fbpx

Perlakukan Perpajakan Atas Imbalan Yang Diterima Pembeli

Dalam rangka meningkatkan volume penjualan, penjual sering memberikan imbalan kepada pembeli. Pembeli maksud di sini adalah pihak yang membeli produk dari Penjual untuk dijual kembali termasuk distributor, agen, dan retailer. Nah, berikut perlakuan perpajakan imbalan tersebut menurut SE-24/PJ/2018.

Titik yang harus diperhatikan dalam pembahasan adalah pembeli. Jadi, fokus dalam pembahasan adalah sisi pembeli. Penghasilan yang diterima oleh pembeli.

Penjual bisa produsen, distributor atau agen. Tapi apapun posisinya, penjual dimaksud memberikan imbalan kepada pelanggannya untuk meningkatkan volumen penjualan.

Imbalan yang diterima oleh pembeli terbagi dalam 3 syarat. Kondisi (syarat) dimaksud adalah:

  1. Pencapaian syarat tertentu.
  2. Penyediaan ruang dan/atau peralatan tertentu.
  3. Penerimaan kompensasi yang diterima sehubungan dengan transaksi jual beli.

Ingat, bahwa imbalan ini bukan merupakan potongan harga sehingga tidak dicantumkan sebagai potongan harga dalam faktur penjualan (commercial invoice) maupun Faktur Pajak yang mengurangi harga jual atau penggantian dalam menghitung DPP.

Daftar Isi Artikel

Kondisi pencapaian syarat tertentu

Berdasarkan perikatan jual beli, Penjual dapat mencantumkan syarat tertentu kepada Pembeli dalam rangka menjaga hubungan dalam kegiatan usaha.

Penjual dapat memberikan imbalan kepada Pembeli atas tercapainya syarat tertentu.

Pencapaian syarat tertentu dapat berupa:

  • pembelian oleh Pembeli mencapai jumlah tertentu;
  • penjualan oleh Pembeli mencapai jumlah tertentu; dan/atau
  • pelunasan oleh Pembeli sesuai jangka waktu tertentu.

Walaupun syarat pemberian imbalan sama, tetapi substansi imbalan bisa berbeda. Karena itu harus diperhatikan ciri-ciri selanjutnya.

Imbalan yang diberikan oleh penjual kepada pembeli atas pencapaian diatas, menurut SE-24/PJ/2018 dibagi dalam dua jenis:

  1. penghargaan, atau
  2. jasa manajemen.

Apa perbedaan penghargaan versus jasa manajemen?

Menurut Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak nomor SE-24/PJ/2018, perbedaan antara penghargaan dan jasa manajemen adalah adanya aktivitas jasa dan:

  1. pengakuan penghasilan atas jasa; atau
  2. penagihan atas penyerahan jasa.

Saya, ulangi lagi syarat diatas. Syarat bahwa imbalan kepada pembeli disebut jasa manajemen, yaitu:

  1. pembeli dimintai melakukan kegiatan jasa dan pengakuan penghasilan atas jasa tersebut, atau
  2. pembeli dimintai melakukan kegiatan jasa dan ada penagihan (dari pembeli) atas jasa tersebut.

Maksud kegiatan jasa disini tentunya kegiatan marketing atau yang terkait dengan penjualan. Apapun jasa yang dilakukan oleh pembeli, tujuan kegiatan jasa disini untuk meningkatkan penjualan.

Baik penghargaan maupun jasa manajemen bisa saja sama-sama dibuatkan kontrak. Jadi, syarat adanya kegiatan jasa tercantum dalam kontrak atau perjanjian.

Perlakuan Perpajakan Atas Imbalan Penghargaan dan Jasa Manajemen

Pemberian imbalan dari penjual kepada pembeli dapat berupa:

  • uang, atau
  • barang.

Dalam hal pemberian imbalan penghargaan berupa barang, maka nilai barang dihitung berdasarkan nilai kesepakatan yang tercantum dalam perikatan atau kontrak. Dalam hal nilai kesepakatan tidak diketahui, maka nilai barang dihitung berdasarkan harga pasar.

Tidak ada perbedaan perlakukan PPh antara penghargaan dan jasa manajemen.

Fokus kita ada di penjual. Penjual memberikan penghasilan kepada pembeli. Penjual memotong PPh atas penghasilan tersebut. Nah, pemotongan yang dilakukan tergantung subjek si pembeli.

  • Penjual memotong PPh Pasal 21 dalam hal penerima imbalan adalah Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri.
  • Penjual memotong PPh Pasal 23 dalam hal penerima penghargaan adalah:
  1. Wajib Pajak badan dalam negeri;
  2. bentuk usaha tetap (BUT) atau Wajib Pajak luar negeri yang memenuhi ketentuan sebagai bentuk usaha tetap di Indonesia; atau
  3. kantor pusat suatu bentuk usaha tetap, dalam hal penghargaan (jasa manajemen) yang diperoleh merupakan penghasilan bentuk usaha tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf b dan huruf c UU PPh;
  • Penjual memotong PPh Pasal 26 dalam hal penerima penghargaan adalah
  1. Wajib Pajak luar negeri yang tidak memiliki bentuk usaha tetap di Indonesia; atau
  2. kantor pusat suatu bentuk usaha tetap, dalam hal penghargaan (jasa manajemen) yang diperoleh bukan merupakan penghasilan bentuk usaha tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf b dan huruf c UU PPh.

Hanya saja ada perbedaan perlakuan menurut Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Menurut Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak nomor SE-24/PJ/2018 bahwa penghargaan yang diwujudkan dalam bentuk pemberian berupa uang dan/atau pengurang kewajiban oleh Penjual kepada Pembeli tidak dikenai PPN.

Tapi jika penghargaan yang diwujudkan dalam bentuk pemberian Barang Kena Pajak (BKP) oleh Penjual kepada Pembeli, maka dikenai PPN. Saya cukup lama memahami maksud perlakuan di sini.

Ternyata kuncinya penghargaan ini si pembeli dianggap pasif. Tidak melakukan kegiatan yang diminta oleh penjual. Pembeli menjual kembali barang karena memang dia jualan. Makanya tidak dikenai PPN jika penghargaan dalam bentuk uang.

Tetapi jika penghargaan dalam bentuk barang kena pajak (BKP), maka ada aliran barang dari penjual ke pembeli. Aliran barang ini harus difakturkan. Maka dikenai PPN atas “perpindahan” BKP dari penjual ke pembeli.

Dalam hal Penjual dan Pembeli berada di dalam Daerah Pabean, atas pemberian BKP tersebut merupakan penyerahan BKP yang dikenai PPN, dan berlaku ketentuan:

  • Penjual yang sesuai ketentuan merupakan Pengusaha Kena Pajak (PKP) wajib memungut PPN yang terutang, membuat Faktur Pajak, menyetor, dan melaporkan PPN yang terutang atas penyerahan BKP; dan
  • DPP atas penyerahan BKP berupa nilai kesepakatan yang tercantum dalam perikatan. Dalam hal nilai kesepakatan tidak diketahui, maka DPP dihitung berdasarkan harga pasar.

Berbeda dengan penghargaan, jasa manajemen ada kegiatan yang dilakukan oleh pembeli. Kegiatan ini atas permintaan penjual. Maka atas kegiatan ini dikenai PPN. Baik dibayar dengan uang maupun barang.

Karena yang dikenai PPN adalah kegiatan jasa yang dilakukan oleh pembeli, maka yang menerbitkan faktur adalah pembeli.

Dalam hal Penjual dan Pembeli berada di dalam Daerah Pabean:

  • Penyerahan jasa manajemen oleh Pembeli kepada Penjual merupakan penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP) yang dikenai PPN.
  • Pembeli sebagai pihak yang menyerahkan jasa manajemen yang sesuai ketentuan merupakan PKP, wajib memungut PPN yang terutang, membuat Faktur Pajak, menyetor, dan melaporkan PPN yang terutang.

Jika pemberian imbalan jasa manajemen diberikan dalam bentuk barang (BKP) maka ada aliran barang dari penjual kepada pembeli. Atas aliran BKP ini si penjual tetap harus membuat faktur.

  • Penjual yang sesuai ketentuan merupakan PKP wajib memungut PPN yang terutang, membuat Faktur Pajak, menyetor, dan melaporkan PPN yang terutang atas penyerahan BKP; dan
  • DPP atas penyerahan BKP yaitu sebesar nilai penggantian atas jasa manajemen berdasarkan nilai kesepakatan yang tercantum dalam kontrak kerja sama.

Dalam hal Penjual berada di dalam Daerah Pabean dan Pembeli berada di luar Daerah Pabean:

  • Atas pemanfaatan jasa manajemen yang dilakukan di luar Daerah Pabean tidak dikenai PPN.
  • Pemberian imbalan dari Penjual kepada Pembeli atas jasa manajemen yang diwujudkan dalam bentuk pemberian BKP merupakan ekspor BKP Berwujud yang terutang PPN dan berlaku ketentuan yang mengatur tentang ekspor BKP.

Imbalan Atas Penyediaan Ruang dan/atau Peralatan Tertentu dan Perlakuan Perpajakannya

Berdasarkan perikatan jual beli, Penjual dapat meminta fasilitas kepada Pembeli berupa penyediaan ruang dan/atau peralatan tertentu untuk kepentingan Penjual, yang dapat berupa lantai untuk menempatkan barang dan rak pemajangan barang penjualan, termasuk rak, rak gantungan, dan/atau etalase untuk menaruh barang yang dipamerkan dalam rangka mendukung kegiatan pemasaran produk dari Penjual.

Imbalan jenis ini pada dasarnya adalah sewa. Pembeli menyediakan ruangan atau alat tertentu kemudian disewa oleh pembeli. Karena substansinya sewa maka perpajakan atas sewa terbagi dua, yaitu:

  • sewa atas tanah dan/atau bangunan,
  • sewa atas harta lainnya.

Imbalan berupa uang, barang, dan/atau pengurang kewajiban yang diberikan oleh Penjual kepada Pembeli atas penyediaan fasilitas ruang merupakan penghasilan dari persewaan tanah dan/atau bangunan bagi Pembeli.

PPh atas sewa tanah dan/bangunan bersifat final dengan tarif 10%. PPh dipotong oleh Penjual. Tetapi jika penerima sewa tanah dan/atau bangunan merupakan subjek pajak luar negeri maka berlaku Pasal 26 Undang-undang PPh atau tax treaty.

Perlakuan PPN atas sewa ini sama seperti sewa tanah dan/atau bangunan pada umumnya. Pembeli sebagai pihak yang menyerahkan jasa persewaan tanah dan/atau bangunan yang sesuai ketentuan merupakan PKP, wajib memungut PPN yang terutang, membuat Faktur Pajak, menyetor, dan melaporkan PPN yang terutang.

Dalam hal pemberian imbalan sewa diberikan dalam bentuk BKP, maka atas aliran barang ini tetap wajib difakturkan (dibuatkan faktur pajak) oleh penjual. DPP atas penyerahan BKP yaitu sebesar nilai penggantian atas jasa persewaan tanah dan/atau bangunan berdasarkan nilai kesepakatan yang tercantum dalam perikatan.

Imbalan berupa uang, barang, dan/atau pengurang kewajiban yang diberikan oleh Penjual kepada Pembeli atas penyediaan fasilitas peralatan tertentu merupakan penghasilan dari sewa sehubungan dengan penggunaan harta bagi Pembeli.

Perlakuan PPN atas sewa harta sama dengan sewa tanah dan/atau bangunan. Hanya saja ada perbedaan perlakuan di PPh.

PPh atas sewa harta dipotong PPh Pasal 23 dengan tarif 2% saja. Dipotong oleh penjual sebagai pemberi penghasilan. Tetapi jika penerima sewa harta merupakan subjek pajak luar negeri maka berlaku Pasal 26 Undang-undang PPh atau tax treaty.

Imbalan Berupa Kompensasi yang Diterima Sehubungan dengan Transaksi Jual Beli dan Perlakuan Perpajakannya

Dalam perikatan transaksi jual beli, Penjual dapat memberikan imbalan berupa kompensasi sehubungan dengan transaksi jual beli dalam bentuk uang, barang, dan/atau pengurang kewajiban untuk menanggung risiko atas terjadinya fluktuasi harga, keterlambatan pengiriman barang, atau program penjualan tertentu atas perintah Penjual.

Fluktuasi harga dapat mempengaruhi harga jual pada tingkat Pembeli yang dapat menimbulkan potensi kerugian bagi Pembeli, sehingga Penjual memberikan sejumlah tertentu sebagai kompensasi atau disebut perlindungan harga (price protection).

Keterlambatan pengiriman barang, terjadi dalam hal barang sampai di tempat Pembeli melebihi batas waktu yang telah disepakati. Penjual memberikan kompensasi kepada Pembeli atas keterlambatan pengiriman tersebut dalam bentuk pembayaran penalti.

Program penjualan tertentu atas perintah Penjual, misalnya pemberian cicilan bunga 0% kepada pembeli akhir dalam hal Pembeli membayarkan beban bunga terlebih dahulu kepada lembaga pemberi pinjaman dan mendapatkan penggantian dari Penjual.

Saya memahami bahwa pada jenis imbalan ini si pembeli bersifat pasif. Sama seperti penghargaan. Hanya saja triger-nya beda.

“Program penjualan” dimaksud di sini bukanlah kegiatan jasa yang dilakukan oleh pembeli. Makanya contoh yang disebutkan di SE-24/PJ/2018 berupa cicilan bunga 0% padahal si Pembeli dibebani bunga pinjaman dari lembaga pemberi pinjaman. Atas beban bunga ini, dilakukan “reimbursement” oleh penjual.

Kompensasi yang diterima atau diperoleh Pembeli yang merupakan Wajib Pajak dalam negeri, bentuk usaha tetap, atau Wajib Pajak luar negeri yang memenuhi ketentuan sebagai bentuk usaha tetap di Indonesia, tidak dilakukan pemotongan PPh Pasal 21 atau PPh Pasal 23. Penghasilan dari kompensasi dimaksud wajib dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan PPh Pembeli.

Jadi, tidak ada withholding taxes atau potput dalam imbalan ini.

Dan, kompensasi yang diwujudkan dalam bentuk pemberian berupa uang dan/atau pengurang kewajiban oleh Penjual kepada Pembeli tidak dikenai PPN.

Tetapi jika pemberian kompensasi berupa barang (BKP) maka atas aliran barang ini tetap wajib dibuatkan faktur pajak.

Contoh Kasus Imbalan Yang Diterima Pembeli Berupa Penghargaan

  1. PT Roda Maju, sebuah produsen ban mobil, melakukan kerja sama dengan toko ban sebagai pengecer berdasarkan Trading Term Agreement (TTA) yang salah satu ketentuannya adalah PT Roda Maju memberikan insentif kepada toko.
  2. Insentif berdasarkan TTA tersebut diberikan kepada toko sebesar 3% dari nilai pembelian toko atas semua jenis produk PT Roda Maju, dalam hal toko tersebut memenuhi target pembelian senilai Rp50.000,000,00 per bulan.
  3. Pada bulan Februari 2018, CV Ban Sejahtera sebuah toko pengecer ban yang bekerja sama dengan PT Roda Maju mencapai pembelian atas produk ban PT Roda Maju senilai Rp60.000.000,00. Oleh karena itu, PT Roda Maju memberikan insentif senilai Rp1.800.000,00 (3% x Rp60.000.000,00) kepada CV Ban Sejahtera.
  4. TTA yang telah dibuat tidak memuat aktivitas jasa yang harus dilakukan oleh CV Ban Sejahtera kepada PT Roda Maju dan tidak terdapat penagihan atas penyerahan jasa yang dilakukan oleh CV Ban Sejahtera, sehingga tidak ada penyerahan jasa yang dilakukan oleh CV Ban Sejahtera kepada PT Roda Maju.

Maka perlakuan perpajakannya: PT Roda Maju wajib memotong PPh Pasal 23 atas penghargaan sebesar 15% dari Rp1.800.000,00

CV Ban Sejahtera tidak membuat Faktur Pajak karena tidak ada penyerahan JKP.

Dalam hal PT Roda Maju memberikan insentif dalam bentuk pemberian BKP, maka PT Roda Maju wajib membuat Faktur Pajak atas penyerahan BKP kepada CV Ban Sejahtera dengan DPP sebesar Rp1.800.000,00

Contoh Kasus Imbalan Yang Diterima Pembeli Berupa Jasa Manajemen

  1. PT Nada Elektronika adalah perusahaan yang memproduksi dan menjual produk elektronik ke pasar domestik. Dalam memasarkan produknya, PT Nada Elektronika membuat kontrak kerja sama dengan para distributor untuk menjual dan mendistribusikan produk PT Nada Elektronika. Kontrak kerja sama tersebut memuat ketentuan bahwa selain menjual produk PT Nada Elektronika, distributor juga diminta melakukan kegiatan pemasaran produk PT Nada Elektronika, salah satunya dengan melakukan kegiatan promosi kepada konsumen akhir.
  2. Pada periode triwulan II diketahui bahwa PT Berkah Makmur, distributor PT Nada Elektronika untuk wilayah Bogor, telah melakukan penjualan dan kegiatan promosi sebagaimana dinyatakan dalam kontrak. Atas hal tersebut, PT Berkah Makmur menerbitkan tagihan atas penyerahan jasa manajemen sebesar nilai penggantian atas kegiatan promosi dimaksud yaitu Rp20.000.000,00.
  3. Berdasarkan skema sebagaimana dimaksud pada angka 1 dan 2, diketahui bahwa PT Berkah Makmur telah menyerahkan jasa manajemen (kegiatan promosi) kepada PT Nada Elektronika yang dibuktikan dengan adanya tagihan atas penyerahan jasa manajemen oleh PT Berkah Makmur kepada PT Nada Elektronika.
  4. PT Nada Elektronika (penjual) wajib memotong PPh Pasal 23 atas jasa manajemen sebesar 2% dari Rp20.000.000,00
  5. PT Berkah Makmur (pembeli) yang sesuai ketentuan merupakan PKP wajib membuat Faktur Pajak atas penyerahan jasa manajemen kepada PT Nada Elektronika dengan DPP PPN sebesar Rp20.000.000,00.

Dalam hal PT Nada Elektronika melakukan pembayaran jasa manajemen dalam bentuk pemberian BKP, maka PT Nada Elektronika wajib:

  • memotong PPh Pasal 23 atas jasa manajemen sebesar 2% dari Rp20.000.000,00; dan
  • membuat Faktur Pajak atas penyerahan BKP tersebut dengan DPP berupa nilai penggantian atas jasa manajemen sebesar Rp20.000.000,00.

Perhatikan! Jika pemberian dalam bentuk BKP, faktur pajak dibuat oleh pemberi dan penjual dengan nilai yang sama. PT Berkah Makmur sebagai PKP yang menyerahkan jasa, membuat faktur pajak. Ini mekanisme normal.

Tetapi atas penyerahan BKP dari penjual ke pembeli (sebagai pembayaran imbalan jasa manajemen), terdapat aliran barang. Atas aliran barang ini juga dibuatkan faktur pajak dengan nilai yang sama. Jadi, antar penjual dan pembeli saling memungut PPN 🙂

Contoh Kasus Imbalan Yang Diterima Pembeli Berupa Price Protection

  1. PT NGX merupakan distributor handphone dari beberapa produsen handphone, salah satunya yaitu PT OK International. PT OK International menunjuk PT NGX sebagai salah satu distributor produknya sebagaimana tertuang dalam Perjanjian Penunjukan Distributor. Dalam perjanjian tersebut mengatur antara lain ketentuan mengenai price protection yang diberikan oleh PT OK International kepada PT NGX sehubungan dengan terjadinya fluktuasi harga jual handphone di pasar dalam periode tertentu sesuai perjanjian.
  2. PT NGX membeli 1000 (seribu) buah handphone tipe X10 dari PT OK International dengan harga satuan senilai Rp3.000.000,00. PT OK International menentukan bahwa harga jual standar untuk handphone tipe X10 yaitu sebesar Rp3.200.000,00.
  3. Sehubungan dengan kondisi persaingan pasar yang tinggi, handphone tipe X10 mengalami penurunan permintaan pasar sehingga PT OK International menurunkan harga jual standar handphone tipe X10 yang semula Rp3.200.000,00 menjadi Rp3.100.000,00, dengan tujuan untuk meningkatkan penjualan handphone tersebut.
  4. Atas hal tersebut, PT NGX berhak mendapatkan price protection dari PT OK International sebesar Rp 100.000,00 atas setiap handphone tipe X10 yang belum terjual dalam periode tertentu sesuai perjanjian yang telah dibuat.
  5. Jumlah handphone tipe X10 yang belum terjual di PT NGX adalah sebanyak 300 (tiga ratus) buah handphone.
  6. Penerimaan kompensasi berupa price protection yang diberikan kepada PT NGX bukan merupakan objek pemotongan PPh. PT NGX wajib melaporkan penerimaan kompensasi berupa price protection tersebut sebagai penghasilan dalam SPT Tahunan PPh Badan sebesar Rp30.000.000,00 ((Rp3.200.000,00 – Rp3.100.000,00) x 300 buah).
  7. PT NGX tidak membuat Faktur Pajak karena tidak ada penyerahan JKP.

 

Author: Raden Agus Suparman

Pegawai DJP sejak 1993 sampai Maret 2022. Konsultan Pajak sejak April 2022. Alumni magister administrasi dan kebijakan perpajakan angkatan VI FISIP Universitas Indonesia. Perlu konsultasi? Sila kirim email ke kontak@aguspajak.com atau klik https://aguspajak.com/konsultasi/ atau melalui aplikasi chatting yang tersedia. Terima kasih sudah membaca tulisan saya di aguspajak.com Semoga aguspajak menjadi rujukan pengetahuan perpajakan.

15 thoughts on “Perlakukan Perpajakan Atas Imbalan Yang Diterima Pembeli”

  1. Selamat malam Bapak Raden Agus Suparman.
    Terima kasih sebelumnya atas blog Bapak yang menjelaskan pajak ini.
    Mohon bertanya atas aturan ini sbb:
    1. Atas Penghargaan yang diberikan berupa BKP tersebut dengan harga pasar atau kesepakatan, diterbitkan eFaktur dengan kode Faktur 04 atau kode 01?
    2. Jika penghargaan yang diberikan berupa Tiket Pesawat, apakah ini tetap dianggap BKP?
    Terima kasih.

    1. Ini kasusnya barang milik penjual dibayarkan untuk penghargaan.
      Kalau tiket, si penjual berarti beli tiket untuk pembeli.
      tentu kasusnya beda lagi.

      Menurut saya, jika penjual membayar penghargaan dengan tiket pesawat atau paket hiburan lainnya maka tidak dikenai PPN. Artinya si penjual tidak memungut PPN begitu juga si pembeli. Terhadap tiket tersebut menjadi “konsumsi” si penjual. Jadi saat beli tiket pesawat, si penjual sebagai end user.

  2. Selamat malam Bapak Raden Agus Suparman.
    Terima kasih atas blog Bapak mengenai pajak ini.
    Mohon bertanya mengenai hal ini:
    1. Pemberian Penghargaan berupa BKP ini menggunakan harga pasar atau kesepakatan, bagaimana kode Faktur Pajaknya apakah menggunakan 04 atau 01?
    2. Jika Penghargaan diberikan dalam bentuk Tiket, apakah ini termasuk BKP dan perlakuannya seperti diatas?
    Terima kasih.

    1. Kode faktur pajaknya tetap 01 karena ini bukan nilai lain sebagaimana yang diatur oleh Peraturan Menteri Keuangan tentang nilai lain.

      Tiket bukan barang kena pajak. Maksud barang diatas adalah barang kena pajak menurut ketentuan PPN

    1. Barusan, jam 10 tanggal 18 Januari 2019, saya cek ke TKB belum ada RAL–01.PJ.02.2018

  3. Pak, saya mau tanya tentang SPT PPN.
    Misal supermarket sebagai PKP pedagang eceran jual barang yang bebas PPN (misal buah-buahan) dan yang tidak bebas PPN.

    DPP bebas PPN = 200 juta, PPN = 0
    DPP kena PPN = 300 juta, PPN = 30 juta

    Bagaimana cara penulisannya di SPT PPN, bagian “PENYERAHAN DALAM NEGERI DENGAN FAKTUR PAJAK YANG DIGUNGGUNG”?

    Apakah:
    DPP = 500 juta, PPN = 30 juta?

    Terima kasih Pak atas masukkannya.

    1. digunggung itu yang dikenakan PPN. Kalau bebas PPN harus beda faktur lagi. Silakan perhatikan kode faktur pajak. Kan beda kode antara yang dikenai 10% dengan yang dibebaskan

      1. Tapi pak, kalau supermarket jual barang bebas PPN misal buku, buah buahan
        – pastinya digunggung
        – kasus biasanya adalah pembeli beli barang kena PPN dan bebas PPN (buah, sayur)
        – atau mereka pisahkan barang bebas PPN tersebut dan membuat efaktur (bisa banyak sekali fakturnya)

        Mohon tanggapannya.

        1. Mohon diperhatikan kode faktur pajak. Setiap faktur pajak ada nomor faktur pajak. Dalam faktur pajak ada kode transaksi. Dan transaksi PPN yang dibebaskan berbeda dengan yang dikenai.

          Jika dikenai maka supermarket wajib mengeluarkan faktur pajak dengan kode 01. Tetapi jika dibebaskan maoa nomor faktur pajak menggunakan kode 08

          Tentang kode faktur pajak silakan baca

          https://aguspajak.com/2018/03/28/kode-dan-nomor-faktur-pajak/

  4. Terima kasih Pak Agus.

    Tetapi untuk pedagang eceran, diperbolehkan menggunakan faktur pajak sederhana, tanpa penomoran dengan kode.
    Ini penjelasannya: https://www.online-pajak.com/faktur-pajak-sederhana

    Jadi, pedagang eceran seperti supermarket, toko buku, toko pakaian yang PKP boleh menjadikan tanda terima (receipt) sebagai faktur pajak. Sesuai dengan PER-58/PJ/2010, Kode dan nomor seri faktur pajak sederhana dapat berbentuk nomor nota, kode nota atau ditentukan sendiri oleh PKP.

    Faktur pajak eceran seperti ini biasanya diggungung di SPT PPN.

