fbpx

Taxable Event Sebagai Syarat Pengakuan Penghasilan

Harus ada taxable event untuk menjadikan tambahan kemampuan ekonomis menjadi penghasilan.

Taxable event adalah transaksi yang memiliki konsekuensi pajak. Kadang, saya menyebutnya peristiwa hukum. Terkait dengan pajak penghasilan, taxable event adalah transaksi yang menimbulkan penghasilan yang wajib dilaporkan di SPT Tahunan PPh. Sehingga taxable event merupakan syarat pengakuan penghasilan.

Menurut definisi Pasal 4 ayat (1) Undang-undang Pajak Penghasilan, bahwa penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis. Tetapi tidak setiap tambahan kemampuan ekonomis merupakan penghasilan.

Harus ada taxable event untuk menjadikan tambahan kemampuan ekonomis menjadi penghasilan.

Semua aktivitas bisnis merupakan taxable event. Saat ada penjualan barang, maka penjualan merupakan taxable event. Semua pemberian jasa yang mendapatkan imbalan merupakan taxable event. Dan pada umumnya, yang dicatat sebagai sales atau pendapatan di income statement merupakan taxable event.

Tanaman mangga di kebun kita, walaupun sudah masak dan bernilai ekonomis tetapi bukan merupakan penghasilan sampai buah mangga tersebut dijual. Hasil penjualan tersebut merupakan penghasilan. Penjualan merupakan taxable event.

Tanah kita mengandung bijih emas. Saat kita beli, kita belum tahu ada bijih emas di tanah kita. Kemudian diketahui bahwa tanah kita mengandung bijih emas dan bernilai ekonomis jika ditambang. Saat diketahui ada bijih emas, belum ada penghasilan. Begitu juga saat diketahui nilai bijih emas dalam tanah kita, belum ada penghasilan. Penghasilan wajib dilaporkan jika sudah ada penjualan bijih emas. Atau kita olah kemudian menjadi emas, dan emas tersebut dijual.

Tanah yang kita miliki setiap tahun nilainya selalu naik. Tetapi kenaikan harga tanah bukan penghasilan. Tanah akan jadi penghasilan saat dijual.

Tetapi terkait harga tanah, dikenal revaluasi atau penilaian kembali. Revaluasi bukan taxable event kecuali kita menyelenggarakan pembukuan.

Karena itu, di Pasal 2 Peraturan Menteri Keuangan nomor 191/PMK.010/2015 menyebuat, “Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) meliputi Wajib Pajak badan dalam negeri, Bentuk Usaha Tetap (BUT), dan Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan pembukuan…

Wajib Pajak badan menurut Undang-undang KUP sejak berdiri wajib menyelenggarakan pembukuan. Begitu juga BUT, wajib menyelenggarakan pembukuan. Sedangkan orang pribadi tidak semuanya diwajibkan menyelenggarakan pembukuan.

Kenapa revaluasi merupakan  taxable event bagi Wajib Pajak yang menyelenggarakan pembukuan? Hal ini terkait dengan pencatatan nilai harta dan double entry. Kenaikan nilai harta di sisi debet, diiringi dengan kenaikan ekuitas di sisi kredit. Kenaikan ekuitas atau kekayaan bersih merupakan tambahan kemampuan ekonomis sebagaimana dimaksud di Pasal 4 ayat (1) Undang-undang Pajak Penghasilan.

Cara yang sama juga berlaku bagi selisih kurs. Undang-Undang Pajak Penghasilan menyebutkan bahwa keuntungan selisih kurs merupakan penghasilan. Bagian penjelasan menyebutkan bahwa keuntungan yang diperoleh karena fluktuasi kurs mata uang asing diakui berdasarkan sistem pembukuan yang dianut dan dilakukan secara taat asas sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku di Indonesia. Artinya, bagi wajib pajak orang pribadi yang tidak menyelenggarakan pembukuan, tidak ada penghasilan karena selisih kurs.

 

Author: Raden Agus Suparman

Pegawai DJP sejak 1993 sampai Maret 2022. Konsultan Pajak sejak April 2022. Alumni magister administrasi dan kebijakan perpajakan angkatan VI FISIP Universitas Indonesia. Perlu konsultasi? Sila kirim email ke kontak@aguspajak.com atau 08888110017 Terima kasih sudah membaca tulisan saya di aguspajak.com Semoga aguspajak menjadi rujukan pengetahuan perpajakan.

Eksplorasi konten lain dari Tax Advisor

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca