fbpx

Pajak Daerah

Pajak daerah dan retribusi daerah update undang-undang terbaru

Pajak daerah artinya pajak yang dikelola oleh pemerintah daerah, yaitu pemerintah provinsi, pemeriksan kota, atau pemerintah kebupaten. Walaupun namanya pajak daerah, namun dalam pelaksanaannya, pajak daerah dikoordinasikan dengan Kementerian Keuangan cq Ditjen Perimbangan Keuangan Daerah.

Pajak dapat digolongkan berdasarkan kewenangan yang memungutnya, yaitu pemerintah pusat, dan pemerintah daerah. Pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat seperti: Pajak Penghasilan, dan Pajak Pertambahan Nilai. Pajak pusat telah mengalami reformasi undang-undang pada tahun 1985. Sedangkan pajak daerah seperti Pajak Kendaraan Bermotor baru “dikodifikasi” dari ordonansi menjadi pajak daerah pada tahun 1997.

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

Baru pada tahun 1997 Indonesia memiliki Undang-Undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Sebelumnya, pajak daerah masih diatur berdasarkan ordonansi dan perundang-undangan tahun 1950-an.

Undang-Undang nomor 18 tahun 1997 pertama kali menghimpun pajak-pajak daerah dalam satu undang-undang. Undang-Undang ini kemudian menghapus beberapa undang-undang yang menjadi dasar hukum pajak-pajak daerah. Undang-undang yang dihapus oleh Undang-Undang ini yaitu:

  1. Ordonansi Pajak Kendaraan Bermotor 1934
  2. Ordonansi Pajak Potong 1936 
  3. Undang-undang Nomor 12 Tahun 1947 tentang Pajak Radio 
  4. Undang-undang Nomor 14 Tahun 1947 tentang Pajak Pembangunan I
  5. Undang-undang Nomor 32 Tahun 1956 tentang Perimbangan Keuangan antara Negara dan Daerah-daerah yang Berhak Mengurus Rumah Tangganya Sendiri
  6. Undang-undang Nomor 11 Drt. Tahun 1957 tentang Peraturan Umum Pajak Daerah
  7. Undang-undang Nomor 12 Drt. Tahun 1957 tentang Peraturan Umum Retribusi Daerah 
  8. Undang-undang Nomor 74 Tahun 1958 tentang Pajak Bangsa Asing
  9. Undang-undang Nomor 27 Prp. Tahun 1959 tentang Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor
  10. Undang-undang Nomor 10 Tahun 1968 tentang Penyerahan Pajak-Pajak Negara, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor, Pajak Bangsa Asing dan Pajak Radio Kepada Daerah

Undang-Undang nomor 18 tahun 1997 kemudian dicabut dengan Undang-Undang nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

Selanjutnya pada tahun 2022, Undang-Undang nomor 28 tahun 2009 dicabut dengan Undang-Undang nomor 1 tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.

Pajak Daerah Pemerintah Provinsi

Pajak daerah yang merupakan kewenangan Pemerintah Provinsi yaitu:

a. PKB;
b. BBNKB;
C. PAB;
d. PBBKB;
e. PAP;
f. Pajak Rokok; dan
g. Opsen Pajak MBLB.

PKB (Pajak Kendaraan Bermotor) adalah Pajak atas kepemilikan dan/atau penguasaan kendaraan bermotor.

BBNKB (Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor) adalah Pajak atas penyerahan hak milik kendaraan bermotor sebagai akibat perjanjian dua pihak atau perbuatan sepihak atau keadaan yang terjadi karena jual beli, tukar-menukar, hibah, warisq.n, atau pemasukan ke dalam badan usaha.

Kendaraan Bermotor adalah semua kendaraan beroda beserta gandengannya yang digu.nakan di semua jenis jalan darat atau kendaraan yang dioperasikan di air yang digerakkan oleh peralatan teknik berupa motor atau peralatan lainnya yang berfungsi untuk mengubah suatu sumber daya energi tertentu menjadi tenaga gerak kendaraan bermotor yang bersangkutan.

PAB (Pajak Alat Berat) adalah Pajak atas kepemilikan dan/atau penguasaan alat berat.

Alat Berat adalah alat yang diciptakan untuk membantu pekerjaan konstruksi dan pekerjaan teknik sipil lainnya yang sifatnya berat apabila dikerjakan oleh tenaga manusia, beroperasi menggunakan motor dengan atau tanpa roda, tidak melekat secara permanen serta beroperasi pada area tertentu, termasuk tetapi tidak terbatas pada area konstruksi, perkebunan, kehutanan, dan pertambangan.

PBBKB (Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor) adalah Pajak atas penggunaan bahan bakar Kendaraan Bermotor dan Alat Berat.

PAP (Pajak Air Permukaan) adalah Pajak atas pengambilan dan/atau pemanfaatan air permukaan.

Pajak Rokok adalah pungutan atas cukai rokok yang dipungut oleh Pemerintah.

Opsen adalah pungutan tambahan Pajak menurut persentase tertentu.

Opsen Pajak MBLB (Mineral Bukan Logam dan Batuan) adalah Opsen yang dikenakan oleh provinsi atas pokok Pajak MBLB sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.

Pajak Daerah Pemerintah Kota / Kabupaten

Sedangkan pajak daerah yang merupakan kewenangan Pemerintah Kota atau Pemerintah Kabupaten yaitu:

  • PBB-P2;
  • BPHTB;
  • PBJT;
  • Pajak Reklame;
  • PAT;
  • Pajak MBLB;
  • Pajak Burung Walet;
  • Opsen PKB; dan
  • Opsen BBNKB.

PBB-P2 adalah Pajak atas bumi dan/atau bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan / atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau Badan.

BPHTB adalah Pajak atas perolehan hak atas tanah dan/atau Bangunan.

PBJT adalah Pajak yang dibayarkan oleh konsumen akhir atas konsumsi barang dan/ atau jasa tertentu. Barang dan Jasa Tertentu adalah barang dan jasa tertentu yang dijual dan/atau diserahkan kepada konsumen akhir.

Pajak Reklame adalah Pajak atas penyelenggaraan reklame.

PAT (Pajak Air Tanah) adalah Pajak atas pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah.

Pajak MBLB (Mineral Bukan Logam dan Batuan) adalah Pajak atas kegiatan pengambilan mineral bukan logam dan batuan dari sumber alam di dalam dan/atau di permukaan bumi untuk dimanfaatkan.

Pajak Sarang Burung Walet adalah Pajak atas kegiatan pengambilan dan/atau pengusahaan sarang burung walet.

Opsen adalah pungutan tambahan Pajak menurut persentase tertentu.

Opsen PKB adalah Opsen yang dikenakan oleh kabupaten/kota atas pokok PKB sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Opsen BBNKB adalah Opsen yang dikenakan oleh kabupaten/kota atas pokok BBNKB sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.

Self Assessment dan Official Assessment

Self assessment adalah sistem perpajakan yang memberikan kepercayaan dan tanggung jawab kepada Wajib Pajak untuk menetapkan, menghitung, memperhitungkan, menyetorkan, dan melaporkan pajak yang terutang. Insitusi pemungut pajak bertugas mengawasi pelaksanaan self assessement ini.

Official Assessment adalah sistem perpajakan yang menetapkan besarnya pajak yang terutang ditetapkan sepenuhnya oleh institusi pemungut pajak. Tidak ada pajak terutang jika tidak ada penetapan dari institusi yang dimaksud. Wajib Pajak tinggal bayar saja.

Undang-Undang nomor 1 tahun 2022 menganut dua sistem assessment diatas. Beberapa pajak daerah merupakan self assessment, dan lainnya official assessment. Pembagian self assessment dan official assessment diatur di Pasal 5.

Pajak daerah yang menggunakan self assessment yaitu:

  • PBBKB (Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor);
  • Pajak Rokok;
  • Opsen Pajak MBLB (Mineral Bukan Logam dan Batuan);
  • BPHTB (Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan);
  • PBJT (Pajak Barang dan Jasa Tertentu);
  • Pajak MBLB (Mineral Bukan Logam dan Batuan);
  • Pajak Sarang Burung Walet.

Wajib Pajak wajib membuat Surat Pemberitahuan Pajak Daerah, dan melaporkan ke Pemerintah Daerah sebagai bentuk pertanggung-jawaban self assessment.

Pajak daerah yang menggunakan official assessment, yaitu:

  • PKB (Pajak Kendaraan Bermotor);
  • BBNKB (Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor);
  • PAB (Pajak Alat Berat);
  • PAP (Pajak Air Permukaan);
  • PBB-P2;
  • Pajak Reklame;
  • PAT (Pajak Air Tanah);
  • Opsen PKB;
  • Opsen BBNKB.

Pemerintah daerah akan menerbitkan surat ketetapan pajak daerah dan surat pemberitahuan pajak terutang untuk menagih pajak yang harus dibayar.

Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB)

Objek PBBKB adalah penyerahan Bahan Bakar Kendaraan Bermotor oleh penyedia BBKB kepada konsumen atau pengguna Kendaraan Bermotor. Seperti kita ketahui, penyedia bahan bakar yang langsung ke konsumen biasa disebut SPBU. Sehingga yang wajib bayar dan lapor PBBKB adalah SPBU.

Menurut ketentuannya, penyedia BBKB adalah produsen dan/atau importir bahan bakar Kendaraan Bermotor, baik untuk dijual maupun untuk digunakan sendiri.

Dasar pengenaan PBBKB adalah nilai jual BBKB sebelum dikenakan pajak pertambahan nilai. Dan tarif PBBKB ditetapkan paling tinggi sebesar 10%.

Pajak Rokok

Wajib Pajak Rokok adalah pengusaha pabrik rokok/produsen dan importir rokok yang memiliki izin berupa nomor pokok pengusaha barang kena cukai.

Rokok meliputi sigaret, cerutu, rokok daun, dan bentuk rokok lainnya yang dikenai cukai rokok. Yang dikecualikan dari objek Pajak Rokok adalah rokok yang tidak dikenai cukai rokok berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang cukai.

Pajak Rokok dipungut oleh instansi Pemerintah yang berwenang memungut cukai bersamaan dengan pemungutan cukai rokok. Artinya, dipungut dan disetorkan oleh Direktorat Jenderal Bea Cukai bersamaan dengan cukai rokok.

Dasar pengenaan Pajak Rokok adalah cukai yang ditetapkan oleh Pemerintah terhadap rokok. Tarif Pajak Rokok ditetapkan sebesar 10% (sepuluh persen).

BPHTB

Objek BPHTB adalah Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan. Lebih spesifik maksud hak di sini adalah hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai, hak milik atas satuan rumah susun, dan hak pengelolaan.

Seseorang yang memohon hak-hak diatas, wajib membayar lunas BPHTB sebagai persyaratan permohonan ke Badan Pertanahan Nasional. BPHTB sendiri di bayar ke Pemda Kota atau Pemda Kabupaten.

Dasar pengenaan BPHTB adalah nilai perolehan objek pajak. Tarif BPHTB ditetapkan paling tinggi sebesar 5% (lima persen).

Nilai perolehan objek pajak ditetapkan sebagai berikut:

  1. harga transaksi untuk jual beli;
  2. nilai pasar untuk tukar menukar, hibah, hibah wasiat, waris, pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya, pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan, peralihan hak karena pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap, pemberian hak baru atas tanah sebagai kelanjutan dari pelepasan hak, pemberian hak baru atas tanah di luar pelepasan hak, penggabungan usaha, peleburan usaha, pemekaran usaha, dan hadiah; dan
  3. harga transaksi yang tercantum dalam risalah lelang untuk penunjukan pembeli dalam lelang.

Tetapi jika harga transaksi atau nilai pasar diatas ternyata masih dibawah NJOP (nilai jual objek pajak), maka dasar pengenaan BPHTB adalah NJOP tahun perolehan hak.

Untuk menghitung BPHTB terutang, sebelum dikalikan dengan tarif yang berlaku, nilai perolehan diatas dikurangi dulu dengan NPOPTKP (nilai perolehan objek pajak tidak kena pajak).

Besarnya nilai perolehan objek pajak tidak kena pajak ditentukan :

  • untuk perolehan hak pertama Wajib Pajak di wilayah Daerah tempat terutangnya BPHTB sebesar Rp80.000.000,00 (delapan puluh juta rupiah).
  • dalam hal perolehan hak karena hibah wasiat atau waris sebesar Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).

