fbpx

Perbedaan SPT Pembetulan dan Pengungkapan Ketidakbenaran

Sekarang aku tahu pajak

Semua form Surat Pemberitahun (SPT) terdapat pilihan “Normal” atau “Pembetulan”. Untuk SPT yang berbentuk kertas, letaknya ada di bagian pojok kanan atas. SPT yang dibuat secara efiling biasa diisi atau dipilih pada bagian depan sebelum mengisi. SPT Normal maksudnya adalah SPT yang pertama kali dilaporkan. Pertama untuk tahun pajak tersebut jika itu SPT Tahunan. Pertama kali untuk masa pajak tersebut jika itu SPT Masa. Contoh SPT Tahunan PPh OP tahun pajak 2014, ada yang normal dan pembetulan. Atau SPT Masa PPN masa pajak Februari 2015 ada yang normal dan pembetulan. Normal hanya sekali. Sedangkan SPT pembetulan bisa berulang kali, tidak dibatasi.


Dasar hukum SPT Pembetulan adalah Pasal 8 ayat (1) UU KUP:

Wajib Pajak dengan kemauan sendiri dapat membetulkan Surat Pemberitahuan yang telah disampaikan dengan menyampaikan pernyataan tertulis, dengan syarat Direktur Jenderal Pajak belum melakukan tindakan pemeriksaan. 


Tidak ada batasan jumlah atau berapa kali SPT pembetulan boleh disampaikan. Artinya boleh berkali-kali sampai Wajib Pajak merasa benar. Sampai sebelum dilakukan pemeriksaan oleh kantor pajak.

Baik SPT normal maupun SPT pembetulan dibatasi oleh Pasal 3 ayat (7) Undang-Undang KUP. Artinya, SPT masih dapat diterima oleh kantor pajak jika tidak melanggar Pasal 3 ayat (7) Undang-Undang KUP. Berikut bunyi ketentuan dimaksud:

Surat Pemberitahuan dianggap tidak disampaikan apabila: 

  1. Surat Pemberitahuan tidak ditandatangani sebagaimana dimaksud pada ayat (1); 
  2. Surat Pemberitahuan tidak sepenuhnya dilampiri keterangan dan/atau dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (6); 
  3. Surat Pemberitahuan yang menyatakan lebih bayar disampaikan setelah 3 (tiga) tahun sesudah berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak, dan Wajib Pajak telah ditegur secara tertulis; atau 
  4. Surat Pemberitahuan disampaikan setelah Direktur Jenderal Pajak melakukan pemeriksaan atau menerbitkan surat ketetapan pajak. 


Pasal 8 ayat (1) menyebut “belum dilakukan tindakan pemeriksaan”. Sedangkan Pasal 3 ayat (7) memiliki redaksi yang berbeda, yaitu “setelah Direktur Jenderal Pajak melakukan pemeriksaan”. Batasan pemeriksaan ini kemdian lebih diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan nomor  243/PMK.03/2014, yaitu pada Pasal 19.

Menurut peraturan menteri keuangan, pemeriksaan termasuk pemeriksaan bukti permulaan. Dan mulainya pemeriksaan yang menyebabkan SPT tidak dapat diterima oleh kantor pajak yaitu sejak:

  • tanggal Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Pajak disampaikan kepada Wajib Pajak, wakil, kuasa, pegawai, atau anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak untuk pemeriksaan lapangan;
  • tanggal Wajib Pajak, wakil, kuasa dari Wajib Pajak, pegawai, atau anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak seharusnya datang memenuhi panggilan sesuai dengan tanggal yang ditentukan dalam Surat Panggilan Dalam Rangka Pemeriksaan Kantor.
  • Pemeriksaan bukti permulaan secara terbuka dimulai pada tanggal surat pemberitahuan Pemeriksaan Bukti Permulaan disampaikan kepada Wajib Pajak, wakil, kuasa, atau pihak yang dapat mewakili Wajib Pajak sesuai dengan peraturan perundang-undangan mengenai pemeriksaan bukti permulaan.




Sedangkan pengungkapan ketidakbenaran pada dasarnya SPT pembetulan yang dilakukan pada saat pemeriksaan. Artinya bisa saja dengan format SPT tetapi tidak dianggap SPT. Tetapi bisa menjadi dianggap SPT oleh pemeriksa jika perhitungan SPT pembetulan dan perhitungan menurut pemeriksa sama persis.

Dasar hukum pengungkapan ketidakbenaran ada dua, yaitu Pasal 8 ayat (3) dan ayat (4) Undang-Undang KUP. Ayat (3) untuk SPT pembetulan yang disampaikan pada saat dilakukan pemeriksaan Bukti Permulaan. Sedangkan ayat (4) untuk SPT pembetulan yang disampaikan pada saat dilakukan pemeriksaan kantor atau pemeriksaan lapangan.

Semua pengungkatan ketidakbenaran harus disertai pembayaran sanksi. Jika tidak ada pembayaran sanksi maka tidak dianggap sebagai pengungkapan ketidakbenaran. Keharusan pembayaran sanksi disebut di Pasal 8 ayat (3) dan ayat (5) Undang-Undang KUP.

Jadi pada saat pengungkapan ketidakbenaran dilakukan oleh Wajib Pajak, selain SPT pembetulan juga harus ada 2 SSP, yaitu:

  • SSP atas pajak kurang bayar dengan kode jenis setoran 500. Contoh kode akun 411125 – 500 untuk kekurangan pembayaran pajak yang masih harus disetor yang tercantum dalam SPT PPh Orang Pribadi atas pengungkapan ketidakbenaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) atau Pasal 8 ayat (5) Undang-Undang KUP. 
  • SSP atas sanksi pengungkapan ketidakbenaran dengan kode jenis setoran 510. Kode Akun Pajak 411125 – 510 untuk pembayaran sanksi administrasi berupa denda atau kenaikan, atas pengungkapan ketidakbenaran pengisian SPT PPh Orang Pribadi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) dan Pasal 8 ayat (5) Undang-Undang KUP. Besarnya sanksi kenaikan adalah 150% pemeriksaan bukti permulaan dan 50% untuk pemeriksaan lapangan atau pemeriksaan kantor.
Jika dilihat dari jumlah sanksi yang dibayarkan maka sanksi pengungkapan ketidakbenaran memiliki sanksi lebih tinggi. Bahkan jika dibandingkan dengan sanksi SKPKB.

Hanya saja, pengungkapan ketidakbenaran merupakan itikad baik Wajib Pajak. Ada sebagian Wajib Pajak menganggap bahwa ketetapan pajak itu sanksi. Atau penetapan pajak oleh fiskus dianggap sebagai ketidakpatuhan perusahaan. Sehingga bagi Wajib Pajak yang memegang teguh citra good governance maka dihindari sejauh-jauhnya SKPKB.

Supaya tidak diterbitkan SKPKB, maka walaupun sudah dilakukan pemeriksaan lapangan oleh kantor pajak, Wajib Pajak bersedia bayar sanksi kenaikan 50% daripada menerima SKPKB dengan sanksi maksimal 48%. Pada sebagian Wajib Pajak, sanksi “moral” dengan cap tidak patuh sangat memberatkan.

Sedangkan pada saat pemeriksaan bukti permulaan motifnya beda lagi. Karena pemeriksaan bukti permulaan adalah mencari bukti-bukti tindak pidana pajak. Jika bukti-bukti itu sudah ditemukan, pemeriksa akan melanjutkan pada tindakan penyidikan.

Supaya tidak dilanjutkan dengan tindakan penyidikan pajak, maka Wajib Pajak dengan bersedia mengungkapkan ketidakbenaran dengan membayar kekurangan pajak disertai sanksi 150% dari kekurangan tersebut.

Dengan demikian, perbedaan SPT Pembetulan dan pengungkapan ketidakbenaran adalah pada motivasi:
  • Wajib Pajak melakukan pembetulan supaya tidak diperiksa atau pajak terutang ditetapkan oleh kantor pajak. Wajib Pajak mengutamakan kepatuhan sukarela.
  • Wajib Pajak melakukan pengungkapan ketidakbenaran untuk menghindari sanksi yang lebih tinggi.

 
 

 
 

    Author: Raden Agus Suparman

    Pegawai DJP sejak 1993 sampai Maret 2022. Konsultan Pajak sejak April 2022. Alumni magister administrasi dan kebijakan perpajakan angkatan VI FISIP Universitas Indonesia. Perlu konsultasi? Sila kirim email ke kontak@aguspajak.com atau 08888110017 Terima kasih sudah membaca tulisan saya di aguspajak.com Semoga aguspajak menjadi rujukan pengetahuan perpajakan.

    63 thoughts on “Perbedaan SPT Pembetulan dan Pengungkapan Ketidakbenaran”

    1. Mohon bertanya pak Agus mengenai pengungkapan ketidakbenaran. Kasusnya di PPN, WP melakukan penyerahan yg seluruhnya yang dibebaskan PPN (PK=0), akan tetapi melakukan pengkreditan PM yng seharusnya tidak boleh dikreditkan. Dan kemudian terladilah LB, lalu dilakukan pemeriksaan oleh kantor pajak. Karena dalam kasus ini tidak terjadi kurang bayar karena seharusnya nihil PK dan PMnya NOL, apakah WP dapat melakukan laporan pengungkapan ketidakbenaran sesuai Pasal 8 ayat (4) UU KUP, tanpa harus ada pajak yg kurang bayar dan saksi 50%, karena keadaan yg sebenarnya NIHIL.
      Terima kasih atas jawabannya.

    2. Halo Pak Raden,
      mau tanya, saya sejak 2009 tidak memasukkan daftar aset ke dalam pelaporan SPT, bagaimana cara melakukan pembetulan SPT nya, apakah boleh saya langsung buat pembetulan di tahun 2015 saja, dengan mencantumkan aset yang saya miliki, tentunya yang dapat saya pertanggung jawabkan asalnya.

    3. baiknya Pembetulan sejak tahun pajak 2011 (jika pembetulan dilakukan tahun 2016).

      Tetapi pelaporkan SPT itu wilayah self assessment

    4. Selamat siang pak, saya mau nanya kalau misalkan ada yang lapor spt masa ppn bulan okt dan dinyatakan lebih bayar dan dikompensasikan untuk masa pajak nov. Setelah itu dilakukan pemeriksaan dan ternyata untuk masa okt tidak lebih bayar. Sanksinya apa ya pak? Terimakasih banyak

    5. kenaikan 100% dari yang seharusnya tidak lebih bayar.

      Misal tidak lebih bayarnya 25juta, maka nanti akan ada sanksi di bulan Oktober sebesar 25juta. Sedangkan kompensasi yang dikreditkan di bulan November tetap diakui.

    6. Pak Raden saya di bulan Des 2014 ada kekeliruan SPT masa LB dibetulkan jadi LB lebih kecil yang menyebabkan kurang bayar 75.000,- sampai saat ini belum saya lakukan pembetulan. penghitungan denda administratifnya bagaiaman ya pak

    Comments are closed.

    Eksplorasi konten lain dari Tax Advisor

    Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

    Lanjutkan membaca