fbpx

Pembatalan Hasil Pemeriksaan, Hilang Satu Muncul Lagi

Undang-Undang KUP memberikan 2 alasan hasil pemeriksaan dapat dibatalkan. Pasal 36 ayat (1) huruf d Undang-Undang KUP mengatur bahwa Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal Pajak untu membatalkan hasil pemeriksaan pajak. Tetapi setelah Keputusan Pembatalan, pemeriksa pajak dapat menerbitkan surat ketetapan pajak yang serupa. Hilang satu, muncul lagi satu.

Ada 2 prosedur pemeriksaan yang tidak boleh dilewati oleh pemeriksaan pajak, yaitu:

  1. Penyampaian surat pemberitahuan hasil pemeriksaan (SPHP),
  2. Pembahasan akhir hasil pemeriksaan dengan Wajib Pajak.

Dua prosedur tersebut diatur sudah sampai tingkat undang-undang. Sebelum diatur oleh undang-undang, pemeriksa pajak dapat langsung menerbitkan surat ketetapan pajak tanpa SPHP.

Jika tidak ada SPHP, maka otomatis tidak ada pembahasan akhir hasil pemeriksaan (closing conference). Wajib Pajak merasa tidak diberikan ruang untuk pembelaan. Sangat mungkin bahwa hasil pemeriksaan terbit karena ada kesalahan cara baca dokumen yang menjadi acuan pemeriksa. Dengan pembahasan, seharusnya masalah tersebut dapat dihilangkan dan tidak menjadi ketetapan pajak.

Dulu, pemeriksaan pajak tanpa SPHP kadang dilakukan karena adanya jatuh tempo restitusi. Pemeriksaan pajak belum selesai, tetapi jatuh tempo restitusi sudah mepet. Pemeriksa pajak menggunakan jampi “daripada”. Daripada diberi sanksi karena pemeriksaan lewat jatuh tempo, lebih baik disalahkan Wajib Pajak karena tidak ada SPHP.

Protes Wajib Pajak akhirnya sampai ke para pembuat undang-undang. Maka muncul Pasal 36 ayat (1) huruf d Undang-Undang KUP.

Amanat undang-undang ini kemudian dirinci dengan Peraturan Menteri Keuangan nomor 184/PMK.03/2015, diantaranya mengatur:

  • SPHP dan daftar temuan hasil pemeriksaan harus disampaikan langsung atau dikirim melalui faksimili,
  • pemeriksa pajak membuat undangan secara tertulis kepada Wajib Pajak,
  • undangan mencantumkan tanggalndan hari pembahasan,
  • undangan disampaikan secara langsung atau dikirim melalui faksimili.

Tetapi tidak semua hasil pemeriksaan dapat dimintakan pembatalan. Peraturan Menteri Keuangan nomor 8/PMK.03/2015 memberikan PENGECUALIAN, yaitu:

  • SKPKB Pasal 13A,
  • SKPKB Tambahan (SKPKBT), dan
  • SKPLB.

Peraturan Menteri Keuangan nomor 17/PMK.03/2013 mengatur tindak lanjut atas putusan pembatalan hasil pemeriksaan. Pasal 60 mengatur sebagai berikut:

  • Dalam hal dilakukan pembatalan, proses pemeriksaan harus DILANJUTKAN dengan melaksanakan prosedur penyampaian SPHP danPembahasan akhir hasil pemeriksaan,
  • Prosedur pemeriksaan dimaksud sesuai dengan peraturan menteri keuangan tentang tata cara pemeriksaan,
  • Terkait restitusi, surat ketetapan diterbitkan sesuai hasil pembahasan jika belum jatuh tempo 12 bulan, tetapi jika sudah lewat 12 bulan maka diterbitkan SKPLB sesuai SPT Wajib Pajak.

Author: Raden Agus Suparman

Pegawai DJP sejak 1993 sampai Maret 2022. Konsultan Pajak sejak April 2022. Alumni magister administrasi dan kebijakan perpajakan angkatan VI FISIP Universitas Indonesia. Perlu konsultasi? Sila kirim email ke kontak@aguspajak.com atau 08888110017 Terima kasih sudah membaca tulisan saya di aguspajak.com Semoga aguspajak menjadi rujukan pengetahuan perpajakan.

%d