PPh dikenakan terhadap seseorang! Karena itu, sangat penting penentuan subjek pajak. Apakah seseorang subjek pajak dalam negeri atau subjek pajak luar negeri?
Subjek pajak diatur di Pasal 2 Undang-Undang PPh. Khusus subjek pajak dalam negeri, diatur di Pasal 2 ayat (3) Undang-Undang PPh. Begini aturannya:
Subjek pajak dalam negeri adalah :
a. orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia;b. badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, kecuali unit tertentu dari badan pemerintah yang memenuhi kriteria:
1. pembentukannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan;
2. pembiayaannya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah;3. penerimaannya dimasukkan dalam anggaran Pemerintah Pusat atau Pemerintah
Daerah; dan4. pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional negara; dan
c. warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak.
Jadi, subjek pajak dalam negeri terbagi menjadi 3, yaitu:
- orang pribadi,
- badan, dan
- warisan.
Subjek Pajak Dalam Negeri Orang Pribadi
Undang-undang PPh menganut residence prinsiple atau asas tempat tinggal atau asas domisili. Penentuan orang pribadi sebagai subjek pajak berdasarkan “diam”nya seseorang di Indonesia. Undang-undang PPh menentukan :
- orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan; atau
- orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia.
Seseorang yang lahir dan berdiam di Indonesia bertahun-tahun otomatis menjadi subjek pajak dalam negeri. Ini sudah jelas memenuhi syarat tinggal lebih dari 183 hari.
Begitu juga dengan seseorang yang datang ke Indonesia dan berniat tinggal di Indonesia lebih dari 183 hari maka sejak hari pertama sudah menjadi subjek pajak dalam negeri. Niat dalam hal ini bisa dibuktikan dengan adanya kontrak kerja yang mengharuskan seseorang berada di Indonesia.
Tetapi jika tidak ada kontrak kerja maka tinggalnya seseorang dihitung berdasarkan keadaan sebenarnya dan menjadi subjek pajak dalam negeri setelah lewat 183 hari dalam satu tahun.
Sebaliknya, warga negara Indonesia yang menjadi pekerja di Luar Negeri dan tinggal di Luar Negeri lebih dari 183 hari, maka bukan subjek pajak dalam negeri tetapi berubah menjadi subjek pajak luar negeri. Penegasan tentang ini diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak nomor PER-02/PJ/2009.
Bunyi Pasal 1 dan Pasal 2 PER-02/PJ/2009 sebagai berikut:
Pasal 1
Dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, yang dimaksud dengan Pekerja Indonesia di Luar Negeri adalah orang pribadi Warga Negara Indonesia yang bekerja di luar negeri lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan.
Pasal 2
Pekerja Indonesia di Luar Negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 merupakan Subjek Pajak Luar Negeri.
Subjek Pajak Dalam Negeri Badan
Semua bentuk badan hukum yang didirikan berdasarkan undang-undang Indonesia merupakan subjek pajak dalam negeri badan. Undang-undang PPh menyebutnya “badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia”.
Instansi yang berwenang menetapkan badan hukum di Indonesia adalah Kementerian Hukum dan HAM. Artinya, semua badan hukum yang terdaftar di Kementerian Hukum dan Ham merupakan subjek pajak dalam negeri badan. Tidak peduli siapa pemilik badan hukum tersebut.
Logisnya, sepanjang badan hukum tersebut legal, maka masuk dalam pengertian subjek pajak dalam negeri badan.
Pengecualian badan sebagai subjek pajak hanya berlaku untuk lembaga pemerintah. Undang-undang PPh sudah memberikan batasan lembaga pemerintah, yaitu:
- pembentukannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan;
- pembiayaannya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah;
- penerimaannya dimasukkan dalam anggaran Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah; dan
- pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional negara.
Lembaga pemerintah yang bukan subjek pajak adalah lembaga pemerintah yang operasionalnya dibiayai dari APBN atau APBD. Dan atas penggunaan APBN atau APBD tersebut dilakukan audit oleh Inspektoran Jenderal atau Inspektorat Daerah, dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Kenapa lembaga pemerintah dikecualikan dari subjek pajak? Karena pemerintah adalah pihak yang memungut pajak. Jika pemerintah dijadikan subjek pajak maka pemerintah akan memungut pajak atas dirinya sendiri. Pemerintah sebagai “orang” memungut pajak atas penghasilan “orang lain”. Pajak adalah aliran dana dari sektor privat ke sektor publik
Subjek Pajak Dalam Negeri Berupa Warisan Yang Belum Terbagi
Kalimat dalam Undang-undang PPh terkait subjek pajak warisan yaitu warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak. Apa maknanya?
