fbpx

Penggolongan Biaya SDM Menurut PPh

Penggolongan Biaya Untuk Memudahkan Koreksi Fiskal

Tidak semua biaya terkait sumber daya manusia (SDM) dapat dibiayakan. Ada gaji atau upah yang menurut Undang-undang PPh harus dipotong dan ada yang tidak. Untuk memudahkan koreksi fiskal biaya SDM, perlu dibuat “peta” pengeluaran tersebut.

Biaya terkait dengan SDM dapat kita golongkan menjadi 4 golongan:

  1. Biaya yang dapat dikurangkan dan merupakan objek pemotongan/pemungutan PPh pihak lain.
  2. Biaya yang dapat dikurangkan dan bukan objek pemotongan/pemungutan PPh pihak lain.
  3. Biaya yang tidak dapat dikurangkan dan merupakan objek pemotongan/pemungutan PPh pihak lain.
  4. Biaya yang tidak dapat dikurangkan dan bukan objek pemotongan/pemungutan PPh pihak lain.

Penggolongannya antara dapat dikurangkan dari penghasilan bruto atau tidak, dan objek pemotongan atau bukan. Fokus pembahasan disini dari sisi perusahaan pemberi penghasilan, atau majikan, atau pengguna jasa.

Dapat Dikurangkan dan Objek Potput

Biaya-biaya berikut dapat dibiayakan oleh perusahaan dan wajib dipotong PPh Pasal 21 sesuai ketentuan:

  • Gaji, upah, dan honor.
  • THR (tunjangan hari raya).
  • Bonus atas prestasi kerja.
  • Uang lembur, uang transport.
  • Penggantian Pengobatan, pemberian uang pengobatan atau pemberian tunjangan pengobatan.
  • Tunjangan : PPh Pasal 21, Keluarga, transport, prestasi, perumahan, dan tunjangan lainnya.
  • Premi asuransi jiwa pegawai yang dibayar perusahaan, termasuk JHT (jaminan hari tua), JKK (jaminan kecelakaan kerja), JKM (jaminan kematian), JPK (jaminan pemeliharaan kerja).

Gaji, upah, honor, THR, dan bonus prestasi kerja yang diberikan dalam bentuk uang boleh dibiayakan dan menjadi objek PPh Pasal 21. Ini merupakan pengeluaran untuk pegawai perusahaan. Pegawai bekerja, kemudian diberikan imbalan atas pekerjaan tersebut.

Uang lembur dan uang transport merupakan “tambahan” penghasilan bagi pegawai. Uang lembur dibayar jika pegawai bekerja di luar jam kerja yang telah ditentukan. Sedangkan uang transport diberikan kepada pegawai sebagai pengganti ongkos dari rumah ke kantor. Uang transport disini bukan uang perjalanan dinas. Kedua biaya tersebut merupakan objek PPh Pasal 21.

Terkait pengobatan pegawai, model pengeluaran dibagi dua:

  • sistem penggantian (reimbursement) uang pengobatan, dan
  • sistem tunjuangan pengobatan.

Baik sistem penggantian maupun tunjangan sama-sama boleh dibiayakan dan merupakan penghasian bagi pegawai. Karena menjadi penghasilan bagi pegawai, maka keduanya merupakan objek PPh Pasal 21.

Semua tunjangan yang diterima oleh pegawai boleh dibiayakan. Tunjangan biasanya diberikan oleh perusahaan bersama gaji setiap bulan. Contoh tunjangan yaitu:

  • tunjangan PPh Pasal 21,
  • tunjangan keluarga,
  • tunjangan transport,
  • tunjangan prestasi,
  • tunjangan perumahan.

Pembayaran premi BPJS yang dibayarkan atau menjadi tanggungan pemberi kerja boleh dibiayakan oleh pemberi kerja (perusahaan). Sedangkan premi BPJS yang merupakan tanggungan pekerja, tidak boleh dibiayakan oleh perusahaan.

Biaya BPJS yang menjadi tanggungan pemberi kerja menurut pasienbpjs.com sebagai berikut:

  • BPJS Kesehatan: 4% dari gaji dan tunjangan tetap.
  • BPJS Tenaga Kerja terdari dari : JKK, JKM, HT, dan JP.

Iuran jaminan kecelakaan kerja (JKK) sangat tergantung pada tingkat risiko lingkungan kerja, yang dikelompokkan menjadi:

  • Kelompok I (tingkat risiko sangat rendah) : 0,24% dari upah sebulan
  • Kelompok II (tingkat risiko rendah) : 0,54% dari upah sebulan
  • Kelompok III (tingkat risiko sedang) : 0,89% dari upah sebulan
  • Kelompok IV (tingkat risiko tinggi) : 1,27% dari upah sebulan
  • Kelompok V (tingkat risiko sangat tinggi) : 1,74% dari upah sebulan

Iuran jaminan kematian (JKM) sebesar 0,30% dari upah sebulan.

JKK dan JKM iurannya ditanggung sepenuhnya oleh pemberi kerja.

Iuran jaminan hari tua (JHT) sebesar 5,7% dari upah sebulan, dengan ketentuan 3,7% ditanggung oleh pemberi kerja dan 2% ditanggung oleh pekerja.

Iuran jaminan pensiun (JP) sebesar 3% dari upah sebulan, dengan ketentuan 2% ditanggung oleh pemberi kerja dan 1% ditanggung oleh pekerja.

JHT dan JP bukan objek PPh Pasal 21.

Dapat Dikurangkan Tapi Bukan Objek Potput

Seperti disebutkan sebelumnya, premi JHT dan JP yang di disetorkan kepada BPJS Ketenagakerjaan yang disetorkan oleh pemberi kerja bukan objek PPh Pasal 21. Hal ini berdasarkan:

  • Pasal 8 Peraturan Menteri Keuangan nomor 252/PMK.03/2008
  • Pasal 8 Peraturan Direktur Jenderal Pajak nomor PER-16/PJ/2016

Tidak termasuk dalam pengertian penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 adalah iuran pensiun yang dibayarkan kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan, iuran tunjangan hari tua atau iuran jaminan hari tua kepada badan penyelenggara tunjangan hari tua atau badan penyelengara jaminan sosial tenaga kerja yang dibayar oleh pemberi kerja.

Menurut lamanĀ bpjsketenagakerjaan.go.id bahwa Manfaat JHT adalah berupa uang tunai yang besarnya merupakan nilai akumulasi iuran ditambah hasil pengembanganya. Sedangkan Jaminan pensiun adalah jaminan sosial yang bertujuan untuk mempertahankan derajat kehidupan yang layak bagi peserta dan atau ahli warisnya dengan memberikan penghasilan setelah peserta memasuki usia pensiun, mengalami cacat.

Tetapi ketika BPJS Ketenagakerjaan memberikan manfaat JHT dan manfaat JP kepada pegawai (pensiunan), pada saat itu BPJS Ketenagakerjaan wajib memotong PPh Pasal 21 sesuai ketentuan.

Ketentuan yang sama juga berlaku untuk iuran pensiun kepada Dana Pensiun dan manfaat pensiun yang diberikan oleh Dana Pensiun kepada pensiunan. Manfaat pensiun yang dibayarkan Dana Pensiun kepada pensiunan merupakan objek PPh Pasal 21.

Selain itu, biaya perjalanan dinas merupakan biaya yang dapat dikurangkan tetapi bukan objek PPh Pasal 21.

Johannes Aritonang menulis di laman bppk.kemenkeu.go.id bahwa pembayaran oleh pemberi kerja sehubungan dengan biaya perjalanan dinas dianggap bukan sebagai imbalan berkenaan dengan pekerjaan.

Tetapi jika perusahaan tempat bekerja membayar PPh bukan final, maka atas biaya perjalanan dinas dapat dikurangkan karena termasuk pengeluaran untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan.

Biaya lain yang bukan objek PPh Pasal 21 adalah biaya beasiswa. Sesuai Pasal 6 ayat (1) huruf g Undang-undang PPh bahwa biaya beasiswa boleh dibiayakan.

Biaya beasiswa:

  • bagi perusahaan yang memberikan beasiswa dapat dikurangkan dari penghasilan bruto (dibiayakan secara fiskal);
  • bagi penerima beasiswa (pelajar atau mahasiswa) bukan penghasilan.

Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan nomor 246/PMK.03/2008 komponen beasiswa termasuk:

  • biaya pendidikan yang dibayarkan ke sekolah (tuition fee),
  • biaya ujian,
  • biaya penelitian yang berkaitan dengan bidang studi yang diambil,
  • biaya untuk pembelian buku, dan/atau
  • biaya hidup yang wajar sesuai dengan daerah lokasi tempat belajar.

Tetapi beasis tidak boleh diberikan kepada pelajar atau mahasiswa yang memiliki hubungan istimewa dengan pengurus, komisaris, direksi, dan dan pemilik perusahaan.

Berdasarkan Pasal 8 Peraturan Direktur Jenderal Pajak nomor PER-16/PJ/2016 bahwa beasiswa bukan objek PPh Pasal 21. Mungkin alasan beasiswa dikecualikan dari objek PPh Pasal 21 karena bukan imbalan berkenaan dengan pekerjaan.

Tidak Dapat Dikurangkan Tetapi Objek Potput

Pemberian upah, gaji, bonus, gratifikasi dan jasa produksi kepada pengurus Wajib Pajak badan dapat dikurangkan dari penghasilan bruto (dapat dibiayakan secara fiskal). Tetapi terdapat pemberian serupa yang tidak boleh dibiayakan, yaitu Bonus, Gratifikasi dan Jasa Produksi yang dibayarkan kepada karyawan maupun Direksi dan Komisaris dibebankan kepada Retained Earning.

Ketentuan ini berdasarkan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak nomor SE-16/PJ.44/1992. Selain itu, Surat Edaran menyebutkan:

  • Pembayaran gaji yang melebihi kewajaran, bonus, jasa produksi dan gratifikasi yang dibayarkan kepada pemegang saham yang juga menjadi Komisaris, Direksi atau Pegawai merupakan pembagian laba yang tidak dapat dibebankan sebagai biaya dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak. Hal karena dianggap sebagai dividen. Dan merupakan objek PPh final Pasal 17 ayat (2c) Undang-undang PPh.
  • Tantiem merupakan bagian keuntungan yang diberikan kepada Direksi dan Komisaris oleh pemegang saham yang didasarkan pada suatu prosentase/jumlah tertentu dari laba perusahaan setelah kena pajak. Oleh karena itu pemberian Tantiem tidak dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak dan bagi si penerimanya merupakan penghasilan sehingga dikenakan pemotongan PPh Pasal 21.

Jadi, objek Potput yang wajib dipotong oleh pemberi penghasilan tetapi tidak boleh dibiayakan hanya terkait dividen atau dianggap sebagai pembagian laba usaha.

Tidak Dapat Dikurangkan dan Bukan Objek Potput

Semua pengeluaran yang diberikan kepada pegawai dalam bentuk natura tidak dapat dibiayakan dan bukan objek Potput bagi perusahaan.

Contoh pemberian natura:

  • Pemberian sembako untuk karyawan.
  • Pengeluaran yang dibayarkan oleh perusahaan untuk rekreasi, piknik, dan olah raga karyawan.
  • Biaya Pengobatan yang dibayar langsung oleh pemberi kerja ke Rumah Sakit, dokter, dan apotik.

Selain itu, ada pembayaran oleh perusahaan dan diterima oleh pegawai yang tidak boleh dibiayakan dan bukan objek Potput, yaitu:

  • pembayaran kepada pegawai karena pegawai melaksanakan cuti.
  • PPh Pasal 21 yang dibayarkan/ditanggung oleh pemberi kerja (bukan tunjangan PPh).

 

 

Author: Raden Agus Suparman

Pegawai DJP sejak 1993 sampai Maret 2022. Konsultan Pajak sejak April 2022. Alumni magister administrasi dan kebijakan perpajakan angkatan VI FISIP Universitas Indonesia. Perlu konsultasi? Sila kirim email ke kontak@aguspajak.com atau 08888110017 Terima kasih sudah membaca tulisan saya di aguspajak.com Semoga aguspajak menjadi rujukan pengetahuan perpajakan.

Eksplorasi konten lain dari Tax Advisor

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca