Pajak penghasilan adalah pajak atas penghasilan yang diperoleh atau diterima oleh seseorang. Pajak penghasilan disingkat PPh. Dasar hukum pengenaan PPh adalah Pasal 4 ayat (1) UU PPh.
Bunyi Pasal 4 ayat (1) UU PPh :
Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaaan Wajib Pajak yang bersangkutan dengan nama dan dalam bentuk apapun,…
Berdasarkan Pasal 4 ayat (1) UU PPh, penghasilan yang dikenakan pajak di Indonesia mempunyai unsur-unsur sebagai berikut:
- Tambahan kemampuan ekonomis
Setiap tambahan kemampuan untuk menguasai barang dan jasa yang didapat oleh Wajib Pajak dalam tahun pajak yang berkenaan. Maksud “tambahan” disini adalah jumlah neto, yaitu jumlah penerimaan atau perolehan bruto dikurangi dengan biaya mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan itu. Tetapi dalam penghitungan penghasilan neto, UU PPh mengharuskan mencatat secara bruto, yaitu dengan mencatatkan semua biaya dan penghasilan. Contoh pelaporan capital gain atas penjualan aktiva, semua hasil penjualan laporkan dan biaya-biaya termasuk penyusutan dicatat sebagai pengurang.
- Yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak
Maksudnya adalah hanya kepada tambahan kemampuan ekonomis yang telah menjadi realisasi. Pengertian realisasi dalam hal ini mengambil alih konsep akuntansi, yaitu penghasilan yang telah dapat dibukukan, baik dengan memakai cash basis maupun dengan memakai accrual basis. Realisasi juga dapat mengacu pada peristiwa hukum atau taxable event. Contoh, tanah dan rumah yang kita diami setiap tahun nilainya naik. Tapi karena belum ada taxable event, maka tidak dikenai PPh. Tanah tersebut dikenakan PPh jika dijual atau dialihkan kepada orang lain.
- Baik yang berasal dari Indonesia maupun yang berasal dari luar Indonesia
Bagi subjek pajak dalam negeri, kewajiban pajak objektifnya adalah world wide income. Penghasilan yang dikenakan PPh meliputi seluruh penghasilan yang didapat dari mana pun juga, baik yang berasal dari sumber-sumber di Indonesia maupun dari sumber-sumber di luar Indonesia. Berbeda dengan subjek pajak luar negeri yang memiliki kewajiban pajak objektifnya terbatas hanya yang diatur dalam Pasal 26 UU PPh.
- Yang dipakai untuk konsumsi maupun yang dipakai untuk membeli tambahan harta
Unsur yang keempat ini merupakan cara menghitung atau mengukur besarnya penghasilan yang dikenakan pajak. Objek PPh sebagai hasil penjumlahan seluruh pengeluaran untuk kebutuhan konsumsi dan sisanya yang ditabung menjadi kekayaan Wajib Pajak, termasuk yang dipakai membeli harta sebagai investasi. Ini sebenarnya penerapan rumus: Y = C + S untuk keperluan perpajakan. Ini lazim disebut metode penghitungan Penghasilan Kena Pajak berdasarkan pemakaian penghasilan, expenditure atau penggunaan penghasilan.
Penghasilan yang dipakai membeli harti menjadi dasar pengenaan pengampunan pajak (tax amnesty) berdasarkan Undang-Undang Pengampunan Pajak. Tax Amnesty tahun 2016 dan 2017 dikenakan terhadap harta yang masih dimiliki per 31 Desember 2015 dan tidak dilaporkan di SPT Tahunan. Dasar pemikirannya, atas harta yang belum dilaporkan tersebut atas penghasilannya (dianggap) belum bayar PPh.
- dengan nama dan dalam bentuk apapun
Ini adalah penerapan prinsip the Substance-Over-Form Principle, yang berarti bahwa hakekat ekonomis adalah lebih penting daripada bentuk formal yang dipakai. Dalam penentuan ada tidaknya penghasilan yang dikenakan pajak dan kalau ada berapa besarnya penghasilan itu, maka yang menentukan bukan nama yang diberikan oleh Wajib Pajak dan juga bukan bergantung kepada bentuk yuridis yang dipakai oleh Wajib Pajak melainkan yang paling menentukan adalah hakekat ekonomis yang sebenarnya.
One thought on “Pajak Atas Penghasilan”
Comments are closed.