Harta dan subjek pajak orang pribadi tidak terpisahkan. Perpajakan memandang perlu ada kejelasan subjek pajak bagi warisan yang “menghasilkan”. Contoh warisan yang menghasilkan :
- saham yang menghasilkan dividen,
- deposito yang menghasilkan bunga,
- pabrik yang tetap beroperasi walaupun pemiliknya sudah meninggal dan belum ada pembagian waris.
Pajak penghasilan merupakan jenis pajak subjektif yang kewajiban pajaknya melekat pada subjek pajak yang bersangkutan. Jika tidak ada ada subjek pajak atas penghasilan tertentu, maka tidak ada pajak penghasilan.
Supaya tidak kehilangan pajak penghasilan atas penghasilan dari warisan, maka Undang-undang PPh menetapkan warisan sebagai subjek pajak.
Pada kenyataannya, warisan itu harta. Tidak dapat melaksanakan hak dan kewajiban. Maka pelaksanaan hak dan kewajibannya dapat dilakukan oleh salah satu ahli waris.
Sebagai ahli waris, istri dapat menyampaikan SPT Tahunan atas penghasilan warisan peninggalan suaminya yang belum dibagikan. Jika tidak ada istri, boleh juga oleh anaknya sebagai ahli waris. Para ahli waris tersebut dapat mewakili almarhum (almarhumah) untuk mengurus kewajiban perpajakan.
Kenapa Penting Penentuan Subjek Pajak Dalam Negeri Atau Luar Negeri?
Status subjek pajak luar negeri atau dalam negeri penting bagi pajak penghasilan. Hal ini terkait dengan kewajiban perpajakan yang harus dilaporkan di SPT Tahunan.
Subjek pajak luar negeri wajib melaporkan semua penghasilannya, baik penghasilan yang didapat dari usaha di Dalam Negeri maupun penghasilan yang didapat dari usaha di Luar Negeri. Baik berupa active income berupa laba usaha, maupun passive income seperti penghasilan sewa. Istilah perpajakannya worldwide income.
Status subjek pajak dalam negeri mewajibkan lapor SPT Tahunan PPh OP atau Badan. Wajib lapor setiap tahun. Sekarang lapor SPT Tahunan dapat dilakukan secara elektronik melalui kanal djponline.pajak.go.id
Sebaliknya, status subjek pajak luar negeri hanya wajib bayar pajak penghasilan atas penghasilan yang bersumber dari Indonesia saja. Ketentuan ini diatur di Pasal 26 Undang-undang PPh.
Selain itu, status subjek pajak luar negeri tidak wajib lapor SPT Tahunan.
Yth. Bapak Raden Agus Suparman
Sehubungan PP 23 tahun 2018 kalau tidak salah hanya dibagian penjelasan menyinggung pembukuan ?. Dan pemberitaan di media massa simpang siur menyinggung pembukuan.
Pertanyaan kami wp orang pribadi (dibawah 4.8 milyard) ex menggunakan PP 46 tahun 2013 dalam memilih penggunaan tarif normal apakah boleh gunakan norma penghitungan penghasilan netto ? Kepastiannya bagaimana ya pak.
Terima kasih
Orang pribadi dengan omset dibawah 4,8m setahun boleh pakai catatan. Bukan pembumian.
Nanti menghitung penghasilan neto pakai norma penghasilan neto. Persentase penghasilan neto silakan tanyakan langsung ke HelpDesk di KPP mana saja atau bisa ke Twitter Kring_Pajak.
Jangan lupa menyampaikan pemberitahuan penggunaan norma ke KPP pada tahun berjalan. Ini buat jaga-jaga saja karena aturannya memang harus ada pemberitahuan.
Jaga – jaga dari apa? Seandainya diperiksa, nanti dicek, apakah ada pemberitahuan atau tidak. Jika tidak ada maka kantor pajak menganggap pakai pembukuan. Nah, nanti kena sanksi sama pemeriksa karena tidak menyelenggarakan pembukuan.
Tapi kalau tidak diperiksa sih aman. Masalahnya kita tidak tahu kapan pemeriksa datang 🙂