Sehingga rumus BPHTB terutang = (nilai perolehan – NPOPTKP) x 5%

BPHTB terutang ini wajib dilunasi sebelum:

  1. dibuat dan ditandatanganinya perjanjian pengikatan jual beli untuk jual beli;
  2. dibuat dan ditandatanganinya akta untuk tukar-menukar, hibah, hibah wasiat, pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya, pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan, penggabungan usaha, peleburan usaha, pemekaran usaha, dan/atau hadiah;
  3. penerima waris atau yang diberi kuasa oleh penerima waris mendaftarkan peralihan haknya ke kantor bidang pertanahan untuk waris;
  4. putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum yang tetap untuk putusan hakim;
  5. diterbitkannya surat keputusan pemberian hak untuk pemberian hak baru atas tanah sebagai kelanjutan dari pelepasan hak;
  6. diterbitkannya surat keputusan pemberian hak untuk pemberian hak baru di luar pelepasan hak; atau
  7. penunjukan pemenang lelang untuk lelang.

Perolehan hak yang dikecualikan sebagai objek BPHTB yaitu:

  1. untuk kantor Pemerintah, Pemerintahan Daerah, penyelenggara negara dan lembaga negara lainnya yang dicatat sebagai barang milik negara atau barang milik Daerah;
  2. oleh negara untuk penyelenggaraan pemerintahan dan/atau untuk pelaksanaan pembangunan guna kepentingan umum;
  3. untuk badan atau perwakilan lembaga internasional dengan syarat tidak menjalankan usaha atau melakukan kegiatan lain di luar fungsi dan tugas badan atau perwakilan lembaga tersebut yang diatur dengan Peraturan Menteri;
  4. untuk perwakilan diplomatik dan konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik;
  5. oleh orang pribadi atau Badan karena konversi hak atau karena perbuatan hukum lain dengan tidak adanya perubahan nama;
  6. oleh orang pribadi atau Badan karena wakaf;
  7. oleh orang pribadi atau Badan yang digunakan untuk kepentingan ibadah; dan
  8. untuk masyarakat berpenghasilan rendah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT)

PBJT merupakan gabungan beberapa pajak yang sebelumnya sudah ada. Pajak yang digabungkan yaitu pajak restoran, pajak hotel, pajak parkir, pajak hiburan, dan pajak penerangan jalan.

Objek PBJT merupakan penjualan, penyerahan, dan/atau konsumsi barang dan jasa tertentu yang meliputi:

  • Makanan dan/ atau Minuman;
  • Tenaga Listrik;
  • Jasa Perhotelan;
  • Jasa Parkir; dan
  • Jasa Kesenian dan Hiburan.

Dasar pengenaan PBJT adalah jumlah yang dibayarkan oleh konsumen barang atau jasa tertentu. Tarif PBJT ditetapkan paling tinggi sebesar 10% (sepuluh persen).

Khusus tarif PBJT atas jasa hiburan pada diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa ditetapkan paling rendah 4O% (empat puluh persen) dan paling tinggi 75% (tujuh puluh lima persen).

Khusus tarif PBJT atas Tenaga Listrik untuk:

  • konsumsi Tenaga Listrik dari sumber lain oleh industri, pertambangan minyak bumi dan gas alam, ditetapkan paling tinggi sebesar 3% (tiga persen); dan
  • konsumsi Tenaga Listrik yang dihasilkan sendiri, ditetapkan paling tinggi 1,5% (satu koma lima persen).

Penjualan dan/atau penyerahan Makanan dan/atau Minuman meliputi Makanan dan/atau Minuman yang disediakan oleh restoran, dan jasa boga atau katering.

Restoran adalah fasilitas penyediaan layanan Makanan dan/atau Minuman dengan dipungut bayaran.

Penyedia jasa boga atau katering yaitu orang pribadi atau badan yang melakukan:

  • proses penyediaan bahan baku dan bahan setengah jadi, pembuatan, penyimpanan, serta penyajian berdasarkan pesanan;
  • penyajian di lokasi yang diinginkan oleh pemesan dan berbeda dengan lokasi dimana proses pembuatan dan penyimpanan dilakukan; dan
  • penyajian dilakukan dengan atau tanpa peralatan dan petugasnya.

Pengecualian objek PBJT atas penyerahan Makanan dan/atau Minuman:

  • dengan peredaran usaha tidak melebihi batas tertentu yang ditetapkan dalam Perda;
  • dilakukan oleh toko swalayan dan sejenisnya yang tidak semata-mata menjual Makanan dan/atau Minuman;
  • dilakukan oleh pabrik Makanan dan/atau Minuman; atau
  • disediakan oleh penyedia fasilitas yang kegiatan usaha utamanya menyediakan pelayanan jasa menunggu pesawat (lounge) pada bandar udara.

Konsumsi Tenaga Listrik yang menjadi objek PBJT adalah penggunaan Tenaga Listrik oleh pengguna akhir. Tenaga Listrik yang dikecualikan dari objek PBJT yaitu:

  1. konsumsi Tenaga Listrik oleh instansi pemerintah, Pemerintah Daerah dan penyelenggara negara lainnya;
  2. konsumsi Tenaga Listrik pada tempat yang digunakan oleh kedutaan, konsulat, dan perwakilan asing berdasarkan asas timbal balik;
  3. konsumsi Tenaga Listrik pada rumah ibadah, panti jompo, panti asuhan, dan panti sosial lainnya yang sejenis;
  4. konsumsi Tenaga Listrik yang dihasilkan sendiri dengan kapasitas tertentu yang tidak memerlukan izin dai instansi teknis terkait; dan
  5. konsumsi Tenaga Listrik lainnya yang diatur dengan Perda.

Jasa Perhotelan yang menjadi objek PBJT meliputi jasa penyediaan akomodasi dan fasilitas penunjangnya, serta penyewaan ruang rapat/pertemuan pada penyedia jasa perhotelan seperti:

  1. hotel;
  2. hostel;
  3. vila;
  4. pondok wisata;
  5. motel;
  6. losmen;
  7. wisma pariwisata;
  8. pesanggrahan;
  9. rumah penginapan/guesthouse/bungalo/resort/cottage;
  10. tempat tinggal pribadi yang difungsikan sebagai hotel; dan
  11. glamping.

Pengecualian objek PBJT atas jasa perhotelan:

  • Jasa tempat tinggal asrama yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah;
  • jasa tempat tinggal di rumah sakit, asrama perawat, panti jompo, panti asuhan, dan panti sosial lainnya yang sejenis;
  • jasa tempat tinggal di pusat pendidikan atau kegiatan keagamaan;
  • jasa biro perjalanan atau perjalanan wisata; dan
  • jasa persewaan ruangan untuk diusahakan di hotel.

Jasa Parkir yang menjadi objek PBJT meliputi penyediaan atau penyelenggaraan tempat parkir; dan/atau pelayanan memarkirkan kendaraan (parkir valet).

Pengecualian objek PBJT atas jasa parkir:

  • jasa tempat parkir yang diselenggarakan oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah;
  • jasa tempat parkir yang diselenggarakan oleh perkantoran yang hanya digunakan untuk karyawannya sendiri;
  • jasa tempat parkir yang diselenggarakan oleh kedutaan, konsulat, dan perwakilan negara asing dengan asas timbal balik; dan
  • jasa tempat parkir lainnya yang diatur dengan Perda.

Jasa Kesenian dan Hiburan yang menjadi objek PBJT meliputi:

  1. tontonan film atau bentuk tontonan audio visual lainnya yang dipertontonkan secara langsung di suatu lokasi tertentu;
  2. pergelaran kesenian, musik, tari, dan/atau busana;
  3. kontes kecantikan;
  4. kontes binaraga;
  5. pameran;
  6. pertunjukan sirkus, akrobat, dan sulap;
  7. pacuan kuda dan perlombaan kendaraan bermotor;
  8. permainan ketangkasan;
  9. olah raga permainan dengan menggunakan tempat/ruang dan/atau peralatan dan perlengkapan untuk olahraga dan kebugaran;
  10. rekreasi wahana air, wahana ekologi, wahana pendidikan, wahana budaya, wahana salju, wahana permainan, pemancingan, agrowisata, dan kebun binatang;
  11. panti pijat dan pijat refleksi; dan
  12. diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa.

Pengecualian objek PBJT atas jasa kesenian dan hiburan :

  • promosi budaya tradisional dengan tidak dipungut bayaran;
  • kegiatan layanan masyarakat dengan tidak dipungut bayaran; dan/atau
  • bentuk kesenian dan hiburan lainnya yang diatur dengan Perda.