fbpx

Kewajiban Pendaftaran dan Pengukuhan Bagi BUT

Peraturan Menteri Keuangan No 35/PMK.03/2019 mengatur kewajiban ber-NPWP dan PKP bagi BUT

Cara pemajakan BUT

Kewajiban pendaftaran NPWP dan pengukuhan PKP diatur dalam Undang-Undang KUP. Termasuk kewajiban bagi BUT, Bentuk Usaha Tetap. Kewajiban ini ada di Pasal 2 ayat (5) Undang-undang KUP.

Pasal 2 ayat (5) Undang-undang KUP mengatur:

Jangka waktu pendaftaran dan pelaporan serta tata cara pendaftaran dan pengukuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) termasuk penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.

Berdasarkan Pasal 2 ayat (5) Undang-undang KUP, Menteri Keuangan kemudian menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan nomor 35/PMK.03/2019 tentang Penentuan Bentuk Usaha Tetap, BUT.

Saya gagal memahami, kenapa ketentuan tentang penentuan BUT mengambil dasar hukum Pasal 2 ayat (5) Undang-undang KUP? Bukan
Pasal 2 ayat (5) Undang-undang PPh. Menurut saya, “penentuan BUT” seharusnya berdasarkan Undang-undang PPh.

Saya memahami Peraturan Menteri Keuangan nomor 35/PMK.03/2019 mengatur dua hal:

  • Kewajiban mendaftaran NPWP dan pengukuhan PKP bagi BUT, dan
  • Siapa yang maksud BUT.

Daftar Isi Artikel

Kewajiban Pendaftaran Bagi BUT

Peraturan Menteri Keuangan ini menegaskan bahwa sejak BUT menjalankan usaha di Indonesia maka BUT wajib hukumnya memiliki NPWP. BUT wajib mendaftarkan dirinya sendiri ke kantor pajak. Pendaftaran NPWP harus dilakukan paling lambat 1 bulan sejak saat mulainya usaha.

Biasanya badan dan orang asing didaftarkan di KPP Badora. Khususnya bagi BUT yang berada di DKI Jakarta. Tetapi karena sekarang online, maka daftarkan saja secara di ereg.pajak.go.id dan biar sistem yang menentukan.

Dalam hal BUT tidak mendaftarkan diri, kantor pajak manapun memiliki kewenangan untuk mendaftarkan (menerbitkan NPWP) secara jabatan.

Berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak nomor PER-02/PJ/2018 persyaratan pendaftaran NPWP bagi BUT badan, yaitu:

  • surat keterangan penunjukan dari kantor pusat,
  • fotokopi Kartu Nomor Pokok Wajib Pajak salah satu pengurus, atau fotokopi paspor dalam hal penanggung jawab adalah Warga Negara Asing dan tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak; dan
  • surat pernyataan bermeterai dari salah satu pengurus Wajib Pajak Badan yang menyatakan kegiatan usaha yang dilakukan dan tempat atau lokasi kegiatan usaha tersebut dilakukan.

Jika BUT badan ternyata membuka cabang di kota lain di Indonesia, maka cabang tersebut wajib membuat NPWP cabang. Persyaratannya:

  • surat keterangan penunjukan dari kantor pusat bagi bentuk usaha tetap,
  • fotokopi Kartu Nomor Pokok Wajib Pajak salah satu pengurus cabang, atau fotokopi paspor dalam hal penanggung jawab cabang adalah Warga Negara Asing dan tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak; dan
  • surat pernyataan bermeterai dari salah satu pengurus cabang yang menyatakan kegiatan usaha yang dilakukan dan tempat atau lokasi kegiatan usaha tersebut dilakukan.

Sedangkan jika BUT orang pribadi, WPLN orang pribadi yang memiliki usaha di Indonesia, persyaratan mendapatkan NPWP :

  • fotokopi paspor, fotokopi Kartu Izin Tinggal Terbatas (KITAS) atau Kartu Izin Tinggal Tetap (KITAP); dan
  • surat pernyataan bermeterai dari Wajib Pajak yang menyatakan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang dilakukan dan tempat atau lokasi kegiatan usaha atau pekerjaan bebas tersebut dilakukan.

Selain kewajiban pendaftaran NPWP, BUT juga wajib dikukuhkan sebagai PKP. Persyaratan pengukuhan PKP bisa dilihat di tulisan terdahulu.

Bahkan kewajiban PKP bagi BUT dimulai sejak BUT memiliki omset melebihi batasan pengusaha kecil. Saat ini, 2019, batasan pengusaha kecil adalah omset Rp4,8 miliar.

Siapa Bentuk Usaha Tetap?

Bentuk Usaha Tetap atau BUT merupakan kendaraan bagi subjek pajak luar negeri untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia. Tulisan terkait BUT menurut Undang-undang PPh sudah diposting sebelumnya.

Saya akan membandingkan BUT yang dijelaskan di Peraturan Menteri Keuangan nomor 35/PMK.03/2019 dengan peraturan yang dicantumkan di Undang-undang PPh.

Pasal 4 ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan nomor 35/PMK.03/2019 (PMK):

Bentuk usaha tetap merupakan bentuk usaha yang dipergunakan oleh Orang Pribadi Asing atau Badan Asing untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia, yang memenuhi kriteria sebagai berikut:

  1. adanya suatu tempat usaha (place of business) di Indonesia;
  2. tempat usaha sebagaimana dimaksud pada angka 1 bersifat permanen; dan
  3. tempat usaha sebagaimana dimaksud pada angka 1 digunakan oleh Orang Pribadi Asing atau Badan Asing untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan.

Berikut ini salinan bagian penjelasan Pasal 2 ayat (5) Undang-undang PPh:

Suatu bentuk usaha tetap mengandung pengertian adanya suatu tempat usaha (place of business) yaitu fasilitas yang dapat berupa tanah dan gedung termasuk juga mesin-mesin, peralatan, gudang dan komputer atau agen elektronik atau peralatan otomatis (automated equipment) yang dimiliki, disewa, atau digunakan oleh penyelenggara transaksi elektronik untuk menjalankan aktivitas usaha melalui internet.

Tempat usaha tersebut bersifat permanen dan digunakan untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan dari orang pribadi yang tidak bertempat tinggal atau badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia.

Tempat usaha (place of business) mencakup segala jenis tempat, ruang, fasilitas, atau instalasi, termasuk mesin atau peralatan, yang dapat berupa:

  1. tempat kedudukan manajemen;
  2. cabang perusahaan;
  3. kantor perwakilan;
  4. gedung kantor;
  5. pabrik;
  6. bengkel;
  7. gudang;
  8. ruang untuk promosi dan penjualan;
  9. pertambangan dan penggalian sumber alam;
  10. wilayah kerja pertambangan minyak dan gas bumi;
  11. perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan, atau kehutanan; dan
  12. komputer, agen elektronik, atau peralatan otomatis yang dimiliki, disewa, atau digunakan Orang Pribadi Asing atau Badan Asing untuk menjalankan usaha melalui internet.

Rincian 1 sd 12 sudah disebutkan di Pasal 2 ayat (5) Undang-undang PPh. Sehingga sampai dengan di sini, tidak ada hal yang baru.

PMK kemudian memberikan penegasan terkait dengan tempat usaha (place of business) dan bersifat permanen, yaitu:

  • tempat usaha ditentukan tanpa memperhatikan apakah Orang Pribadi Asing atau Badan Asing memiliki atau menyewa atau apakah Orang Pribadi Asing atau Badan Asing berhak secara hukum menggunakan tempat usaha tersebut.
  • bersifat permanen maksudnya digunakan secara kontinu, dan
    berada di lokasi geografis tertentu.
  • menjalankan usaha atau kegiatan maksudnya memiliki akses yang tidak terbatas untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan, dan melalui tempat tersebut.

PMK menegaskan bahwa tidak penting bentuk formal penguasaan tempat usaha. Pada kenyataannya, tempat usaha bisa dimiliki, disewa, atau bahkan dikuasai walaupun secara tidak legal.

Pasal 4 ayat (2) PMK mengatur bahwa walaupun tidak ada place of business dan tidak bersifat permanen, usaha berikut tetap dianggap sebagai BUT, yaitu:

  1. proyek konstruksi, instalasi, atau proyek perakitan;
  2. pemberian jasa dalam bentuk apa pun oleh pegawai atau orang lain, sepanjang dilakukan lebih dari 60 (enam puluh) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan;
  3. orang atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya tidak bebas; dan
  4. agen atau pegawai dari perusahaan asuransi yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menerima premi asuransi atau menanggung risiko di Indonesia.

Keempat jenis BUT diatas tercantum di Pasal 2 ayat (5) Undang-undang PPh. Hanya saja PMK memberikan pengaturan lebih lanjut.

BUT Proyek Konstruksi, Instalasi, atau Proyek Perakitan

Proyek konstruksi, instalasi, atau proyek perakitan adalah proyek konstruksi, instalasi, atau proyek perakitan yang merupakan usaha atau kegiatan Orang Pribadi Asing atau Badan Asing di Indonesia.

Proyek konstruksi mencakup:
  • jasa konsultansi konstruksi, yang meliputi pengkajian, perencanaan, perancangan, pengawasan, manajemen penyelenggaraan konstruksi, survei, pengujian teknis, atau analisis;
  • pekerjaan konstruksi, yang meliputi pembangunan, pengoperasian, pemeliharaan, pembongkaran, atau pembangunan kembali; dan
  • pekerjaan konstruksi terintegrasi, yang meliputi model rancang bangun atau model perekayasaan, pengadaan, dan pelaksanaan.

Instalasi atau proyek perakitan mencakup:

  • instalasi atau proyek perakitan yang terkait dengan pengerjaan proyek konstruksi; dan
  • instalasi atau proyek perakitan mesin atau peralatan.

Untuk penerapan P3B, proyek konstruksi, instalasi, atau proyek perakitan merupakan bentuk usaha tetap sepanjang dikerjakan melebihi periode waktu dalam P3B. Periode ini mencakup semua pekerjaan dari awal sampai akhir, baik dikerjakan di dalam negeri maupun di luar negeri. Baik oleh kontraktor utama, maupun subkontraktor. Semua harus dihitung.

Pasal 7 ayat (4) dan (5) PMK

BUT Pemberian Jasa Oleh Pegawai atau Orang Lain

Pemberian jasa dalam bentuk apa pun oleh pegawai atau orang lain, sepanjang dilakukan lebih dari 60 (enam puluh) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan merupakan bentuk usaha tetap sepanjang memenuhi kriteria sebagai berikut:

  • pegawai atau orang lain tersebut dipekerjakan oleh Orang Pribadi Asing atau Badan Asing atau subkontraktor dari Orang Pribadi Asing atau Badan Asing tersebut;
  • pemberian jasa dilakukan di Indonesia; dan
  • pemberian jasa dilakukan kepada pihak di Indonesia atau di luar Indonesia.

Hal terpenting dalam pemberian jasa oleh pegawai adalah adanya penugasan dari BUT kepada pegawai dan tugas tersebut dikerjakan di Indonesia.

Menurut PMK, tidak penting apakah jasa yang dilakukan oleh pegawai BUT tersebut dimanfaatkan oleh pihak yang berada di Indonesia, atau pihak yang berada di luar Indonesia.

Penghitungan periode waktu 60 hari ini berlaku ketentuan sebagai berikut:

  • periode waktu dimulai saat pemberian jasa mulai dilakukan;
  • periode waktu berakhir saat pemberian jasa selesai dilakukan;
  • bagian dari hari dihitung penuh 1 (satu) hari, dalam hal periode waktu dihitung berdasarkan hari;
  • bagian dari bulan kalender dihitung penuh 1 (satu) bulan, dalam hal periode waktu dihitung berdasarkan hari; dan
  • waktu pengerjaan oleh subkontraktor diperhitungkan ke dalam periode waktu, dalam hal Orang Pribadi Asing atau Badan Asing meneruskan pekerjaan kepada subkontraktor.

BUT Agen Tidak Bebas

Orang atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya tidak bebas merupakan bentuk usaha tetap sepanjang orang pribadi atau badan bertindak untuk dan atas nama Orang Pribadi Asing atau Badan Asing.

Ciri BUT agen tidak bebas:

  • menerima instruksi untuk kepentingan Orang Pribadi Asing atau Badan Asing dalam menjalankan usaha atau melakukan kegiatannya; atau
  • tidak menanggung sendiri risiko usaha atau kegiatannya.

Ini adalah syarat alternatif. Artinya, jika salah satu ciri diatas terdapat di BUT, maka BUT tersebut bisa disebut BUT agen tidak bebas.

Orang Pribadi Asing atau Badan Asing tidak dapat dianggap mempunyai bentuk usaha tetap di Indonesia apabila Orang Pribadi Asing atau Badan Asing tersebut dalam menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia menggunakan agen, broker atau perantara yang mempunyai kedudukan bebas

Pasal 9 ayat (3) PMK

Syarat agen berkedudukan bebas adalah agen, broker atau perantara tersebut dalam kenyataannya bertindak sepenuhnya dalam rangka menjalankan perusahaannya sendiri.

BUT Asuransi

Agen atau pegawai dari perusahaan asuransi yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia merupakan bentuk usaha tetap sepanjang:

  • menerima premi asuransi di Indonesia; atau
  • menanggung risiko di Indonesia dimana pihak tertanggung bertempat tinggal, bertempat kedudukan, atau berada di Indonesia.

PMK menegaskan bahwa jika WPLN memanfaatkan P3B, maka ketentuan BUT asuransi tidak berlaku untuk pemberian premi reasuransi.

Tetapi jika WPLN tersebut tidak memenuhi syarat untuk memanfaatkan P3B, maka berlaku ketentuan Pasal 26.

Besaran perkiraan penghasilan neto yang diatur dalam KMK- 624/KMK.04/1994 tentang Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 26 atas Penghasilan Berupa Premi Asuransi dan Premi Reasuransi yang Dibayar Kepada Perusahaan Asuransi di Luar Negeri adalah sebagai berikut:

  • atas premi yang dibayar tertanggung kepada perusahaan asuransi di luar negeri baik secara langsung maupun melalui pialang dipotong (tarif efektif) oleh tertanggung sebesar 10% dari jumlah premi yang dibayar;
  • atas premi yang dibayar oleh perusahaan asuransi yang berkedudukan di Indonesia kepada perusahaan asuransi yang berkedudukan di luar negeri baik secara langsung maupun melalui pialang dipotong (tarif efektif) oleh asuransi di Indonesia sebesar 2% dari jumlah premi yang dibayar;
  • atas premi yang dibayar oleh perusahaan reasuransi di Indonesia kepada perusahaan asuransi di luar negeri baik secara langsung maupun melalui pialang, dipotong (tarif efektif) 1% dari jumlah premi yang dibayar.

Author: Raden Agus Suparman

Pegawai DJP sejak 1993 sampai Maret 2022. Konsultan Pajak sejak April 2022. Alumni magister administrasi dan kebijakan perpajakan angkatan VI FISIP Universitas Indonesia. Perlu konsultasi? Sila kirim email ke kontak@aguspajak.com atau klik https://aguspajak.com/konsultasi/ atau melalui aplikasi chatting yang tersedia. Terima kasih sudah membaca tulisan saya di aguspajak.com Semoga aguspajak menjadi rujukan pengetahuan perpajakan.

5 thoughts on “Kewajiban Pendaftaran dan Pengukuhan Bagi BUT”

  1. Salam sejahtera Pak,

    Untuk perusahaan Over The Top bagaimana penentuan BUT-nya ?

    1. Tempat usaha (place of bunisness) mencakup segala jenis tempat, ruang, fasilitas, atau instalasi, termasuk mesin atau peralatan, yang dapat berupa: komputer, agen elektronik, atau peralatan otomatis yang dimiliki, disewa, atau digunakan Orang Pribadi Asing atau Badan Asing untuk menjalankan usaha melalui internet.

      PMK 35 ini sudah memberikan penegasan bahwa siapapun yang “memanfaatkan” suatu aset di Indonesia untuk mendapatkan penghasilan dari Indonesia maka aset tersebut dapat dianggap sebagai tempat usaha (place of business)

      1. Clear Pak, thank you.

        Mungkin yang belum diakomodir kalau daftar NPWP di Badora. Karena menurut saya terkendala dokumen “domisili” sehubungan dengan alamat WP. Dokumen yang biasa digunakan adalah Kep dari BKPM.

  2. Selamat siang… Pak, misal X Ltd buka cabang di Indonesia di Jakarta kemudian Medan. Kalau membaca penjelasan di atas, yang di Jakarta buat NPWP BUT dan yang di Medan NPWP sebagai cabang BUT yang ada di Jakarta. Bener begitu ga pak? Padahal logikanya Jakarta dan Medan adalah sama-sama cabang dari BUT… Bisa dibantu dasar hukumnya pak? Terimakasih…

    1. Bisa dibantu dasar hukumnya pak?
      35/PMK.03/2019 tentang Penentuan Bentuk Usaha Tetap.
      Pan tulisan diatas tentang PMK ini.

      logikanya Jakarta dan Medan adalah sama-sama cabang dari BUT
      Salah. Sama-sama cabang dari pusat yang berada di Luar Negeri.

      Di Indonesia memang cabang. Tapi harus ada “entitas” di Indonesia. Dan harus ada tempat kedudukan di Indonesia. Nah, salah satu cabang harus “dianggap pusat” dan lainnya cabang. Begitu logikanya.

Comments are closed.

%d blogger menyukai ini: