Beberapa buku perpajakan menyebut adanya ajaran formil dan ajaran materil. Ajaran formil mengharuskan adanya ketetapan pajak untuk mengetahui besarnya pajak terutang. Kantor pajak yang menentukan berapa yang harus dibayar Wajib Pajak. Padahal ketetapan pajak yang dikeluarkan oleh kantor pajak ada bermacam-macam. Artinya, tidak semua ketetapan pajak mengharuskan Wajib Pajak keluar uang. Bahkan ada yang sebaliknya.
Ketetapan pajak adalah kewenangan yang dimiliki oleh otoritas pajak. Direktur Jenderal Pajak memiliki kewenangan untuk menerbitkan ketetapan pajak. Kewenangan Direktur Jenderal Pajak ini tidak tergantung pada sistem administrasi perpajakan.
Maksud sistem administrasi perpajakan adalah adanya NPWP dan status PKP. Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan ketetapan pajak untuk seseorang baik seseorang tersebut belum memiliki NPWP atau NPWP sudah dihapus. Atau sebelum berstatus PKP atau setelah PKP dihapus. Walaupun pada prakteknya, dalam hal NPWP atau PKP sudah dihapus maka NPWP atau PKP tersebut ditimbulkan kembali sebelum terbit ketetapan pajak.
Pada prinsipnya, setiap Wajib Pajak wajib membayar pajak yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dengan tidak menggantungkan pada dana surat ketetapan pajak. Ini biasa disebut ajaran materiil atau self assessment. Intinya, kewajiban itu sudah ada saat objek pajak ada dan wajib dilaporkan ke kantor pajak.
Karena sudah dilaporkan ke kantor pajak, maka menjadi pekerjaan kantor pajak untuk menguji laporan tersebut. Pengujiannya disebut pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan. Dan hasil pemeriksaan disebut ketetapan pajak. Kecuali jika pemeriksaan sumir, maka tidak ada ketetapan pajak.
Macam ketetapan pajak yaitu:
- Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)
- Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB)
- Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN)
- Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SPKKBT)
Setelah diperiksa, Wajib Pajak bisa mengharuskan membayar kekurangan pajak (SKPKB), mendapatkan kelebihan bayar pajak (SKPLB, restitusi), atau impas antara pajak yang sudah dibayar oleh Wajib Pajak dengan penghitungan pajak menurut pemeriksa. Sedangkan SKPKBT adalah produk pemeriksaan ulang. Pemeriksaan ini hanya dapat dilakukan dalam hal ada data baru atau novum.
Menurut Peraturan Menteri Keuangan nomor 183/PMK.03/2015 bahwa Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar diterbitkan dalam hal terdapat pajak yang tidak atau kurang dibayar berdasarkan Surat Hasil Pemeriksaan terhadap:
- Surat Pemberitahuan;
- kewajiban perpajakan Wajib Pajak karena Wajib Pajak tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) Undang-Undang KUP dan setelah ditegur secara tertulis Wajib Pajak tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan pada waktunya sebagaimana ditentukan dalam Surat Teguran;
- putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap terhadap Wajib Pajak yang dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan atau tindak pidana lainnya yang dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara; atau
- keterangan lain yang berupa data konkret sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) Undang-Undang KUP diantaranya berupa:
- hasil klarifikasi/konfirmasi Faktur Pajak;
- bukti pemotongan Pajak Penghasilan; atau
- bukti transaksi atau data perpajakan yang dapat digunakan untuk menghitung kewajiban perpajakan Wajib Pajak.
SKPKB juga dapat diterbitkan berdasarkan Hasil Pemeriksaan Bukti Permulaan terhadap Wajib Pajak yang melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13A Undang-Undang KUP.
SKPKBT seperti SPT Pembetulan. Bisa berulang-ulang dan tidak dibatasi. SKPKBT terbit setelah ada SKPKB sebelumnya. Pemeriksaan dalam rangka menerbitkan SKPKBT disebut pemeriksaan ulang.
Peraturan Menteri Keuangan nomor 183/PMK.03/2015 mengatur bahwa Pemeriksaan Ulang dilakukan karena adanya:
- keterangan tertulis dari Wajib Pajak atas kehendak sendiri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (3) Undang-Undang KUP;
- data baru yang merupakan keterangan lain berupa data konkret;
- data baru yang mengakibatkan penambahan jumlah pajak yang terutang termasuk data yang semula belum terungkap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) Undang-Undang KUP; atau
- data baru dalam putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap terhadap Wajib Pajak yang dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan atau tindak pidana lainnya yang dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara.
Direktur Jenderal Pajak menerbitkan SKPLB berdasarkan:
- hasil penelitian kebenaran pembayaran pajak terhadap permohonan pengembalian kelebihan pajak yang seharusnya tidak terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) Undang-Undang KUP
- hasil Pemeriksaan
Biasanya pemeriksaan dimaksud terkait dengan SPT Wajib Pajak yang menyatakan lebih bayar. SPT lebih bayar mengharuskan dilakukan pemeriksaan untuk membuktikan bahwa Wajib Pajak berhak memperoleh restituti pajak.