    Berikut adalah contoh receipt Gramedia — https://media.karousell.com/media/photos/products/2017/01/17/sepaket_dilan_1990__1991_1484665850_4a9a93cf.jpg

    Di receipt tersebut:
    – Ada nomor pengukuhan PKP
    – Ada barang bebas PPN yaitu bukunya
    – Ada barang kena PPN yaitu kantong plastik senilai 200
    – PPN = 18 (dari kantong plastik)
    – Receipt ini adalah campuran barang kena PPN dan barang bebas PPN

    Mohon tanggapannya Pak Agus.

    1. kalau dicampu dalam satu faktur, artinya semua dikenai PPN.
      termasuk yang dibebaskan pun dikenai PPN.
      Karena satu faktur pajak.

  5. Selamat Sore pak,

    Mengenai Imbalan berupa Kompensasi atas barang yang mempunyai Nilai Cashback, dibukukannya sebagai apa ya pak? Dan perlakukannya di Pajak itu seperti apa?

    Disini saya sebagai pihak pembeli PKP, saya melakukan pembelian terhadap Toko A dengan Harga semisal 10jt.
    Namun untuk Barang senilai 10jt itu mempunyai Nilai Cashback sebesar 1jt.
    Dan saya menjual kembali Produk tersebut kepada konsumen lain dengan harga 9jt sudah dipotong Cashback.
    kemudian Toko A tetap membuka kan Faktur Pajak kepada saya senilai 10jt. Dan mengembalikan nilai Cashback tersebut dengan pemotongan Nota di Non PKP. Dengan begitu nanti nya akan menjadi masalah di Perpajakan dong?

    Dengan alasan, saya mendapatkan Pajak Masukan senilai 10jt. Namun kenapa saya menjualnya 9jt (menjual rugi)???

    Apakah ada solusi untuk kasus yang seperti ini? Sebaiknya diperlakukannya sebagai apa agar tidak menjadi permasalahan dengan Perpajakan?

    Mohon dibantu untuk memecahkan permasalahan yang ada :))

    1. Cashback artinya pembeli mendapatkan uang dari yang dia bayarkan. Substansi transaksi cashback bisa bermacam-macam. Bisa diskon juga. Artinya, harga 10 juta cashback 1juta maka konsumen (pembeli) cukup bayar 9 juta.

      Dalam hal cashback ditulis di faktur pajak sebagai pengurang harga, sehingga DPP PPN menjadi 9 juta sesuai dengan yang dibayarkan oleh pembeli, maka cashback ini adalah diskon yang diterima oleh pembeli. Harga beli sebenarnya memang 9 juta.

      Dalam hal di faktur pajak tetap tertulis 10 juta dan PPN yang dipungut sebesar 1 juta maka cashback ini bukan diskon, bukan potongan harga sebagai dimaksud potongan harga dalam penjualan. Di sisi penjual, 1 juta tidak boleh dicatat sebagai potongan harga, atau diskon. Tetapi harus dicatat sebagai biaya. Minimal biaya penjualan.

      Karena dari sisi penjual sebagai biaya, maka dari sisi pembeli tentu harus dianggap sebagai penghasilan. Jurnal saja sebagai pendapatan lain-lain.

      Karena ini sebagai penghasilan, maka perlu diidentifikasi penghasilan KARENA apa. Seperti dalam postingan diatas, bahwa imbalan (penghasilan) yang diterima oleh pembeli itu macam-macam. Penyebabnya bisa karena:
      1. Pencapaian syarat tertentu.
      2. Penyediaan ruang dan/atau peralatan tertentu.
      3. Penerimaan kompensasi yang diterima sehubungan dengan transaksi jual beli.

      Silakan masukkan saja ke salah satunya

  6. selamat malam kang rd agus suparman
    salam hangat dari teman seperjuangan ex.Dik KW Jabar 1
    Erikson/PS
    ph : 082118637523,WA ya bro. I need your support
    Hanupis

Comments are closed.

%d blogger menyukai ini: