tidak menyampaikan SPT ke kantor pajak. Untuk SPT Tahunan yang tidak disampaikan, Wajib Pajak akan diberi sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp1.000.000,00 (satu Juta rupiah).

    Sejak dulu, sebenarnya tidak ada kewajiban kantor pajak mengirim blangko SPT karena Wajib Pajak dibebani kewajiban mengambil sendiri. Tetapi prakteknya, blangko SPT dikirim. Nah … mulai tahun sekarang blangko SPT tidak dikirim tapi harus diambil sesuai peraturan yang ada.
    Akan tetapi, untuk hal-hal tertentu kantor pajak akan mengirim blangko SPT. Sesuai Surat Edaran No. SE-1/PJ/2010 bahwa kantor pelayanan pajak [KPP] diminta mengirim blangko [formulir] SPT jika tingkat pengambilan formulir dianggap rendah. Pengiriman formulir SPT OP dilakukan kepada :
    [1]. Pemberi kerja, dan
    [2]. Bendaharawan Pemerintah
    Selain itu, tempat pengambilan formulir akan disediakan di tempat-tempat strategis seperti: mall, statsiun, bandara, pasar, dan lainnya. Itu maunya kantor pusat.
    Kita tunggu saja, apakah petugas pajak akan berkantor di mall?
    Tulisan ini adalah salinan dari tulisan di pajaktaxes.blogspot.com

    Tempat Pengambilan SPT

    Pasal 3 ayat (2) UU KUP:
    Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (1a) mengambil sendiri Surat Pemberitahuan di tempat yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak atau mengambil dengan cara lain yang tata cara pelaksanaannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
    Jadi, mulai sekarang jangan tunggu kiriman SPT dari kantor pajak J
    Tulisan ini adalah salinan dari tulisan di pajaktaxes.blogspot.com

    Tempat Terutang PPN

    Pajak Pertambahan Nilai terutang atas penyerahan BKP atau JKP. Objek pajaknya penyerahan BKP atau JKP.
    Dan terutang di tempat penyerahan BKP atau JKP walaupun penyerahan tersebut masih dalam satu entitas seperti penyerahan dari pusat ke cabang atau sebaliknya, dan penyerahan antar cabang. Dasarnya adalah Pasal 12 ayat (1) UU PPN yang berbunyi sebagai berikut :

    Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a, huruf c dan huruf f terutang pajak di tempat tinggal atau tempat kedudukan dan tempat kegiatan usaha dilakukan atau tempat lain yang ditetapkan dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak.

    Lebih lanjut Pasal 14 Peraturan Pemerintah No. 143 tahun 2000 mengatur :

    (1) Tempat Pajak terutang atas penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean adalah di tempat tinggal atau tempat kedudukan dan tempat kegiatan usaha dilakukan, yaitu di tempat Pengusaha dikukuhkan atau seharusnya dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.

    (2) Tempat Pajak terutang atas :
    a. Impor Barang Kena Pajak, adalah di tempat Barang Kena Pajak dimasukkan ke dalam Daerah Pabean;

    b. Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean adalah di tempat tinggal orang pribadi atau tempat kedudukan badan dalam hal orang pribadi atau badan tersebut bukan sebagai Wajib Pajak atau di tempat orang pribadi atau badan tersebut terdaftar sebagai Wajib Pajak;

    c. Kegiatan membangun sendiri oleh Pengusaha Kena Pajak yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya atau oleh bukan Pengusaha Kena Pajak, adalah di tempat bangunan tersebut didirikan.

    Tetapi kita bisa menghindari pengenaan PPN atas penyerahan intra perusahaan.

    Artinya penyerahan dalam satu perusahaan seperti penyerahan dari pusat ke cabang atau sebaliknya dan penyerahan antar cabang tidak terutang PPN.

    Caranya dengan meminta pemusatan ke kantor pajak. Persyaratan pemusatan diatur di Pasal 4 KEP – 128/PJ./2003

    (1) Permohonan untuk penetapan salah satu tempat usaha sebagai tempat pemusatan Pajak Pertambahan Nilai bagi Pengusaha Kena Pajak selain Pedagang Eceran dan Pengusaha Kena Pajak yang menyampaikan SPT Masa PPN dan PPn BM dengan Media Elektronik (e-filing) dapat dikabulkan apabila telah memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
    a. Tempat Pajak Pertambahan Nilai terutang yang dipusatkan tidak menyelenggarakan administrasi penjualan dan administrasi pembelian, semua administrasi dilakukan di tempat pemusatan Pajak Pertambahan Nilai terutang;

    b. Fungsi tempat kegiatan usaha yang dipusatkan hanya melakukan penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak kepada pembeli barang atau penerima jasa atas perintah tempat pemusatan Pajak Pertambahan Nilai;

    c. Semua Faktur Pajak dan atau Faktur Penjualan diterbitkan oleh tempat pemusatan Pajak Pertambahan Nilai terutang;

    d. Tempat kegiatan usaha yang dipusatkan tidak membuat Faktur Pajak dan atau Faktur Penjualan, kecuali Faktur Pajak dan atau Faktur Penjualan yang dicetak berdasarkan data yang diinput secara on line dari Kantor Pusat atau tempat pemusatannya; dan

    e. Kantor Cabang Unit yang dipusatkan hanya mengadministrasi persediaan dan administrasi kegiatan perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak untuk keperluan operasional kantor atau unit bersangkutan yang dananya berasal dari kas-kecil (petty cash).

    (2) Permohonan tempat pemusatan Pajak Pertambahan Nilai bagi Pedagang Eceran dapat dikabulkan apabila kegiatan dan administrasi pembelian untuk jaringan penjualan yang tersebar di berbagai tempat, dipusatkan di tempat pemusatan Pajak Pertambahan Nilai dimohonkan.

    Khusus bagi mereka yang terdaftar di kantor pajak yang berada di Kanwil WP Besar, Kanwil Khusus, serta KPP Madya diseluruh Indonesia, dianjurkan terpusat di pusat atau pemusatan.

    Berdasarkan Peraturan Dirjen Pajak No. PER-15/PJ/2009 bahwa semua Wajib Pajak yang terdaftar di KPP Madya dan KPP WP Besar diwajibkan melakukan pemusatan kecuali Wajib Pajak belum siap. Berikut kutipan Pasal 3 ayat (1) PER-15/PJ/2009 :

    cag!

    Tulisan ini adalah salinan dari tulisan di pajaktaxes.blogspot.com

    SPT Tahunan PPh Pasal 21

    Banyak yang bertanya, baik Wajib Pajak maupun pegawai pajak [termasuk saya] sendiri, apakah tahun pajak 2008 tidak ada SPT Tahunan PPh Pasal 21? Jika ada yang bertanya ke saya pertama-tama saya jawab tidak ada. Karena di UU KUP terbaru memang tidak mengatur tentang SPT Tahunan PPh Pasal 21.

    Kita kutif Pasal 3 ayat (3) UU KUP:

    Batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan adalah:
    a. untuk Surat Pemberitahuan Masa, paling lama 20 (dua puluh) hari setelah akhir Masa Pajak;

    b. untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak orang pribadi, paling lama 3 (tiga) bulan setelah akhir Tahun Pajak; atau

    c. untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak badan, paling lama 4 (empat) bulan setelah akhir Tahun Pajak.

    Huruf a menyebutkan SPT Masa, huruf b menyebutkan SPT Tahunan PPh OP, sedangkan huruf c menyebutkan SPT Tahunan PPh WP Badan. Kalau ada SPT Tahunan PPh Pasal 21 akan timbul pertanyaan, “Kapan batas waktu penyampaian SPT Tahunan PPh Pasal 21?” Undang-undang formal tidak mengatur!

    Bagi Wajib Pajak sendiri, SPT Tahunan PPh Pasal 21 bisa dijadikan alat untuk “menggeser” pembayaran pajak. Karena SPT Tahunan PPh Pasal 21 merupakan akumulasi pelaporan kewajiban pemotongan PPh Pasal 21 oleh pemberi kerja atau pemberi penghasilan maka fakta dilapangan sering ditemukan Wajib Pajak benar-benar menghitung PPh Pasal 21 saat bikin SPT Tahunan. Sedangkan SPT Masa PPh Pasal 21 dibuat “daripada tidak bikin”.

    Saya pikir hal itu ‘kesalahan’ yang pantas dimaafkan. Pada waktu pemeriksaan, si pemeriksa pajak jarang memeriksa tanggal berapa objek PPh Pasal 21 dibayarkan dan harus dilaporkan di SPT Masa kapan? Berbeda dengan pembuatan faktur pajak standar dan pelaporan di SPT Masa PPN. Selain karena pengaturan di PPN lebih rinci tentang kapan harus dilaporkan juga berkaitan dengan cut-off omset. Karena itu PPN lebih mendapat perhatian.

    Praktek yang sering saya temukan [juga biasa saya lakukan] untuk menguji kewajiban pemotongan PPh Pasal 21 adalah equalisasi biaya-biaya dengan SPT Tahunan PPh Pasal 21. Jika jumlah objeknya sudah sama, maka tidak ada koreksi objek. Jika ada koreksi objek maka sanksi bunga juga dihitung sejak bulan setelah tahun pajak berakhir [Januari tahun berikutnya]. Bukan sejak bulan setelah biaya tersebut dibayarkan!

    Kembali ke SPT Tahunan PPh Pasal 21 di tahun 2008, ternyata untuk tahun pajak 2008 masih ada. Dengan diterbitkan PER-39/PJ/2008 maka khusus tahun 2008, para majikan bisa “menyelesaikan” kewajiban PPh Pasal 21 dengan SPT Tahunan ini.

    Trik yang sering saya jumpai di lapangan untuk pengisian SPT Tahunan PPh Pasal 21 antara lain :
    [1] Mencantumkan jumlah objek pajak dengan kira-kira saja. Kepada siapa dibayarkan, itu mah urusan nanti. Yang penting jumlah objek pajak mendekati biaya.

    [2] Menggeser penghasilan dari atasan kepada bawahan supaya ada ‘pemerataan’ sehingga terhindar tarif tertinggi.

    [3] Penghitungan dan pembayaran PPh Pasal 21 di SPT Masa mah asal ada saja, karena penghitungan yang benar ada di SPT Tahunan. Toh di SPT Masa tidak ada perincian penghitungan seperti form 1721-A1.

    Tapi perkiraan saya sih PER-39/PJ/2008 ini untuk menjembatani “kebiasaan” membuat SPT Tahunan dengan tidak membuat. Mungkin akan ada peraturan lain yang berkaitan dengan tahun pajak 2009. Sebelum PER-39/PJ/2008 muncul ada surat Direktur .. yang memberitahukan draf SPT Tahunan PPh Pasal 21 dan kemungkinan pengaturan lebih lanjut tentang SPT Tahunan Pasal 21. Kita tunggu saja.

    Tulisan ini adalah salinan dari tulisan di pajaktaxes.blogspot.com

    Perusahaan Belum Beroperasi

    Pak Raden yth, mohon penjelasannya tentang kewajiban pelaporan pajak bagi perusahaan yg baru berdiri.
    Perusahaan saya berbentuk PT, belum berjalan dan belum ada karyawan. Laporan apa saja yg harus saya sampaikan setiap bulannya? Kemana dan Bagaimana caranya saya menyampaikan laporannya? (Berbentuk ssp?)
    multekutama@yahoo.com

    Jawaban Saya:

    Kewajiban yang harus dilaksanakan setelah memperoleh NPWP oleh Wajib Pajak:
    [a.] Kewajiban sehubungan dengan Pajak Penghasilan (PPh)
    [a.1.] SPT Masa, yaitu pelaporan pelaksanaan withholding tax, yaitu: PPh Pasal 21, PPh Pasal 22, PPh Pasal 23, PPh Pasal 26, PPh Pasal 15, dan PPh Pasal 4 ayat (2). Ada dua pendapat tentang pelaporlan withholding tax ini, pertama : ada atau tidak ada objek, wajib membuat SPT. Pendapat kedua, dilaporkan jika ada objek saja. Silakan pilih mana yang lebih nyaman.
    [a.2.] SPT Tahunan, yaitu pelaporan pelaksaan kewajiban perpajakan selama satu tahun penuh, yaitu PPh badan atau PPh Orang Pribadi, dan PPh Pasal 21.

    Khusus untuk perusahaan yang belum berjalan, SPT Tahunan baik PPh Badan maupun PPh Pasal 21 diisi “NIHIL”, ditandatangani, dan dibuatkan “Surat Penyataan” bahwa perusahaan belum berjalan atau belum beroperasi. Saya pikir, perusahaan yang belum beroperasi tidak memiliki kewajiban menyampaikan SPT Masa.

    [b.] Kewajiban sehubungan dengan Pajak Pertambahan Nilai/Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPN & PPnBM), yaitu SPT Masa PPN.

    Surat Pemberitahuan (SPT) adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Surat Pemberitahuan Masa (SPT Masa) adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu Masa Pajak. Masa Pajak adalah jangka waktu yang menjadi dasar bagi Wajib Pajak untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan pajak yang terutang dalam suatu jangka waktu tertentu. Umumnya satu masa sama dengan satu bulan kalender.

    SPT wajib disampaikan ke KPP terdaftar :
    [1] Untuk SPT Masa, 20 hari setelah akhir masa pajak. Jika masa pajak sama dengan satu bulan kalender, maka SPT Masa disampaikan setiap tanggal 20, bulan berikutnya. Contoh : SPT Masa Januari disampaikan paling lambat tanggal 20 Februari.

    [2] Untuk SPT Tahunan PPh OP, tiga bulan setelah akhir tahun pajak.

    [3] Untuk SPT Tahunan PPh Badan, 4 (empat) bulan setelah akhir tahun pajak. Tetapi ketentuan ini mulai berlaku untuk tahun pajak 2008 dan selanjutnya. Untuk tahun pajak 2007 dan sebelumnya, masih menggunakan ketentuan lama, yaitu tiga bulan setelah akhir tahun pajak.

    Surat Setoran Pajak (SSP) adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak yang telah dilakukan dengan menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke kas negara melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan. Prakteknya, SSP merupakan lampiran SPT jika ada pembayaran.

    [c.] Pembukuan/Pencatatan.

    Syarat-syarat penyelenggaraan pembukuan/pencatatan:
    [a.] Diselenggarakan dengan memperhatikan itikad baik dan mencerminkan keadaan atau kegiatan usaha yang sebenarnya;
    [b.] Sekurang-kurangnya terdiri dari catatan yang dikerjakan secara teratur keadaan kas dan bank, daftar utang piutang, daftar persediaan barang, dan membuat neraca dan perhitungan laba rugi pada setiap akhir Tahun Pajak;
    [c.] Diselenggarakan di Indonesia dengan menggunakan huruf latin, angka arab, satuan mata uang rupiah, dan disusun dalam bahasa Indonesia atau dalam bahasa asing yang diizinkan oleh Menteri Keuangan;
    [d.] Pembukuan atau pencatatan dan dokumen yang menjadi dasarnya serta dokumen lain yang berhubungan dengan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas Wajib Pajak harus disimpan selama sepuluh tahun.
    [e.] Buku-buku, catatan-catatan, dokumen-dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan dan dokumen lain wajib disimpan di Indonesia.
    • Wajib Pajak Orang Pribadi, di tempat kegiatan atau di tempat tinggal
    • Wajib Pajak Badan, di tempat kedudukan

    Pembukuan adalah proses pencatatan secara teratur untuk mengumpulkan data
    dan informasi tentang:
    • keadaan harta
    • kewajiban atau utang
    • modal
    • Penghasilan dan biaya
    • harga perolehan dan penyerahan barang/jasa yang terutang Pajak Pertambahan Nilai (PPN), yang tidak terutang, yang dikenakan PPN dengan tarif 0% dan dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah Yang ditutup dengan menyusun Laporan Keuangan berupa Neraca dan Perhitungan Laba rugi pada setiap akhir Tahun Pajak.

    Tulisan ini adalah salinan dari tulisan di pajaktaxes.blogspot.com

    Pengusaha Kecil

    Saya meneruskan usaha orang tua yang bergerak dibidang home industry. Pada pertengahan tahun lalu saya buat PT karena untuk visi kedepannya. Karena tidak mengerti kaitan PT dengan pajak-pajaknya. Awalnya saya membayar konsultan lepas ternyata mengecewakan dia buat double book yang terakhir saya ketahui double book tersebut “aneh” – ada pos-pos pada laporannya tidak nyambung. Saya aja bukan orang pajak aneh apalagi pada saat diperiksa oleh orang pajak pasti saya kena. Yang saya ingin tanyakan:

    1. Apakah mungkin menarik laporan yang salah di kantor pajak?
    2. Karena saya penghasilan dibawah 50 jt / bulan apakah saya wajib bayar PPN ? sedangkan saya jualannya ke pasar tradisional tanpa ada pajak masukan dari mereka
    3. Apakah mungkin saya mengajukan permohonan pembatalan PKP? dan nantinya hanya menjalankan kewajiban PPH 21 & 25? apakah ada contoh suratnya??

    Terima kasih sebelumnya,

    Susanti

    JAWABAN SAYA[1] Apakah mungkin menarik laporan yang salah di kantor Pajak?
    Ibu tidak perlu menarik laporan (istilah pajak sebenarnya surat pemberitahuan dan disingkat SPT). Jika memang SPT dianggap tidak benar oleh Wajib Pajak sendiri, silakan mengajukan SPT Pembetulan.

    Ketentuan tentang SPT Pembetulan diatur dalam Pasal 8 UU KUP. Di UU No. 16 tahun 2000 yang berlaku sampai dengan 31 Desember 2007, kesempatan untuk membetulkan SPT dengan kemauan sendiri (ini istilah UU) hanya diberikan selama dua tahun sejak berakhirnya masa pajak atau tahun pajak.

    Artinya, SPT tahun pajak 2005, dan tahun pajak 2006 masih bisa dibetulkan oleh Wajib Pajak sendiri. Tetapi, jika tahun pajak 2004 dan sebelumnya, sekarang sudah terlambat.

    Ketentuan dua tahun juga masih ada syaratnya, yaitu selama belum dilakukan pemeriksaan. Jika memang telah dilakukan pemeriksaan, yaitu sejak tanggal diserahkannya SP3 (surat perintah pemeriksaan pajak) maka tidak perlu ada SPT Pembetulan. Bukankan hasil dari pemeriksaan tersebut keluarnya skp? Dan, substansinya skp itu “SPT” versi fiskus.

    Tetapi di UU No. 28 tahun 2007 yang berlaku sejak 1 Januari 2008, batas pembetulan sendiri itu dua tahun sebelum daluarsa penetapan. Kapan daluarsa penetapan? Lima tahun setelah saat terutang pajak atau berakhirnya masa pajak.

    Artinya, kesempatan pembetulan SPT hanya bergeser satu tahun saja, dari dua tahun menjadi tiga tahun. Contoh SPT Tahunan PPh Badan tahun pajak 2008 hanya boleh dibetulkan oleh Wajib Pajak sampai dengan tahun 2011. Setelah itu, tidak bisa lagi.

    [2] Apakah saya wajib bayar PPN?Sayang ibu tidak menyebutkan secara spesifik jenis produk yang diproduksi. Karena disebut sebagai home industry maka saya anggap barang tersebut adalah barang kena pajak (BKP).

    BKP itu adalah semua barang baik berwujud maupun tidak berwujud “kecuali yang dikecualikan”. Jadi, barang yang bukan objek PPN itu secara spesifik ditentukan oleh pemerintah melalui peraturan pemerintah (PP).

    Tidak ada batasan penjualan, apakah suatu penjualan dikenakan PPN atau tidak. Artinya, penjualan Rp.1000 dan penjualan Rp.1.000.000.000 sama saja dikenakan PPN jika memang menurut UU PPN wajib dikenakan PPN. Hanya saja, administrasi PPN kita mengenal klasifikasi “pengusaha kecil”.

    Apa itu pengusaha kecil? “Pengusaha Kecil adalah Pengusaha yang selama satu tahun buku melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak dengan jumlah peredaran bruto dan atau penerimaan bruto tidak lebih dari Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).

    Pasal 1 KMK No. 571/KMK.03/2003. Perhatikan kata-kata “dan atau”, itu artinya bisa BKP saja, atau jasa kena pajak (JKP) saja, atau BKP dan JKP kumulatif (gabungan) sebesar Rp.600.000.000,00.

    Berdasarkan Pasal 2 Keputusan Menteri Keuangan No. 522/KMK.04/2000 menyebutkan “Atas penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak yang dilakukan oleh Pengusaha Kecil tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai.” Catatan: KMK No. 571/2003 adalah perubahan KMK No. 522/2000 tetapi yang dirubah hanya Pasal 1 dan Pasal 4.

    Tetapi jika ibu sudah dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak (PKP) maka ketentuan di Pasal 2 diatas tidak berlaku.

    Pasal 3 Keputusan Menteri Keuangan No. 522/KMK.04/2000 menyebutkan “Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 dan Pasal 2 tidak berlaku apabila Pengusaha Kecil memilih untuk dikukuhkan sebagai pengusaha Kena Pajak.” Ketentuan ini bisa dibaca : siapapun yang sudah dikukuhkan sebagai PKP maka wajib memungut PPN.

    [3] Apakah mungkin saya mengajukan permohonan pembatalan PKP?
    Bisa bu karena omset ibu dalam setahun kurang dari Rp.600.000.000,00.. Silakan meminta permohonan pencabutan PKP ke KPP secepatnya, selambat-lambatnya satu bulan sejak berakhirnya tahun buku. Secepat-cepatnya ya sekarang, Okotber 2007 dan selambat-lambatnya akhir Januari 2008. Hal ini berdasarkan Pasal 5.

    Keputusan diterima atau ditolak permohonan ibu itu paling lambat dua bulan sejak surat permohonan diterima (buktinya yang warna kuning itu bu) oleh KPP. Jika sudah dua bulan belum juga ada keputusan, maka permohonan ibu dianggap diterima.

    Tulisan ini adalah salinan dari tulisan di pajaktaxes.blogspot.com